Hutan Mangrove Surabaya Dipenuhi Sampah, Ecoton: Bangun Pagar Laut!

- Hutan Mangrove Wonorejo, Surabaya penuh sampah plastik yang mengancam ekosistem pesisir.
- Sampah plastik menyebabkan stres pada tanaman mangrove dan kematian sejumlah pohon mangrove.
- Ecoton menuntut pembangunan pagar laut sebagai penghalang sampah plastik masuk ke ekosistem pesisir dan pelarangan jenis plastik tertentu.
Surabaya, IDN Times - Yayasan Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (Ecoton Foundation) mendapati banyak sampah menjerat akar-akar pohon mangrove di Hutan Mangrove Wonorejo, Surabaya. Ecoton pun meminta pemerintah bertindak.
Temuan sampah-sampah itu didapati saat menggelar aksi bersama dengan komunitas Marapaima menggelar aksi bersih-bersih mangrove pada Sabtu (26/7/2025). Aksi yang diikuti 25 orang itu telah mengevakuasi 800 kilogram sampah plastik yang menyangkut di akar dan batang pohon mangrove.
Koordinator Audit Sampah Ecoton, Alaika Rahmatullah mengatakan, banyak pohon mangrove ditemukan terjerat sampah plastik yang menyangkut di akar dan batangnya. Kondisi ini menghambat pertumbuhan tanaman dan mengancam keseimbangan ekosistem pesisir.
Menurutnya, program pengurangan sampah plastik sebanyak 70 persrn terbukti gagal karena yang bocor dari DAS Brantas menyebabkan kematian pohon. Target pengurangan sampah plastik sebesar 70 persen sesuai Perpres No.83/2018 tentang penanganan sampah laut tidak tercapai akibat kebocoran sampah dari DAS Brantas yang terus mengalir ke wilayah pesisir.
"Sampah ini menyebabkan stres pada tanaman dan berujung pada kematian sejumlah pohon mangrove," kata dia.
Temuan Ecoton, sampah didominasi oleh kresek, styrofoam, sedotan dan sachet. Hasil audit sampah menunjukkan dominasi sampah plastik unbrand seperti kresek, sedotan dan styrofam sebanyak 55 persen.
"Kemudian untuk sampah plastik brand berasal dari produsen besar seperti Unilever 15 persen, Wings 10 persen, Indofood 8 persen, Mayora 7 persen, dan Garuda Food 5 persen," katanya.
Temuan sampah plastik yang menjerat mangrove di pantai timur Surabaya, semakin memperkuat fakta bahwa berdasarkan laporan dari OECD 2022 hanya sekitar 9 persen dari total sampah plastik global yang benar-benar berhasil didaur ulang. Sisanya, sebagian besar berakhir di TPA, dibakar, mencemari ekosistem laut dan darat. Rendahnya tingkat daur ulang plastik disebabkan oleh tidak semua jenis plastik dapat didaur, terutama kemasan multilayer seperti sachet.
“Setelah melihat kondisi mangrove di pesisir timur pantai Surabaya, kami menegaskan bahwa meskipun plastik yang dapat didaur ulang seperti PET sering terkontaminasi, sehingga akhirnya dibuang. Sementara itu, produksi plastik sekali pakai terus meningkat, sedangkan infrastruktur daur ulang tak mampu mengimbanginya, menjadikan daur ulang hanya solusi semu tanpa pengurangan konsumsi” ujarnya.
Atas temuan yang ada, Ecoton menutut pemerintah segera membangun pagar laut di sebagai penghalang sampah plastik masuk ke ekosistem pesisir dan lindungi mangrove dari jeratan sampah plastik. Kemudian, meminta pemerintah mengoptimalisasi pengelolaan sampah di hulu, khususnya disepanjang DAS brantas untuk mencegah limpasan sampah ke wilayah pesisir.
"Larangan Terhadap Plastik Sekali Pakai, Menuntut pelarangan jenis plastik tertentu yang paling mencemari dan sulit terurai, seperti kresek, sedotan, styrofoam, sachet multilayer" jelasnya.
Ecoton meminta pemerintah melakukan penguatan kolaborasi antara pemerintah, komunitas lokal, dan produsen dalam program pengurangan plastik sekali pakai.
"Kami mendorong terhadap produsen untuk menerapkan Extended Producer Responsibility (EPR) secara ketat, termasuk tanggung jawab atas pengumpulan dan pemulihan dampak lingkungan," pungkas dia.