11 Grup Reog Ponorogo Meriahkan Puncak Grebeg Suro 2025

- Singo Barong sembilan ekor dari Unibra menjadi sorotan utama malam itu, sukses memukau penonton dan dewan juri.
- Setiap grup reog membawa cerita dan tema yang berbeda, menunjukkan perkembangan Reog dari waktu ke waktu.
- Area alun-alun dipadati penonton dan pengunjung UMKM, menandakan perayaan budaya yang hangat dan menyatukan semua kalangan.
Ponorogo, IDN Times – Rabu malam (25/6/2025), langit Ponorogo penuh cahaya lampu panggung dan sorak sorai penonton. Hari terakhir Festival Nasional Reog Ponorogo (FNRP) XXX benar-benar jadi penutup yang spektakuler dalam rangkaian Grebeg Suro 2025. Ribuan warga memadati Alun-alun Kabupaten Ponorogo, menyaksikan satu per satu penampilan grup reog terbaik dari berbagai penjuru daerah. Sebanyak 11 grup tampil di malam puncak, membawakan koreografi unik yang dikemas apik dengan musik gamelan yang menggema di antara keramaian. Penampilan mereka menjadi simbol betapa Reog tetap hidup, tumbuh, dan dicintai generasi muda.
1. Sorotan utama, Singo Barong sembilan ekor dari UB

Salah satu momen paling mencuri perhatian malam itu adalah aksi kolosal dari Reog Brawijaya, perwakilan Universitas Brawijaya Malang. Tampil garang dan energik, mereka menyuguhkan sembilan Singo Barong sekaligus di atas panggung. Atraksi itu sukses memukau penonton dan dewan juri.
Tak sedikit penonton yang berdiri dari kursi, mengangkat ponsel, lalu merekam setiap gerakan penari dan barongan yang beradu ritme. Riuh tepuk tangan pecah begitu pertunjukan usai.
“Penampilannya luar biasa, dari segi konsep dan eksekusi sangat matang. Pantesan banyak yang nungguin mereka tampil,” ujar Lisa (22), salah satu penonton asal Tulungagung.
2. Setiap grup punya cerita, punya warna

Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko, yang akrab disapa Kang Giri, tampak hadir langsung dan menikmati pertunjukan hingga selesai. Ia menyebut, hari terakhir FNRP XXX adalah puncak dari dedikasi para peserta yang telah berlatih berbulan-bulan lamanya. “Masing-masing grup punya pesan, punya tema. Ada yang tentang alam, kepemimpinan, hingga perjuangan,” ujarnya.
Tak hanya soal hiburan, penampilan malam itu juga menunjukkan bagaimana Reog terus berkembang dari waktu ke waktu. Para peserta berhasil menggabungkan unsur tradisional dan kontemporer, tanpa menghilangkan identitas khas Reog Ponorogo.
3. Penonton membludak

Sepanjang area alun-alun, tenda-tenda UMKM pun ramai diserbu pengunjung. Mulai dari makanan khas Ponorogo hingga cinderamata bernuansa Reog, semuanya laris manis. Suasana malam itu benar-benar jadi perayaan budaya yang hidup, hangat, dan menyatukan semua kalangan.
FNRP XXX menjadi penutup yang manis untuk rangkaian Grebeg Suro 2025, setelah sebelumnya digelar Festival Reog Remaja (FRR) XXI pada 18–21 Juni lalu. Meski Kang Giri mengakui ada beberapa kekurangan, ia berharap festival tahun depan akan lebih matang dan megah.
“Terima kasih kepada semua peserta dan masyarakat yang ikut menyukseskan. Mari kita perbaiki dan siapkan yang lebih baik untuk tahun depan,” ucapnya.
Dengan berakhirnya FNRP XXX, rangkaian Grebeg Suro 2025 resmi ditutup. Namun semangat dan cinta masyarakat terhadap kesenian Reog justru semakin menggelora. Dari panggung terbuka malam itu, Ponorogo sekali lagi membuktikan: Reog bukan hanya warisan budaya, tapi juga identitas dan kebanggaan yang tak lekang oleh zaman.