Ratusan Jurnalis di Malang Raya Demo Tolak RUU Penyiaran

Malang, IDN Times - Ratusan pekerja media atau jurnalis lintas organisasi menggeruduk Balai Kota Malang dan Kantor DPRD Kota Malang pada Jumat (17/5/2024) sejak pukul 13.00 WIB. Mereka menolak Rancangan Undang-undang Penyiaran (RUU) Penyiaran atau UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran yang disinyalir akan membungkam kebebasan pers.
Berbagai jurnalis yang berunjuk rasa dari organisasi Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Malang Raya, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Malang Raya, Perwarta Foto Indonesia (PFI) Malang Raya, hingga Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Malang Raya ikut hadir. Mereka menuntut wakil rakyat di Kota Malang menyampaikan nota penolakan RUU Penyiaran ke DPR RI.
1. Dinilai memberangus kerja jurnalis

Ketua AJI Malang Raya, Benny Indo menyoroti Pasal 50 B Ayat 1 dan 2 dalam RUU Penyiaran yang berusaha melarang produk jurnalistik investigasi. Padahal kerja-kerja jurnalis investigasi inilah yang selama ini membongkar kasus-kasus besar di Indonesia. Contohnya kasus Ferdy Sambo hingga Tragedi Kanjuruhan. Sehingga ia menilai ini adalah usaha oknum-oknum pejabat yang ingin kejahatannya bisa melenggang bebas.
"Seharusnya liputan investigasi itu didukung, bukan malah untuk dibungkam. Karena dari liputan investigasi itulah muncul informasi yang mendidik publik, tapi DPR justru berusaha membungkam dan mengkhianati demokrasi, mengkhianati reformasi," terangnya.
Benny mengatakan aksi hari ini tidak hanya dilakukan di Kota Malang saja. Kota-kota lain di Jawa Timur juga telah melaksanakan aksi serupa seperti Kediri, Blitar, Jember, dan lainnya.
Sayangnya, tidak ada Anggota DPRD Kota Malang yang menemui para demonstran. Alasannya hari ini tidak ada wakil rakyat yang ada di Kantor DPRD Kota Malang.
2. Lakukan aksi teatrikal

Dalam aksi hari ini, para jurnalis melakukan aksi berjalan mundur dari Balai Kota Malang menuju Kantor DPRD Kota Malang. Ini sebagai simbol mundurnya reformasi dan kebebasan pers di Indonesia.
Mereka juga melakukan aksi teatrikal dengan membungkam mulut menggunakan striker dan merantai diri. Ini sebagai simbol usaha pembungkaman kebebasan berpendapat oleh pemerintah.
"RUU ini sangat menyesatkan karena berisi tentang pembungkaman pers. Kami menilai ada beberapa pasal yang bermasalah, tapi sebetulnya secara keseluruhan memang kami persoalkan. Kami juga menilai undang-undang penyiaran ini senyap, tidak begitu terbuka tapi tiba-tiba muncul," jelasnya.
3. Terancam UU ITE dan RUU Penyiaran

Ketua IJTI Malang Raya, Mochammad Tiawan mengatakan jika jurnalis di Indonesia sudah terancam dengan keberadaan UU ITE. Tapi kini ancaman mereka bertambah dengan adanya Pasal 50B Ayat 2 huruf K yang merupakan pasal karet, pasalnya ada banyak tafsir tentang penghinaan dan pencemaran nama baik di dalamnya.
Pasal ini menurutnya akan mengancam kerja-kerja jurnalis di Indonesia. Sehingga bisa menjadi senjata upaya kriminialisasi jurnalis.
"Kita akan mengirim surat rekomendasi kepada DPRD se-Malang Raya. Agar rekomendasi itu diteruskan ke DPR RI," tandasnya.