Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Gula Tak Laku, Petani Tebu di Jatim Ancam Mogok Massal!

WhatsApp Image 2025-08-15 at 17.40.42.jpeg
Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia saat melakukan konferensi pers di Surabaya. (Dok. Istimewa).
Intinya sih...
  • Ratusan petani tebu di Jawa Timur mengancam mogok massal produksi gula karena 76.700 ton gula petani tidak terserap di pasar.
  • Petani menunggu janji Menteri Pertanian untuk membantu menyerap gula petani dengan pencairan dana Rp 1,5 Triliun dari Danantara ke Sinergi Gula Nusantara (SGN) dan Rajawali Nusantara Indonesia (RNI).
  • Dewan Pembina DPD Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia meminta pemerintah segera membeli gula petani sebanyak ratusan ribu Ton yang tidak terserap di pasar.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Surabaya, IDN Times - Ratusan petani tebu Jawa Timur berkumpul di Surabaya untuk menyuarakan keluhan mereka soal puluhan ribu ton gula petani tidak terserap di pasar. Mereka mengancam akan mogok massal produksi gula.

Sekjen DPP Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI), Sunardi Edi Sukamto mengatakan para petani tebu di Jatim sudah tidak bisa menjalankan operasional akibat gula yang menumpuk di gudang. Saat ini, ada 76.700 ribu Ton gula petani tidak terserap di Jatim.

"Kami sudah kewalahan luar biasa. Jadi sulit meneruskan tebang angkut dan pembiayaan di kebun kami sudah putus-putus bahkan beberapa pabrik gula (PG) ini sudah tidak bisa giling sebagian dan sisi lain gudang gulanya juga penuh karena gula tidak keluar," kata Sunardi di Surabaya, Jumat (15/8/2025).

Sunardi menunggu janji Menteri Pertanian yang akan membantu menyerap gula petani. Salah satunya dengan pencairan dana sebesar Rp 1,5 Triliun dari Danantara ke Sinergi Gula Nusantara (SGN) dan Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) untuk membeli gula petani.

Namun, bila janji dari pemerintah melalui Danantara tidak terealisasi, maka Sunardi memastikan petani tebu di Jatim akan mogok massal dan menggelar aksi demonstrasi.

"Kalau dana itu tidak cair dan pemerintah tidak serius merawat petani, maka Indonesia hanya mimpi swasembada gula karena pemerintah tidak serius menangani petani," tegasnya.

"Dan jika anggaran Rp 1,5 Triliun yang dijanjikan tidak terealisasi, mungkin kami tidak menanam tebu, dan kami lakukan aksi demonstrasi besar-besaran, kami petani tebu akan mogok massal," tambahnya.

Sunardi menyebut seluruh DPC APTRI di Jawa Timur satu suara menuntut pemerintah segera bertindak sesuai janji-janjinya ke petani tebu.

"Selama 8 periode panen kami tidak cair hingga gula menumpuk di gudang. Kami harap penyelesaian konkret dari bulan Agustus sampai November ini ada dari pemerintah untuk menyelesaikan secara tuntas bahwa program pemerintah menuju swasembada gula tahun 2027," jelasnya.

"Kami harap program ini lancar dengan support ke seluruh petani di Indonesia. Kami minta pemerintah melindungi hilir kami bahwa wujudnya ini berupa gula. Gula kami adalah gula kristal putih, yang notabene adalah gula konsumsi. Kami berharap negara harus bijak hadir membela kami gula konsumsi harus bisa diserap pasar apapun fakta yang terjadi," tandasnya.

Sementara Dewan Pembina DPD Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI), Arum Sabil meminta pemerintah segera membeli gula petani sebanyak ratusan ribu Ton yang tidak terserap di pasar. Sebab, petani gula merupakan penggerak ekonomi pedesaan.

"Jadi kalau di Jatim sekitar 76.700 Ribu Ton, dan kalau nasional kan ratusan ribu Ton. Ini tidak bisa menunggu, saya berharap pemerintah dengan segala kerendahan hati agar pemerintah siapapun yang punya kewenangan untuk segera direalisasikan janjinya yang akan membeli gula petani dengan mengalokasikan anggaran sekitar Rp 1,5 Triliun," kata Arum.

"Apapun yang terjadi di pusat, sistem administrasi apapun, jangan sampai justru berdampak negatif terhadap kelangsungan industri gula nasional yang ada di dalam negeri ini," tambahnya.

Menurut Arum petani tebu saat ini sudah babak belur akibat banyaknya gula yang tidak terserap di pasar. Hal itu disebabkan banyaknya impor gula rafinasi di pasar.

"Tentunya usaha pertanian tebu di Indonesia ini yang mayoritas itu adalah bagian dari motor penggerak ekonomi masyarakat pedesaan. Tentu usaha ini harus menjadi usaha berkelanjutan, kalau hari ini petani mengalami kerugian, maka dampaknya pada produksi di tahun akan datang karena pertanian tebu itu tidak boleh terlambat merawatnya," jelasnya.

"Umur tebu itu kurang lebih 1 tahun. Nol sampai umur tiga bulan maksimal itu perawatan intensif harus dilakukan. lebih dari 3 bulan, maka apapun yang dilakukan di situ bisa menjadi sia-sia. Oleh karena itu saya berharap kepada pemangku kepentingan yang menangani tentang masalah urusan kebijakan pergulaan nasional untuk segera direalisasikan yang telah dijanjikan kepada para petani tebu," tambahnya.

Pria asal Jember ini juga menyarankan pemerintah agar segera membentuk badan untuk mengatasi petani dan panen gula di Indonesia.

"Saya juga mengusulkan kepada pemerintah agar segera dibentuk badan koordinasi yang melibatkan semua pihak yang terkait dengan pergulaan nasional ini agar persoalan-persoalan pergulaan nasional bisa dibicarakan dan diputuskan secara komprehensif dan terintegrasi," tegasnya.

"Sehingga jangan sampai nanti keputusan itu dibuat oleh instansi terkait, tapi satunya ternyata tidak nyambung dengan instansi lain dan ini menjadi tidak bagus nantinya. Panjangnya birokrasi yang tidak terintegrasi ini justru berdampak. Saya khawatir kucuran rencana untuk mengalokasikan Rp 1,5 Triliun dari Danantara untuk membeli gula petani ini, karena ribetnya birokrasi antar institusi yang menangani (tidak jadi cair)," lanjutnya.

Lantas apakah Rp 1,5 Triliun bisa menyerap gula petani? Arum menyebut angka itu setidaknya bisa membuat petani menyambung hidup dan menanam lagi untuk musim panen yang akan datang.

"Paling tidak, ini akan membuat dampak psikologis terhadap pasar gula ya, dan ini juga akan berdampak pada psikologis positif terhadap pedagang yang biasanya membeli gula petani. Para pedagang sekarang ini kan rata-rata tiarap tidak membeli gula petani, karena hari ini membeli, kemudian sore itu tiba-tiba sudah ada kabar harga (turun akibat gula rafinasi), psikologisnya turun sehingga mereka takut," jelasnya.

"Ketika gula itu disimpan mungkin untuk menunggu harga yang baik mereka juga takut dianggap menimbun. Kalau sewaktu-waktu tiba-tiba harga mungkin di luar ketentuan pemerintah ini kan harus ada regulasi-regulasi yang harus dibuat. Bukan hanya petani saja diuntungkan, tapi semua pelaku pergulaan nasional ini mereka terlindungi terayomi, dan mereka mempunyai ruang untuk bisa membangun kegiatan ekonomi di bidang usahanya mereka masing-masing begitu," lanjutnya.

Arum menyebut anggaran Rp 1,5 Triliun yang rencananya akan digelontorkan pemerintah untuk membeli gula petani bukan sebuah kerugian. Sebab, pemerintah memiliki gula untuk dijual ke pasar.

"Kan Rp 1,5 Triliun itu tidak cuma-cuma. Pemerintah punya gula untuk dijual kembali ke pasar. Jadi pemerintah tidak rugi sama sekali dengan membeli gula petani," tegasnya.

Sementara Begawan Perkebunan, Soedjai Kartasasmita memberikan pandangannya soal realita industri gula di Indonesia saat ini.

"Ada satu paradoks yang perlu mendapatkan perhatian pemerintah. Pada satu sisi Indonesia negara importir gula terbesar di dunia, namun pada lain sisi harga gula petani tidak laku dijual. Sebaiknya dicarikan solusi sebelum para petani tebu mengadakan demo," ungkap Soedjai.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Zumrotul Abidin
EditorZumrotul Abidin
Follow Us