Buruh Jatim Tahan Usulan Upah 2026, Tunggu Juknis Kemenaker

- Buruh Jawa Timur menahan sikap resmi terkait pembahasan UMP dan UMK 2026 karena menunggu juknis dari Kemenaker.
- FSPMI Jawa Timur menuntut kenaikan UMK 2026 sebesar 8,5-10% dari tahun sebelumnya agar tetap relevan dengan kondisi ekonomi buruh.
- Buruh berharap kenaikan UMP Jawa Timur 2026 mendekati Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dan menilai kejelasan juknis dari Kemenaker menjadi kunci dalam pembahasan upah minimum.
Surabaya, IDN Times - Serikat buruh di Jawa Timur masih menahan sikap resmi terkait pembahasan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) 2026. Hingga kini, pembahasan di tingkat daerah belum berjalan karena buruh menunggu petunjuk teknis (juknis) dari Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker).
Wakil Sekretaris DPW Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Jawa Timur, Nuruddin Hidayat, mengatakan bahwa buruh belum menyampaikan usulan resmi ke dewan pengupahan lantaran belum adanya pedoman dari pemerintah pusat.
“Terkait upah minimum tahun 2026, baik UMP maupun UMK, kami di daerah masih menunggu juknis dari Kemenaker. Tanpa juknis, pembahasan belum bisa berjalan,” ujar Nuruddin, Minggu (14/12/2025).
Meski demikian, FSPMI Jawa Timur sudah menyiapkan sikap awal. Untuk UMK 2026, buruh menuntut kenaikan di kisaran 8,5 hingga 10 persen dibanding UMK tahun 2025. Angka tersebut dinilai sebagai batas minimum agar kenaikan upah tetap relevan dengan kondisi ekonomi buruh.
“Untuk UMK sendiri, tuntutan kami kenaikannya 8,5 sampai 10 persen dari UMK tahun berjalan,” jelasnya.
Sementara untuk UMP Jawa Timur 2026, buruh berharap kenaikannya mengacu pada Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Nuruddin menilai, UMP Jatim saat ini masih jauh dari kebutuhan riil pekerja.
“Harapan kami, kenaikan UMP sekurang-kurangnya mendekati KHL tahun 2025, yaitu sekitar Rp3,5 juta. Saat ini UMP Jatim masih Rp2,3 juta dan menjadi salah satu yang terendah di Indonesia,” ungkapnya.
Menurut FSPMI, kejelasan juknis dari Kemenaker menjadi kunci agar pembahasan upah minimum dapat dilakukan secara adil dan terukur, baik oleh pemerintah daerah, pengusaha, maupun perwakilan buruh.
“Begitu juknis turun, kami siap masuk ke pembahasan dewan pengupahan. Harapannya, kebijakan upah 2026 benar-benar berpihak pada kelayakan hidup buruh,” pungkas Nuruddin.


















