Perjuangan Pendeta di Surabaya, 25 Tahun Menanti Izin Operasi Gereja

Bangunan gerejanya kini terbengkalai

Surabaya, IDN Times - Yani (nama samaran) lantang berbicara di depan forum seminar kebangsaan di Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya, Sabtu (19/11/2022). Ia terang-terangan di depan perwakilan Pemerintah, kepolisian dan DPRD Kota Surabaya mengatakan sulitnya mendapatkan izin pengoperasian gereja. 

Tahun 1977 silam, suami Yani membangun sebuah gereja di Kecamatan Sawahan. Gereja itu adalah cabang dari Gereja Pantekosta Pusat Surabaya di Arjuno. Semua izin telah ia kantongi, termasuk izin dari warga sekitar. 

"Tapi izinnya itu cuma tetangga kanan kiri depan saja yang setuju, sebagain warga lain tidak setuju," kata Yani.

Saat itu, dirinya dibantu oleh seorang tentara. Meski ada warga yang tidak setuju, gereja tersebut tetap beroperasi. 

"Kami kan juga butuh pendidikan rohani, gereja pusat di Arjuno jauh. Tentara itu bilang kami dukung, nah salahnya gak ada hitam di atas putih," ujar Yani yang juga merupakan pendeta di gerejanya. Jemaatnya waktu itu cukup banyak. Setiap kebaktian setidaknya ada sekitar 150 orang yang hadir. 

Namun, saat gereja tersebut mulai direnovasi pada tahun 1997 dan  Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dirurus, banyak orang luar daerah yang pindah ke wilayah tempat Yani tinggal. Orang-orang baru itu kemudian meminta Gereja untuk ditutup.

"Waktu kami kebaktian, mereka minta gereja untuk ditutup. Tutup, tutup gitu," cerita dia.

Kata Yani, warga takut adanya kristenisasi jika gereja tidak di tutup. Lalu, dengan berbagai macam musyawarah yang dilakukan Yani dan suaminya, gereja tersebut akhirnya resmi ditutup. 

Saat ini, sampai hampir 25 tahun lebih gereja tak lagi digunakan. Kondisinya terbengkalai, yang tersisa hanya bangku-bangku dan salib yang kian berdebu. "Sampai sekarang, sampai mau rubuh, dimakan rayap," tutur dia. 

Jemaatnya pun terpaksa harus menyewa sebuah gedung untuk ibadah di jalan WR Soepratman. Sekali pakai, ia harus membayar Rp500 ribu. 

Yani hanya bisa berharap agar pemerintah bisa membantunya mengoperasikan kembali gereja yang telah lama terbengkalai itu. "Kalau dapat izin, tetap akan untuk gereja," kata dia. 

Pernyataan Yani ini, didengar oleh Perwakilan Pemerintah Kota Surabaya, Afghani Whardana  yang merupakan Staf Ahli Wali Kota Bidang Hukum Politik dan Pemerintahan. Ia meminta Yani untuk datang ke Kantor Pemerintah Kota Surabaya dengan membawa sejumlah persyaratan. 

"Selama syarat-syarat terpenuhi, bagi pemerintah itu tidak ada alasan untuk memberikan izin, termasuk juga ada rekomendasi FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama) bapak Wali Kota juga memberi izin jadi saya kira tidak ada alasan," kata Afghani.

Sementara itu, pengurus Badan Musyawarah (Bamag) Surabaya, Yordan M Batara Goa mengatakan, Yani bukan satu-satunya orang di Surabaya yang sedang berjuang dalam pengoperasian gereja. Sulitnya izin operasional gereja memang menjadi masalah intoleransi paling banyak di Kota Surabaya. Namun, Yordan tidak bisa mengatakan berapa jumlah gereja di Surabaya yang kini belum berizin. 

"Sebagian sudah bisa diselesaikan oleh petinggi, melalui tokoh agama maupun pemimpin," ujar Yordan. 

Dirinya berjanji akan terus berupaya agar masalah intoleransi di Surabaya bisa terus diminimalisir, termasuk soal izin operasional gereja. "Ada saja kasus, terjadi gesekan-gesekan, kita mengupayakan Surabaya kota toleran bisa terwujud," pungkasnya

Baca Juga: 6 Gereja Terbesar di Indonesia, Tampung Puluhan Ribu Jemaat

Topik:

  • Faiz Nashrillah

Berita Terkini Lainnya