Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Cerita Penerima KIPK UPN Jatim, Geram dengan Gaya Hedon Temannya

Mahasiswa baru UPN Veteran Jawa Timur. (www.upnjatim.ac.id)

Surabaya, IDN Times - Belakangan, banyak bertebaran nama mahasiswa Universitas penerima Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIPK) tengah digunjing di media sosial khususnya di platform X. Lantaran gaya hidup mereka yang terpampang di media sosial dianggap berkecukupan sehingga tak sesuai untuk mendapat dana bantuan pendidikan tersebut. Parahnya, sejumlah netizen bahkan sampai melakukan doxing (menyebar luaskan informasi pribadi) para oknum penerima KIPK. 

Entah cara apa yang digunakan para mahasiswa 'nakal' itu untuk diterima sebagai penerima KIPK. Hal ini nyatanya juga memicu geramnya mahasiswa penerima KIPK yang memang benar kurang secara finansial. Sebut saja Reni (nama disamarkan). Salah satu penerima KIPK di Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jawa Timur. Ia menyebut di balik dana KIPK yang diterimanya, justru ada tanggung jawab yang harus ia emban.

Reni yang asli Lamongan merupakan anak sulung dari dua bersaudara. Adiknya saat ini masih duduk di bangku kelas 5 SD. Ayahnya seorang buruh tani dan ibunya merupakan ibu rumah tangga. Reni yang hendak lulus SMA awalnya tak tahu menahu soal program KIPK. Barulah suatu hari ia tahu dari tetangganya yang juga memiliki anak sepantaran dengan Reni. 

"Dulu aku tahu program ini karena di desaku ada anak tetangga yang kurang mampu tapi dapat biaya buat kuliah, terus ada imbauan juga dari Badan Konseling di sekolah buat yang ekonominya kurang untuk kuliah sebaiknya daftar KIPK," jelasnya.

Dorongan untuk mendaftar KIPK muncul dari dalam diri Reni, terlebih tatkala harus melihat sang ayah berjuang melawan penyakitnya yang kerap kali kambuh. Reni enggan untuk menjelaskan penyakit tersebut, namun kondisi itu sudah berlangsung sejak Reni SMP dan mengganggu aktivitas sehari-hari sang ayah.

"Kalau kambuh bisa nggak ke sawah. Karena ayah cuma bisa berbaring dan itu paling lama dialami ayah sampai sebulan. Untungnya ayah bisa dapat perawatan gratis karena ada saudara yang petugas puskesmas," ujar gadis kelahiran 2004 ini.

Akhirnya, sebelum melangsungkan Ujian Tes Berbasis Komputer (UTBK) Reni mendaftarkan dirinya ke program KIPK melalui web Kemendikbud. Proses pendaftaran terbilang panjang dan rumit bagi Reni. Pengumuman lolos pendanaan KIPK baru ia terima ketika sudah menjadi maba.

"Banyak berkas yang harus disiapkan dan melibatkan aparat desa. Pertama dulu aku daftar di website Kemendikbud. Pas udah lolos UTBK nyiapin banyak berkas kaya SKTM, surat rumah, foto rumah, gaji orang tua. Tapi ini belum menentukan lolos KIPK karena pengumuman baru turun 2 bulan setelah ospek," katanya.

Soal sistem pendanaannya sendiri, sepemahaman Reni, setiap wilayah mendapat nominal yang berbeda-beda. Nominal ini juga ditentukan oleh aspek lain seperti pemilihan jurusan. Semakin tinggi dana yang dibutuhkan jurusan tersebut, semakin tinggi pula nominal KIPK yang didapat.

Selain itu, program KIPK juga dibagi menjadi 2 skema. Skema pertama mencakup pembiayaan UKT dan biaya hidup sehari-hari. Skema kedua hanya mengcover biaya UKT saja. 

"Aku kan agroteknologi, ya, dapat UKT Rp3,6 juta dicover KIPK. Sedangkan biaya hidup dapetnya Rp7,5 juta, kepotong Rp500 ribu perbulan buat kos. Itu semua cair setiap pergantian semester dan KIPK ini cuma bertahan sampai 4 tahun aja," ungkap Reni.

Kemudahan biaya pendidikan memang sudah Reni dapatkan. Namun, ada konsekuensi yang harus ia hadapi. Reni harus menjaga tanggung jawabnya sebaik mungkin sehingga bisa menuntaskan studi tepat 4 tahun, sesuai dengan habisnya masa pembiayaan KIPK. 

"Buat fokus sama kuliah aku jadi membatasi untuk nggak ikut kegiatan yang memang cuma buang-buang waktu dan tenaga. Jadi cukup selektif untuk ikut kegiatan dan nongkrong sama teman pun bisa dihitung sebulannya cuma 2-3 kali. Ya, karena hemat uang juga, sih, sebenernya hehe," kata Reni.

Reni terus menjaga nilai IPKnya agar tetap stabil atau lebih baik lagi meningkat. Terakhir, ia menerima hasil IPK sebesar 3.80. Ia bahkan mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa sebagai nilai plusnya selama di bangku perkuliahan. 

Susah payah usahanya menjaga agar studinya tetap berjalan lancar di tengah kondisi finansial yang sejatinya kurang mendukung. Tidak heran jika Reni kemudian geram melihat para oknum penerima KIPK yang umbar gaya hidup hedon dan kerap menghabiskan masa kuliah dengan bersenang-senang.

"Menurutku itu kelewatan, mereka orang-orang yang mampu secara finansial malah menggunakan hak anak-anak kurang mampu, padahal mereka punya tekad kuat buat kuliah tapi terhalang biaya. Dengan adanya hal tersebut stigma masyarakat terhadap anak KIPK juga jadi buruk. Ini juga karena pemerintah salah sasaran pendanaan KIPK, jadi gak berjalan secara maksimal," katanya.

Diakui Reni, bahkan di kampusnya sendiri, masih ia temui penerima KIPK lain yang datang berkuliah dengan barang branded dan gawai dengan merek mahal. Di situlah Reni menyadari bahwa penyelewengan KIPK tidak terjadi di satu perguruan tinggi saja. Masih ada masalah yang perlu dibenahi dalam sistem seleksi KIPK di banyak perguruan tinggi di  Indonesia.

Dikonfirmasi terpisah, Kasubbag Kemahasiswaan UPN Jawa Timur, Sudar menyayangkan selama ini UPN selalu mendapat kuota KIPK tidak lebih dari 450 mahasiswa. Jumlah itu menurutnya sangat kurang jika dibanding dengan kuota universitas lain. Maka dari itu, UPN menyediakan bantuan alternatif melalui beasiswa internal kampus maupun dari pemerintah. 

"Kami selalu kekurangan kuota. Bayangkan tahun lalu pendaftar ada 700an dan kuota kami diberi hanya sekitar 440an. Untuk itu kami juga bantu arahkan ke beasiswa lain seperti beasiswa dari UPN sendiri, beasiswa BI, maupun dari pemkot," katanya.

Meski kuota yang didapat tak banyak, Sudar menegaskan pihak kampus selalu melakukan pengecekan berkas dan seleksi secara ketat terhadap para kandidat penerima dana KIPK. Ia memastikan mahasiswa KIPK di UPN saat ini memang terkendala secara finansial dan sudah sesuai dengan prasyarat lainnya.

"Kalau berkas kurang meyakinkan, kami turun cek lapangan mbak. Contohnya yang baru ini ada mahasiswa dari Gresik tidak melampirkan SKTM, kami langsung datangi rumahnya. Memang benar tidak mampu. SKTM tidak turun karena kelurahan tidak mau, katanya biar keterangan RT RW saja," jelas Sudar.

Menanggapi isu mahasiswa penerima KIPK yang kepergok menggunakan barang mewah, Sudar berkata pihak kampus tidak tahu menahu soal itu kecuali ada laporan yang masuk. Oleh karenanya, ia mengharapkan kejujuran mahasiswa karena menurutnya dari segi sistem KIPK sendiri sudah terancang dengan baik.

"Kami tidak tahu dan tidak kami proses sampai ada laporan dan bukti kuat. Untuk mahasiswa sebanyak itu kan tidak mungkin kami pantau terus satu per satu. Kembali ke kejujuran masing-masing, kalau jujur kan enak, kami juga pelaksana tidak ribet tinggal cek berkas saja," ucapnya.

Sudar juga mengimbuhkan pihak kampus telah membuat grup khusus mahasiswa KIPK. Tujuannya selain memudahkan penyaluran informasi penting, juga sebagai alat bagi penerima KIPK untuk saling pantau dengan yang lain. Walau sudah dibuat begitu, sejauh ini nyatanya kampus belum pernah menerima laporan pelanggaran KIPK.

"Sejauh ini belum ada laporan mbak. Kalau yang mengundurkan diri secara pribadi pernah ada. Ya itu tadi kami harap kejujuran mahasiswa masing-masing. Ibaratnya KIPK ini perkara yang urusannya dengan Tuhan," tutupnya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Zumrotul Abidin
EditorZumrotul Abidin
Follow Us