Duka Basuni, Anak Tercinta Menjemput Maut di Pesantren

Jenazahnya penuh luka, pesantren membantah

Lamongan, IDN Times - Basuni (38) masih tak menyangka anak kesayangannya MHN (14) harus meninggal dengan cara yang janggal. Santri kelas 1 Madrasah Tsanawiyah di Pondok Pesantren Tarbiyatut Tholabah, Desa Kranji, Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan itu tewas, diduga dianiaya. "(MHN) belum pulang sama sekali mbak. Pulang-pulang sudah dalam keadaan meninggal," ujar Basuni dihubungi IDN Times, Senin (4/9/2023). 

Dengan suara parau, ia menceritakan runut bagaimana kejadian maut itu. Menurut Basuni, pada Juli 2023 lalu ia menitipkan MHN ke pesantren tersebut. Harapan besar ia sematkan kepada sang putra. Kelak, saat keluar dari pesantren, pria asal Desa Brengkok, Kecamatan Brondong, Kabupaten Lamongan ini bermimpi sang anak bisa menjadi seorang yang sukses dan mandiri.

Sayangnya, mimpi itu sirna. Mulanya, pada Sabtu (19/8/2023), Basuni mendapat kabar dari tetangganya bahwa MHN sakit. 

"Terakhir kalau gak salah tanggal 19 (Agustus) dapat kabar dari teman sekampung yang anaknya juga di pondok. Dia bilang 'anakmu loro,' (sakit) pihak pondok gak ngasih tahu. Aku telepon pihak pengurus gak ada jawaban. Konfirmasi wali kelas, terus aku dikasih nomor Danang (pengurus Pondok). Tak telepon gak diangkat," ujar dia. 

Sehari setelah mendapat kabar itu, pada Minggu (20/8/2023), tiba-tiba saja Wali Kelas MHN di MTs memberi kabar bahwa MHN sembuh dari sakit. Wali kelas tersebut juga membagikan foto dan pesan suara MHN. 

"Isinya pesan suara itu intinya 'ibu, saya baik-baik saja dan besok sudah bisa sekolah lagi,' tapi dari pihak pondok tidak pernah memberi tahu jika anakku sakit atau gimana," jelas dia. 

Basuni menduga, foto dan pesan suara tersebut diambil di rumah wali kelas MHN. Dari foto dan pesan suara itu, Basuni sudah curiga bahwa MHN tidak baik-baik saja. "Kalau saya lihat di foto sudah pucet, bahkan kalimat pesan suaranya sudah aneh, kayak ada kalimat 'ini rabaen, ini rabaen,' aku pribadi ya kaya tertekan," ungkap Basuni. 

Meski begitu, setelah mendengar kabar anaknya baik-baik saja, Basuni merasa sendikit lebih lega. "Satu bulan lebih, gak ketemu, gak ada kabar sama sekali, kita sebagai orang tua tahu foto atau video atau pesan suara itu senang banget," katanya. 

Sayangnya, beberapa hari setelah mendengar kabar itu, tiba-tiba saja Basuni mendapat kabar buruk. Pihak pesantren bilang, MHN sakit dan dilarikan ke rumah sakit dr. Suyudi, Paciran. "Hari Jumat (25/8/2023) ngasih tahu jam 7 pagi pak Nur Salim (Wali Kelas MHN), katanya anak saya lagi sakit dan lagi opname di rumah sakit Paciran. Aku gak seberapa gugup, istriku nangis, cuma aku santai," jelasnya. 

Tiba di rumah sakit, Basuni  pun mencari MHN di Instalasi Gawat Darurat (IGD). Namun, di IGD MHN tak ia temukan. Dunia serasa terhenti saat pengurus pondok tiba-tiba merangkulnya dan menyampaikan Basuni harus bersabar. "(Pengurus pondok) ngasih tahu aku, pak sabar pak, Arti sabar ini ada apa ?" ujarnya.

Hatinya benar-benar remuk saat pihak rumah sakit mengatakan kepadanya bahwa MHN telah tiada. Ia lantas bergegas ke IGD dan mendapati sang anak terbujur kaku. 

"Ya aku kaget, cari anakku di IGD ternyata ada, aku nangisi anak, meluk anak nyiumi anak, istriku pingsan," ungkap Basuni. 

Basuni sejak awal curiga bahwa di balik kematian sang anak ada yang disembunyikan. Benar saja, saat jenazah MHN dibawa pulang, semua pertanyaan itu terjawab. Ternyata tubuh MHN penuh luka. Ada luka di tangan, paha, kemaluan dan kepala. 

"Luka kemaluan ada semacam gigitan, sama luka di samping kemaluan (seperti) tendangan, luka di tangan, di paha, di mana-mana, di kepala ada," terangnya. 

Ia lantas melaporkan hal tersebut ke polisi. Jenazah MHN pun divisum. Baru diketahui dari hasil visum bahwa MHN meninggal karena penganiayaan. Basuni pun tak terima atas tewasnya MHN. Ia yakin anaknya dibunuh.

"Anakku, ku sekolahkan di sana dengan harapan supaya jadi orang baik, berguna bagi orang tua, nusa dan bangsa. Di pondok anakku biaya gak gratis, kok anakku mendapat perlakuan seperti ini," keluh Basuni. 

Pihak polisi yang saat itu dikonfirmasi belum bisa memastikan adanya penganiayaan. Kasatreksrim Polres Lamongan, AKP Christian Kosasih menyebut kasus masih dalam proses penyelidikan. "Nggih mas ini masih proses penyelidikan mas, nanti Insya Allah Pak Anton Kasi Humas yang menginfokan," kata Christian Kosasih saat dihubungi, Sabtu (26/8/2023).

Di tengah susasana duka, Basuni terus mencari keadilan. Tak puas melapor ke polisi, dibantu sahabatnya, ia mengadukan kejadian ini ke pengacara kondang, Hotman Paris Hutapea. Beruntung, keluh kesahnya langsung mendapat respons Hotman. "Berita Hotman nine one one (911). Kasus pertama seorang santri baru-baru ini meninggal di pondok pesantren ada sahabatnya yang mengadu ke Hotman nine one one (911)," kata Hotman dalam unggahannya di media sosial. 

Entah kebetulan atau tidak, setelah kabar ini viral, Polres Lamongan seperti kebakaran jenggot. Mereka buru-buru memeriksa sejumlah saksi. Hingga pekan lalu, sudah ada 40 orang yang diperiksa, termasuk dari pihak pesantren. Sayangnya, hingga saat ini belum ada satupun tersangka.

Sebaliknya, Wakil Kepala Sekolah (Wakasek) tempat MHN bersekolah, Muhammad Fatih Taqiyyuddin bersikukuh bahwa korban meninggal karena sakit. Ia menceritakan jika, pada Selasa, Rabu dan Kamis, MHN masih mengikuti proses belajar mengajar seperti hari-hari sebelumnya.

Kemudian Kamis (24/8/2023) pada jam pelajaran ke 7 dan 8, MHN mengeluh sakit. Oleh Wali Kelas, Nur Salim, korban diminta istirahat di kamar pengurus. "Mengaku sakit itu Kamis (24/8/2023) sekitar pukul 11.30 WIB lalu diminta istirahat di kamar pengurus pondok," kata Fatih. 

Sementara itu, Ketua Pondok Putra, Danang Eko Saputra mengatakan, MHN diketahui meninggal pada Jumat (25/8/2023), menjelang salat subuh. Ketika didapati badan korban sudah kaku dan tidak merespons apapun. Danang bersama seorang pengurus pondok pun membawa MHN ke dokter praktik di Desa Kranji. Korban kemudian dirawat di kamar pengurus bersama temannya N. Danang juga menyebut korban sudah diberi obat.

"Saya bangunkan, ternyata tidak merespons dan badannya sudah kaku," ungkap Danang.

Danang menyebut tidak ada dugaan penganiayaan terhadap almarhum. Ia bedalih, terakhir saat MHN mencuci baju bersama temannya berinisial N, juga tidak tidak ada masalah. N kala itu mengaku masih sempat guyon. Informasi luka di selangkangan MHN juga ia bantah mentah-mentah. Menurut Danang itu karena gatal-gatal yang sering digaruk.

"Jadi tidak ada perkara apa-apa. Mereka guyon, seperti guyonan anak-anak pondok. Lecetnya karena sering digaruk," kata Danang.

Keterangan pihak pesantren buru-buru dibantah oleh tim kuasa hukum korban. Hasil virtual autopsi dari RSUD Sugiri Lamongan ditemukan fakta-fakta bahwa korban sudah meninggal selama lebih dari 24 jam. Sebab, jenazah sudah mengalami pembusukan. Kemudian, pada pengamatan awal, jelas sekali terlihat ada luka-luka akibat kekerasan pada tubuh korban. 

Ditemukan juga luka-luka lebam di sekujur tubuh korban. Terdapat luka di kepala korban dan di wilayah sekitar kemaluan dan anus korban. Terdapat indikasi penyiksaan terhadap korban. Diduga, penyebab kematian koban adalah luka di kepala korban akibat kekerasan benda tumpul.

Namun, juru bicara tim kuasa hukum korban, Muhammad Fajril mengatakan, belum bisa memastikan apakah ada dugaan kekerasan seksual yang dialami korban. Pihaknya menunggu pernyataan resmi dari polisi. 

"Kami tidak bisa memastikan itu (dugaan kekerasan seksual) karena kami masih menyerahkan semua ke kepolisian. Takutnya nanti spekuliasi semakin liar,"  ujarnya saat mengadakan konferensi pers di Universitas Dr Soetomo (Unitomo) Surabaya, Rabu (30/8/2023). 

Belakangan, tim kuasa hukum keluarga korban mengaku telah menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dari Polres Lamongan. Kasus yang sebelumnya berstatus penyelidikan naik ke penyidikan. Bukan tak mungkin dalam hitungan hari akan ada tersangka. 

"Pada 31 Agustus kita mendapat SPDP, bahwa perkara ini sudah ditingkatkan ke penyidikan. Tim mendapat SPDP dengan nomor SPDP /140/VIII/RES 1.6/2023 SATRESKRIM," kata salah satu Ketua Tim LBH IKA Unitomo yang mendampingi keluarga korban, Dedy Wisnu Nasution.

Basuni pun bertekad untuk terus mengawal kasus ini. "Aku minta keadilan yang seadil-adilnya. Aku minta tanggung jawab pondok sebagai instansi yang gak ada tanggung jawabnya," ujar Basuni.

Baca Juga: Kasus Tewasnya Siswa Mts Lamongan Naik ke Penyidikan

Topik:

  • Faiz Nashrillah

Berita Terkini Lainnya