Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Pupuk Subsidi Turun, Petani Magetan Keluhkan Harga di Poktan Tinggi

Riyanto
Ilustrasi penyaluran pupuk subsidi dari kelompok tani ke petani. IDN Times/Riyanto.
Intinya sih...
  • Biaya operasional dan distribusi menjadi alasan kenaikan harga
  • Pengurus poktan menjelaskan bahwa penambahan harga untuk menutup biaya distribusi dan operasional.
  • Tuntutan transparansi dan pengawasan terhadap alokasi pupuk dan bantuan pertanian di tingkat kelompok tani
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Magetan, IDN Times – Pemerintah telah menetapkan penurunan Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk bersubsidi sejak 22 Oktober 2025 melalui Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor 1117/Kpts/SR.310/M/10/2025. Kebijakan tersebut bertujuan meringankan beban petani dengan menyesuaikan harga di tingkat eceran.

Namun, di sejumlah wilayah Kabupaten Magetan, Jawa Timur, harga pupuk bersubsidi di tingkat kelompok tani (poktan) dilaporkan masih di atas ketentuan. Petani menilai, penurunan HET belum sepenuhnya dirasakan di lapangan.

"Katanya pupuk turun harga, tapi di sini tetap dijual mahal. Dulu sebelum turun malah dijual Rp150 ribu persak, sekarang sekitar Rp135 ribu,” ujar Sutrisno, petani asal Kecamatan Parang, Senin (3/11/2025).

Untuk diketahui, berdasarkan ketentuan terbaru, harga resmi pupuk bersubsidi per sak seharusnya adalah sebagai berikut:

Urea: Rp90.000 (50 kg)

NPK Phonska: Rp92.000 (50 kg)

NPK Kakao: Rp132.000 (50 kg)

ZA: Rp68.000 (50 kg)

Organik Petroganik: Rp25.600 (40 kg)

Harga tersebut jauh di bawah harga yang berlaku di sebagian poktan di Magetan, yang masih menjual dengan selisih antara Rp30 hingga 40 ribu per sak.

1. Alasan biaya operasional dan distribusi

Riyanto
Penyaluran pupuk subsidi dari kios ke kelompok tani. IDN Times/Riyanto.

Sejumlah pengurus poktan mengaku, penambahan harga dilakukan karena adanya biaya distribusi dari gudang ke desa, ongkos angkut, hingga biaya operasional pengelolaan.

Salah satu poktan di Desa Ngaglik, Kecamatan Parang, misalnya, menjual pupuk Urea dan Phonska di harga Rp135 ribu persak. Mereka beralasan, selisih harga diperlukan untuk menutup ongkos transportasi dan tenaga kerja.

Meski demikian, sebagian petani menilai perbedaan harga tersebut terlalu besar dan memberatkan. Mereka berharap mekanisme distribusi dan pengawasan harga di tingkat kelompok tani dapat diperketat agar sesuai dengan ketentuan pemerintah.

2. Tuntutan transparansi dan pengawasan

Riyanto
Penyaluran pupuk subsidi dari kios ke kelompok tani. IDN Times/Riyanto.

Selain persoalan harga, muncul pula keluhan terkait transparansi pembagian pupuk dan bantuan pertanian di tingkat kelompok tani. Beberapa petani menyebut belum ada kejelasan terkait alokasi pupuk dan distribusi bantuan aspirasi (pokir) yang disalurkan melalui poktan.

"Kami hanya ingin harga sesuai aturan dan pembagian yang jelas. Jangan sampai yang diuntungkan justru pengurusnya,” kata salah satu petani di Parang.

Informasi yang dihimpun menyebutkan, petani berharap pemerintah daerah dan Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) melakukan pengawasan lebih ketat terhadap sistem distribusi pupuk bersubsidi di lapangan.

3. Pupuk murah belum terasa di lapangan

Riyanto
Pupuk subsidi yang berada di rumah kelompok tani. IDN Times/Riyanto.

Kebijakan penurunan HET pupuk bersubsidi diharapkan dapat menurunkan biaya produksi petani. Namun hingga awal November 2025, dampaknya belum dirasakan secara signifikan.

Petani di Magetan berharap agar pemerintah memperkuat pengawasan, memperbaiki sistem distribusi, dan menindak tegas pihak-pihak yang memanfaatkan kebijakan subsidi untuk kepentingan pribadi.

Dengan demikian, tujuan utama penurunan HET yakni menekan beban biaya produksi dan meningkatkan kesejahteraan petani dapat tercapai sebagaimana yang diharapkan.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Zumrotul Abidin
EditorZumrotul Abidin
Follow Us

Latest News Jawa Timur

See More

Tol Probowangi Segmen Gending–Kraksaan–Paiton Ditarget Beroperasi Sebelum Nataru

03 Nov 2025, 20:00 WIBNews