Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Sejumlah Pihak Kritisi Musyawarah Kubro PBNU di Lirboyo

Pelaksanaan Musyawarah Kubro di Ponpes Lirboyo Kediri. IDN Times/Bramanta Pamungkas
Pelaksanaan Musyawarah Kubro di Ponpes Lirboyo Kediri. IDN Times/Bramanta Pamungkas
Intinya sih...
  • Hasil Musyawarah Kubro di Lirboyo menuai beragam tanggapan dari sejumlah pihak, termasuk mantan Ketua PBNU Andi Jamaro Dulung.
  • Menurut Andi Jamaro Dulung, forum non-konstitusional tidak memiliki kewenangan untuk memberikan tenggat waktu, ultimatum, ataupun mencabut dan mengalihkan mandat PBNU dari Rais Aam dan Ketua Umum kepada Mustasyar.
  • A'wan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Abdul Muhaimin menegaskan pentingnya menjaga konstitusi organisasi Nahdlatul Ulama serta marwah jam’iyah di tengah dinamika yang terjadi di internal PBNU.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Surabaya, IDN Times - Hasil Musyawarah Kubro yang digelar oleh sejumlah sesepuh NU, Mustasyar PBNU, PWNU, PCNU, serta unsur Badan Otonom (Banom) di Pondok Pesantren Pondok Pesantren Lirboyo, Ahad (21/12/2025), menuai beragam tanggapan. Sebagian pihak menilai forum tersebut berpotensi memunculkan kelompok baru di tengah dinamika konflik internal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.

Mantan Ketua PBNU periode 1999–2010, Andi Jamaro Dulung, menyampaikan pandangannya terhadap sejumlah poin hasil Musyawarah Kubro tersebut. “Pertama, kita tentu menghormati semua ikhtiar dan niat baik para masyayikh dalam mencari jalan keluar atas dinamika yang terjadi di tubuh PBNU,” ujar Andi Jamaro Dulung.

Namun demikian, ia menegaskan bahwa setiap upaya penyelesaian, termasuk melalui jalan ishlah, harus dilakukan dengan cara-cara yang tidak bertentangan dengan AD/ART dan Peraturan Perkumpulan (Perkum) sebagai pijakan utama organisasi. Menurutnya, secara konstitusional istilah Musyawarah Kubro tidak dikenal dalam struktur permusyawaratan NU.

Ia merujuk Anggaran Dasar Nahdlatul Ulama Pasal 22 yang hanya mengakui forum resmi berupa Muktamar, Muktamar Luar Biasa, Musyawarah Nasional Alim Ulama, dan Konferensi Besar. “Tidak terdapat istilah maupun forum bernama Musyawarah Kubro dalam AD NU,” kata dia.

Ia juga menjelaskan bahwa Pasal 27 AD NU hanya mengenal jenis rapat seperti Rapat Kerja, Rapat Pleno, Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah, serta rapat lain yang dianggap perlu, tanpa kewenangan mengambil keputusan setingkat Muktamar. Dengan demikian, hasil Musyawarah Kubro tidak dapat dikategorikan sebagai keputusan permusyawaratan resmi jam’iyyah.

Andi Jamaro Dulung menambahkan, forum non-konstitusional tidak memiliki kewenangan untuk memberikan tenggat waktu, ultimatum, ataupun mencabut dan mengalihkan mandat PBNU dari Rais Aam dan Ketua Umum kepada Mustasyar.

“Mandat PBNU bersumber dari Muktamar dan hanya dapat dievaluasi melalui mekanisme organisasi yang sah,” ujarnya.

Selain itu, ia menegaskan bahwa Muktamar Luar Biasa (MLB) bukan kewenangan PWNU atau PCNU. Berdasarkan Anggaran Dasar NU, MLB dipimpin dan diselenggarakan oleh PBNU, bukan oleh kepengurusan wilayah maupun cabang. Karena itu, penetapan waktu MLB di luar mekanisme resmi seperti Konferensi Besar dinilai tidak sah dan tidak memiliki legitimasi jam’iyyah.

Menurut Andi Jamaro Dulung, menjaga keutuhan NU justru harus ditempuh dengan ketaatan pada konstitusi organisasi dan adab khittah jam’iyyah. “Keutuhan Nahdlatul Ulama tidak dijaga melalui tekanan, ultimatum, atau forum non-konstitusional, melainkan dengan ketaatan pada AD/ART dan menjaga adab dalam menyikapi perbedaan,” kata dia.

Sementara itu, A’wan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Abdul Muhaimin mengatakan, bahwa forum yang disebut Musyawarah Kubro yang digelar di Pondok Pesantren Lirboyo, menurutnya, istilah tersebut tidak memiliki dasar konstitusional dalam struktur permusyawaratan NU. Dalam Anggaran Dasar NU Pasal 22, forum yang diakui secara organisasi hanyalah Muktamar, Muktamar Luar Biasa, Musyawarah Nasional Alim Ulama, dan Konferensi Besar.

“AD NU juga hanya mengenal jenis rapat seperti Rapat Kerja, Rapat Pleno, serta Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah. Forum di luar itu tidak memiliki kewenangan mengambil keputusan setingkat Muktamar,” ujarnya Selasa (23/12/2025) kepada wartawan.

KH. Abdul Muhaimin menambahkan bahwa Mustasyar NU tidak memiliki kewenangan struktural untuk mengundang seluruh fungsionaris NU dari tingkat PBNU hingga PWNU dan PCNU. Berdasarkan AD NU Pasal 17, Mustasyar berfungsi sebagai penasihat yang memberikan nasihat dan masukan, tanpa kewenangan eksekutif maupun legislatif.

“Nasihat boleh diberikan, diminta atau tidak diminta. Tetapi tidak ada kewenangan untuk memaksakan nasihat apalagi dengan tekanan atau ancaman. Itu justru berpotensi menjadi preseden buruk bagi jam’iyah NU,” ujarnya.

Ia juga mengingatkan bahwa PBNU telah menyelenggarakan Rapat Pleno pada 9 Desember 2025, di mana keputusan organisasi diambil melalui forum yang sah, prosedural, dan diatur secara konstitusional. Karena itu, keputusan tersebut bersifat mengikat dan wajib dipatuhi oleh seluruh pengurus serta warga NU.

Menurutnya, kehadiran sejumlah pejabat negara dalam Rapat Pleno PBNU tersebut menunjukkan pengakuan terhadap legalitas forum dan proses yang dijalankan.

“Adapun berbagai nasihat, saran, dan rekomendasi dari warga NU melalui forum non-struktural atau forum kultural tetap kita hormati sebagai aspirasi, sepanjang tidak bertentangan dengan AD/ART dan konstitusi organisasi,” kata KH. Abdul Muhaimin.

Menurutnya, penting menjaga konstitusi organisasi Nahdlatul Ulama serta marwah jam’iyah di tengah dinamika yang terjadi di internal PBNU. Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Ummahat, Prenggan, Kotagede, Yogyakarta ini mengatakan, Rais Aam PBNU beserta jajaran Syuriyah NU harus tetap berpegang teguh pada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) NU serta Peraturan Perkumpulan (Perkum) yang berlaku.

“Dalam menjaga keutuhan dan marwah NU, Syuriyah harus tetap berdiri di atas konstitusi organisasi dan tidak terpengaruh oleh tekanan, ancaman, atau ultimatum dari pihak-pihak yang tidak memiliki otoritas struktural,” ujar KH. Abdul Muhaimin.

Ia menegaskan, sikap tersebut sejalan dengan kaidah fikih dar’ul mafasid muqaddamun ‘ala jalbil mashalih, yang mengajarkan bahwa mencegah kerusakan termasuk potensi pelanggaran AD/ART dan pelemahan marwah organisasi harus didahulukan daripada upaya meraih kemaslahatan yang berisiko menimbulkan mudarat.

Terkait upaya mencari jalan keluar atas dinamika di PBNU, termasuk melalui ishlah, KH. Abdul Muhaimin menekankan bahwa seluruh ikhtiar tersebut harus ditempuh dengan cara-cara yang tidak bertentangan dengan AD/ART dan Perkum sebagai pijakan utama tata kelola organisasi.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Zumrotul Abidin
EditorZumrotul Abidin
Follow Us

Latest News Jawa Timur

See More

Ratusan Prajurit Kodam V/Brawijaya Dikirim ke Aceh, Bawa Alat Berat

23 Des 2025, 16:59 WIBNews