Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Komnas Perempuan Kecewa RUU TPKS Tak Masuk Paripurna DPR RI

Ilustrasi kekerasan seksual terhadap perempuan (IDN Times/Arief Rahmat)

Surabaya, IDN Times - Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) gagal dibahas lebih lanjut dalam sidang paripurna DPR RI, Kamis (16/12/2021). Melihat hal ini, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) pun menyayangkan lamanya proses pengesahan RUU TPKS di tengah semakin maraknya kasus kekerasan seksual di Indonesia.

1. Komnas Perempuan sayangkan RUU TPKS tak masuk paripurna

Andy Yentriyani, Komisioner Komnas Perempuan/ Pimpinan Transisi (Tangkap Layar Facebook/IDN Times)

Dalam keterangan pers, Ketua Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Andy Yentriyani mengungkapkan kekecewaannya atas tersendatnya proses pembahasan RUU TPKS. Padahal, momentum rapat paripurna tersebut sudah ditunggu-tunggu oleh masyarakat.

"Penetapan ini telah dinanti-nanti oleh rakyat Indonesia khususnya korban tindak pidana kekerasan seksual, keluarga korban, dan pendamping korban. RUU ini merupakan titian untuk mewujudkan perlindungan, penanganan dan pemulihan korban kekerasan seksual dan upaya memutus keberulangan di tengah-tengah kondisi darurat kekerasan seksual," ujarnya seperti yang dikutip dalam pernyataan resminya, Jumat (17/12/2021).

2. Ribuan kasus kekerasan seksual terjadi di Indonesia

Ilustrasi kekerasan seksual (IDN Times/Sukma Shakti)

Andy menekankan bahwa RUU TPKS sudah amat dibutuhkan untuk mencegah terulangnya kasus kekerasan seksual di Indonesia. Komnas Perempuan mencatat, sepanjang menunggu pengesahan RUU yaitu pada 2012-2020, telah ada 45.069 kasus kekerasan seksual yang dilaporkan kepada pihaknya.

"Pada 2001-2011, setiap hari, sekurangnya 35 perempuan menjadi korban kekerasan seksual. Artinya, setiap 2 jam ada 3 perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual," ungkap Andy.

Andy melanjutkan, hak-hak korban atas keadilan, kebenaran dan pemulihan sebagaimana dimandatkan Konstitusi RI dan instrumen HAM internasional khususnya Convention on the Elimination of All Discrimination Against Women (CEDAW) yang telah menjadi bagian dalam hukum nasional melalui UU No. 7 Tahun 1984 tidak dapat terpenuhi. Hal ini dikarenakan kurangnya regulasi yang melindungi para korban.

"Peningkatan dan kompleksitas kasus-kasus kekerasan seksual yang diadukan tidak diimbangi dengan undang-undang yang mampu menghambat perkembangan kualitas dan kuantitas kekerasan seksual, serta ketiadaan jaminan hak-hak korban dan reviktimisasi selama menempuh jalur hukum," tuturnya.

3. Komnas Perempuan desak RUU TPKS dibahas di awal tahun depan

Ilustrasi kekerasan pada perempuan (IDN Times/Arief Rahmat)

Oleh karena itu, Komnas Perempuan mendesak agar RUU TPKS segera dibahas dan disahkan untuk meredam darurat kekerasan seksual yang terjadi di Indonesia. Komnas Perempuan juga mengapresiasi kerja Panja RUU TPKS yang sudah melakukan pengkajian dan harmonisasi RUU TPKD.

"Mendorong publik untuk terus mengawal dan mendukung  Badan Musyawarah/ Pimpinan DPR RI menetapkan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual sebagai RUU Inisiatif DPR dalam pembukaan masa sidang paripurna DPR RI Januari Tahun 2022," pungkasnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Fitria Madia
EditorFitria Madia
Follow Us