Lahan Pertanian di Kota Malang Kian Menyusut

- Lahan pertanian di Kota Malang semakin menyempit
- Produksi beras tidak bisa memenuhi kebutuhan pangan Kota Malang, harus impor dari wilayah lain
- Pemerintah Kota Malang tetap memberikan dukungan dan bantuan kepada petani yang tersisa
Malang, IDN Times - Semakin berkembangnya Kota Malang menjadi kota besar tidak hanya memberikan dampak positif. Datang juga dampak negatif ketika gedung-gedung perkantoran hingga kafe-kafe kian menjamur, yang berimbas pada semakin sempitnya lahan pertanian di Kota Malang.
1. Lahan pertanian terus menyempit, produksi beras tak bisa ikut kebutuhan pangan Kota Malang

Kepala Dinas Pangan, Pertanian, dan Perikanan (Dispangtan) Kota Malang, Slamet Husnan mengungkapkan jika luas lahan pertanian di Kota Malang saat ini tercatat 985 hektare. Tapi lahan yang saat ini masih produktif hanya 977 hektare, yang mana 788 hektare di antaranya ditanam padi. Lahan pertanian ini tersebar di 4 kecamatan seperti Kecamatan Kedungkandang, Sukun, Blimbing, dan Lowokwaru.
"Aset Pemkot yang masih dipertahankan untuk pertanian hanya 15,5 hektare saja. Jadi yang lainnya adalah milik perorangan, jadi kita tidak bisa memaksa pertani untuk menanam atau tidak," terangnya saat dikonfirmasi pada Kamis (5/6/2025).
Ia mengungkapkan jika ada penurunan luas lahan pertanian setiap tahunnya, ia mencontohkan pada 2022 ke 2023 ada penurunan lahan pertanian sebesar 9 hektare. Ini dikarenakan petani menjual tanahnya untuk dijadikan bangunan baik perumahan atau perkantoran.
2. Produksi beras di Kota Malang tak bisa penuhi kebutuhan masyarakat selama setahun

Slamet mengungkapkan jika dalam setahun mereka hanya bisa memproduksi sekitar 15.000 ton padi. Padahal kebutuhan beras di Kota Malang selama setahun adalah 40.000 ton. Hal ini memaksa Kota Malang harus mengimpor beras dari wilayah lain seperti Kabupaten Malang sampai Kabupaten Lumajang
"Selain itu kita juga punya stok yang sangat banyak di bulog untuk memenuhi kebutuhan pangan Kota Malang. Bulog sendiri juga beli dari pertani dengan harga paling rendah Rp6.500,-," bebernya.
Oleh karena itu, Slamet pesimis jika Kota Malang bisa mewujudkan swasembada beras jika melihat kondisi saat ini. Oleh karena itu, ia lebih fokus untuk ketahanan pangan di Kota Malang melalui bekerja sama dengan wilayah lain yang masih memiliki lahan pertanian yang luas.
3. Meskipun lahan pertanian terbatas, Pemkot Malang tetap support petani yang tersisa

Meskipun lahan pertanian terus menyempit, Slamet menegaskan akan tetap memberi bantuan pada petani yang masih tersisa di Kota Malang. Bantuan tersebut diantaranya alat mesin pertanian kultivator, racun tikus, sampai jaring pengaman bulir padi.
"Kita juga menyediakan benih padi dan jagung setiap tahun kepada 2.000 sampai 3.000 petani aktif. Setidaknya produksinya minimal bisa bertahan dan tidak turun," pungkasnya.