Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Lentera di Ruang Postmortem

IDN Times/Ardiansyah Fajar.
Kantong jenazah ke-55 tiba di RS Bhayangkara Surabaya. IDN Times/Ardiansyah Fajar.
Intinya sih...
  • Mahasiswa pascasarjana Ilmu Forensik Unair menjadi relawan Tim Disaster Victim Identification (DVI) Polda Jawa Timur.
  • Mereka fokus pada pra-identifikasi barang bukti, membersihkan dan mendokumentasikan setiap benda dengan hati-hati.
  • Tim mahasiswa bergantian menjaga pos di ruang otopsi, menghadapi beban emosional namun tumbuh dari kebersamaan.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Surabaya, IDN Times - Di antara bau formalin yang menusuk dan suara langkah kaki di ruang postmortem RS Bhayangkara Surabaya, sekelompok anak muda tampak sibuk bekerja dalam diam. Mereka bukan dokter senior, bukan pula penyidik kepolisian, melainkan mahasiswa pascasarjana Ilmu Forensik Universitas Airlangga (Unair). Salah satunya, Rafika Nur Hafidah (25) yang siang itu mengenakan jas laboratorium putih dengan wajah tegar, meski matanya menyimpan kelelahan.

Rafika adalah mahasiswa semester dua Magister Ilmu Forensik Sekolah Pascasarjana (SPS) Unair. Ia bergabung sebagai relawan dalam Tim Disaster Victim Identification (DVI) Polda Jawa Timur, menangani proses identifikasi korban tragedi ambruknya bangunan pondok pesantren Al Khoziny di Sidoarjo.

Sejak awal Oktober 2025, tim mahasiswa Unair membantu langsung proses penanganan jenazah, hingga posko postmortem dipindah ke RS Bhayangkara. Di sanalah, Rafika dan rekan-rekannya belajar menghadapi kenyataan paling pahit dari dunia forensik, berhadapan dengan kematian yang masif dan mendadak.

Bagi Rafika, keterlibatan ini bukan sekadar praktik lapangan, melainkan bentuk pengabdian ilmiah. Lulusan S1 Kimia itu memutuskan melanjutkan studi di bidang forensik karena ingin menjembatani sains dan kemanusiaan. “Saya selalu percaya bahwa ilmu tidak berhenti di laboratorium. Ada tanggung jawab moral di balik setiap temuan,” ujarnya dengan suara pelan.

Dalam operasi DVI ini, peran Rafika dan timnya berfokus pada pra-identifikasi barang bukti—dikenal sebagai property examination-. Setiap benda yang ditemukan bersama jenazah, mulai dari pakaian, perhiasan, hingga benda pribadi sekecil karet gelang, harus diperiksa dengan hati-hati.

Barang-barang itu dibersihkan dari lumpur, debu, atau darah, kemudian didokumentasikan secara detail, warna, motif, jenis bahan, dan ciri khas lainnya. Semua informasi kecil itu bisa menjadi kunci untuk mengungkap identitas korban. “Peran kami seperti menyusun potongan puzzle,” kata Rafika. “Setiap barang bukti adalah kepingan yang membantu membentuk gambaran utuh tentang siapa korban itu sebenarnya," lanjutnya.

Ia bercerita bagaimana selembar potongan kain atau kalung kecil bisa memicu pengenalan cepat oleh keluarga. Dalam proses itu, ketelitian dan empati menjadi dua hal yang tak terpisahkan. “Kami membersihkan setiap benda dengan perasaan hormat. Karena di baliknya, ada cerita hidup seseorang,” tambahnya.

Rafika tidak bekerja sendirian. Ia tergabung dalam tim mahasiswa Ilmu Forensik UNAIR yang dibagi dalam dua shift. Shift pertama terdiri atas Salva Sabrina Cahyani, Riantriana Fahrida Lestari, Ayu Annisa Ismira Ningrum, Nila Sasmitha Sari, dan Ananda Rizky Permata Rustan.

Sedangkan shift kedua, tempat Rafika bertugas, berisi Rheina Faticha Asyamsa Hidayat, Tsabita Zulfihandari, Maria Agustina Fitriayu Refi, dan Sitti Nadia Suleman. Mereka bergantian menjaga pos di ruang otopsi, memastikan proses berjalan cepat namun tetap presisi.

Namun, di balik ketekunan ilmiah itu, ada beban emosional yang tak ringan. Rafika mengaku, malam-malam di ruang postmortem seringkali terasa panjang dan sunyi. “Bagian paling mengguncang adalah ketika kami sadar bahwa sebagian besar korban masih anak-anak,” katanya, menunduk.

“Rasanya dada sesak. Tapi kami harus tetap fokus, karena kesalahan sekecil apa pun bisa berdampak besar bagi keluarga yang menunggu kabar," ungkapnya menambahkan.

Di tengah tekanan itu, kekuatan mereka justru tumbuh dari kebersamaan. Para mahasiswa, dokter forensik, dan tim DVI saling menguatkan. Kadang dengan lelucon kecil, kadang hanya dengan saling menepuk bahu setelah shift selesai. “Berkat tim, kami bisa bertahan. Kami saling mengingatkan untuk istirahat, saling mengucapkan terima kasih. Hal sederhana, tapi sangat berarti,” ungkapnya.

Para dokter, lanjut Rafika, bukan hanya menjadi pembimbing teknis, tetapi juga pelindung mental. “Mereka mengajarkan bahwa menjadi forensikawan bukan hanya soal mengidentifikasi, tapi juga menghormati kehidupan yang pernah ada di tubuh itu," katanya.

Motivasi Rafika untuk tetap bertahan di tengah kelelahan dan kedukaan sederhana. Kemanusiaan. Ia ingin melihat bagaimana teori yang selama ini dipelajari di ruang kuliah benar-benar bekerja di lapangan, dalam situasi nyata. “Saya belajar bahwa di balik setiap proses identifikasi, ada keluarga yang menunggu kepastian. Setiap langkah kami adalah bentuk empati dan tanggung jawab moral,” ujarnya tegas.

Salah satu sosok yang banyak menginspirasinya adalah anggota DVI senior, Syarifuddin yang mendampingi tim mahasiswa. Rafika menyebutnya sebagai teladan kesabaran dan ketelitian. “Beliau selalu mengingatkan kami untuk tidak hanya bekerja cepat, tapi juga penuh hormat. Setiap korban harus diperlakukan seperti masih hidup," kenangnya.

Pengalaman ini mengubah cara pandangnya terhadap profesi forensik. Di balik kesan menyeramkan dan kelam, Rafika justru menemukan nilai-nilai kemanusiaan yang dalam. “Saya menyadari bahwa pekerjaan ini bukan tentang kematian, tapi tentang memberi kehidupan kembali bagi mereka yang ditinggalka,” ucapnya.

Ia menutup kisahnya dengan sebuah refleksi yang menyentuh. Dikutip dari sebuah drama Korea yang pernah ia tonton, Rafika berkata, “Untuk apa orang buta membawa lentera di malam hari? Agar orang lain tidak menabraknya dan tidak tersesat dalam gelap.” “Apa yang kami lakukan mungkin tidak mengubah segalanya, tapi bisa menjadi cahaya bagi keluarga yang menunggu. Lentera itu adalah kemanusiaan," pungkasnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Faiz Nashrillah
EditorFaiz Nashrillah
Follow Us

Latest News Jawa Timur

See More

Lentera di Ruang Postmortem

09 Okt 2025, 20:10 WIBNews