Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Konferensi Jenewa Gagal Beri Solusi Sampah Plastik, Ini Sebabnya

Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq saat meninjau Arboretum Sumber Brantas, Kota Batu. (IDN Times/Rizal Adhi Pratama)
Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq saat meninjau Arboretum Sumber Brantas, Kota Batu. (IDN Times/Rizal Adhi Pratama)
Intinya sih...
  • Menteri LH ungkapkan penyebab kegagalan konferensi di Jenewa
  • Indonesia tetap berkomitmen untuk menyelesaikan masalah sampah plastik
  • Menteri LH intervensi perusahaan untuk kurangi sampah plastik
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Malang, IDN Times - Menteri Lingkungan Hidup (LH), Hanif Faisol Nurofiq mengungkapkan kalau Komite Negosiasi Antarpemerintah (INC-5.2) di Jenewa, Swiss pada 5–13 Agustus 2025 gagal membentuk kesepakatan untuk menyelesaikan masalah sampah plastik. Meskipun menghasilkan dua draft revisi, namun pada sidang pleno 15 Agustus 2025 ditutup tanpa konsensus.

1. Menteri LH beberkan penyebab konferensi ini gagal

Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq saat meninjau Arboretum Sumber Brantas, Kota Batu. (IDN Times/Rizal Adhi Pratama)
Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq saat meninjau Arboretum Sumber Brantas, Kota Batu. (IDN Times/Rizal Adhi Pratama)

Hanif mengungkapkan kalau penyebab kegagalan ini karena tidak mungkin memaksakan semua negara anggota untuk menyelesaikan masalah sampah di negaranya dengan waktu yang tidak terlalu lama setelah penyusunan. Ia berpendapat kalau dibandingkan multilateral, agar dilakukan penguatan-penguatan bilateral antar negara-negara yang memiliki banyak emisi dengan yang didominasi negara-negara penghasil gas.

"Langkah yang paling mungkin disusun framework-nya, jadi semisal Paris Agreement yang dilakukan diratifikasi di hampir seluruh negara. Ini Indonesia sudah mengusulkan itu, pendapat ini diamini oleh kementerian lingkungan hidup Norwegia. Kedua penguatan bilateral dulu menuju multilateral, belajar dari Paris Agreement maka bilamana kita memaksakan multilateral maka hampir terjadi kekosongan instrumen selama lebih hampir 10 tahunan. Ini yang kemudian menjadi sebab deadlock-nya treat itu," terangnya saat berada di Universitas Brawijaya (UB) Malang pada Senin (18/8/2025).

2. Indonesia tetap berkomitmen untuk menyelesaikan sampah ini

Ilustrasi sampah di pinggir sungai. (Unsplash)
Ilustrasi sampah di pinggir sungai. (Unsplash)

Meskipun INC 5.2 di Jenewa berakhir dengan ketidaksepakatan, Hanif mengungkapkan kalau Indonesia tetap berkomitmen untuk menyelesaikan masalah sampah plastik di Indonesia. Langkah ini dilakukan dengan menerapkan batasan-batasan penggunaan plastik mulai dari palastik yang menimbulkan problematik.

Menurutnya plastik secara umum dibagi menjadi dua, pertama adalah plastik yang berguna karena hampir semua komponen hidup manusia ada plastiknya. Ada plastik yang berguna dan mampu ditangani sisa limbahnya dengan cara daur ulang. Sehingga daur ulang ini akan bekerjasama dengan Kementerian Perindustrian.

"Kedua plastik yang menjadi problematika lingkungan, plastik sekali pakai ini yang sekarang menjadi tantangan. Plastik yang menimbulkan masalah adalah plastik yang mengandung bahan berbahaya beracun, jadi terhadap dua hal yang terakhir ini Indonesia secara konsisten mengurangi itu," jelasnya.

3. Menteri LH juga intervensi perusahaan untuk kurangi sampah plastik

Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq saat meninjau Arboretum Sumber Brantas, Kota Batu. (IDN Times/Rizal Adhi Pratama)
Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq saat meninjau Arboretum Sumber Brantas, Kota Batu. (IDN Times/Rizal Adhi Pratama)

Lebih lanjut, Hanif menyebutkan jika untuk mendorong pengurangan limbah plastik ini dengan melakukan intervensi pada sejumlah perusahaan. Salah satunya menghentikan impor sampah plastik sejak 1 Januari 2025 lalu. Kemudian pemberlakuan Extended Produsen Responbilitiy (EPR) atau mewajibkan merek, produsen kemasan plastik, dan importir untuk bertanggung jawab atas plastik yang mereka masukkan ke pasar di seluruh siklus hidupnya.

"Jadi EPR yang hari ini bersifat voulentari, hari ini kita naikkan menjadi mandatori, semua kita wajib bertanggung jawab terkait dengan kemasan program pasca pakai yang diproduksi oleh kita masing-masing. Jadi tanggung jawab sampah ada tiga, pertama produsen ke rumah tangga dan kawasan. Kemudian konsepnya yang kita susun bersama teman-teman para wirausaha yang bergerak di bidang plastik," paparnya.

Kemudian ia melanjutkan kalau ada Peraturan Presiden tentang waste energi agar membangun sampah menjadi energi, terkhusus kabupaten kota yang memiliki timbunan sampah per hariannya mencapai 1.000 ton. Menurutnya, aturan ini telah disetujui oleh 4 menteri lain dan segera disahkan oleh Presiden Republik Indonesia sendiri.

"Tapi tanpa menunggu itu, hari ini kami juga sudah mengundang kota Malang, Kabupaten Malang, dan Kota Batu untuk saya melakukan verifikasi awal di dalam persiapan waste energi. Apakah memadai, di sini untuk dibangun waste energi atau tidak. Karena waste energi langkah terakhir, ibaratnya operasi sesar, ini pilihan terakhir kalau lahir secara alami tidak bisa. Karena banyak resiko, mulai dari memiliki pendanaan yang cukup besar, sehingga saran saya waste energi itu menjadi langkah terakhir saat sampah meledak seperti di Bantar Gebang, Jakarta," pungkasnya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Zumrotul Abidin
EditorZumrotul Abidin
Follow Us

Latest News Jawa Timur

See More

Pasutri Tewas di Ponorogo, Polisi Ringkus Terduga Pelaku

22 Sep 2025, 21:23 WIBNews