Jurnalis Dipukul Aparat Sempat Lapor Polrestabes Surabaya Tapi Ditolak

Surabaya, IDN Times - Jurnalis Beritajatim.com, Rama Indra yang mendapat kekerasan dari aparat kepolisian dalam aksi tolak undang-undang TNI di depan Gedung Negara Grahadi pada Senin (24/3/2025) sempat melapor ke Mapolrestabes Surabaya, tapi ditolak.
Rama didampingi kuasa hukumnya dari Tim Komite Advokasi Jurnalis Jawa Timur (KAJ Jatim) mengatakan, dia sempat melapor usai mendapat kekerasan pada Senin (24/3/2025) malam ke Mapolrestabes Surabaya. Namun ditolak dengan alasan belum memenuhi alat bukti.
"Penolakan petugas SPKT menyatakan kurang adanya kecupukan alat bukti pas waktu memukul itu," ujarnya di Mapolda Jatim, Selasa (25/3/2025).
Petugas meminta bukti yang fokus pada pasa aksi pemukulan yang diterima oleh Rama. Namun, Rama tak bisa menunjukkan laporannya pun ditolak. "Mengenyampingkan intervensi kepada saya selaku jurnalis, (petugas SPKT) fokusnya hanya memukul kekerasan itu aja," ungkapnya.
Bahkan, SPKT tidak menyarankan Rama apapun. Seperti apa yang harus dilakukannya agar laporannya bisa direrima.
"Saya juga belum bisa visum, soalnya harus lapor spkt dulu baru bisa. Nggak ada rekomendasi, ditolak karena kurang alat bukti," terangnya.
Sementara itu, Tim Komite Advokasi Jurnalis Jawa Timur (KAJ Jatim) Salawi Taher mengatakan, Rama sudah cukup alat bukti. Mulai dari rekaman video hingga berita yang dimuat.
"Yang pertama kurang bukti, sebenarnya bicara bukti ya ada dua alat bukti permulaan seperti itu adanya saksi dan juga alat bukti yang lain dalam hal ini beberapa teman jurnalis juga sudah menayangkan beritanya dan juga di Beritajatim sendiri sudah tayang ada video yang membuktikan terjadi kekerasan, jadi pada saat bicara kurang bukti dan lain itu hal yang cukup aneh," katanya.
Menurutnya, penolakan tersebut tak berdasar. Apalagi Rama datang dengan cukup alat bukti.
"Nah dalam hal penolakan ini tidak beralasan hukum sebenarnya seperti itu ya," pungkasnya.
Sebelumnya , jurnalis Beritajatim.com, Rama Indra mendapat kekerasan dari aparat kepolisian saat meliput aksi tolak undang-undang TNI di depan Gedung Grahadi, Senin (24/3/2025). Rama mengalami sejumlah luka di bagian kepala.
Rama mengatakan, ia meliput aksi tersebut sejak pukul 14.16 WIB. Ia meliput peristiwa demi peristiwa yang terjadi, mulai massa datang , melakukan orasi, keriicuhan, polisi memukul mundur massa hingga penangkapan sejumlah demonstran.
Rama terus merekam peristiwa demi peristiwa yang terjadi. Pukul 18.28 WIB dia memvideo pembubaran massa aksi di Jalan Pemuda.
"Saya semula berada di pinggir jalan sisi samping belakang aparat kepolisian. Barikade polisi dan polisi tidak berseragam saat itu mengejar massa aksi, hingga berlarian kejar-kejaran di ruas Jalan Pemuda," ujarnya.
Kamera handphonenya itu merekam aksi aparat polisi berseragam dan tidak berseragam menangkap dua orang demonstran. Kameranya menangkap lima hingga enam aparat memukul dan mengeroyok pendemo sampai tersungkur.
"Aktivitas polisi saat mengeroyok dua orang massa aksi itu terekam kamera handphone saya," ungkapnya.
Lalu, tiga hingga empat orang polisi menghampirinya. Mereka meminta Rama untuk menghapus rekaman video di handphone sambil memukul kepalanya.
" Tiga sampai empat orang polisi berseragam barikade dan tidak berseragam menghamiri saya, dan memaksa saya untuk menghapus rekaman video itu, sambil memukul kepala saya serta menyeret," kata Rama.
Saat itu, Rama sudah mengalungkan ID Card Pers sebagai identitas bahwa dirinya adlah media. Dia juga sudah mengatakan bahwa dirinya adalah reporter Beritajatim.com.
"Namun, kelompok polisi saat itu tidak menghiraukan dan mereka ini berteriak suruh hapus video pemukulan ke massa akai. Merebut handphone saya, dan masih berteriak memanggil rekan polisi lain, bahkan handphone saya diancam akan dibanting," ungkapnya.
Kepala Rama juga dipukul beberapa kali. Di antara mereka ada yang menggunakan tangan kosong dan ada juga yang menggunakan kayu. "Kepala saya dipukul beberapa kali dengan tangan kosong dan juga kayu," ungkap dia.
Beruntungnya, ada dua orang Jurnalis yang datang dan mengatakan kepada aparat bahwa Rama adalah jurnalis. Keduanya memarahi petugas yang telah menganiaya Rama.
"Dan beruntung ada rekan reporter dari media lain Detik.com bersama Kumparan.com, yang saat itu datang menolong saya, dengan memarahi aparat polisi berseragam dan tak berseragam yang saat itu memiting saya," jelasnya.
Akibat aksi ini, Rama mengalami benjol di bagian kepala, luka baret di pelipis kanan dan bibir sebalah kiri lecet. "Kepala saya benjol, luka baret di pelipis kanan, dan bibir bagian dalam sebelah kiri lecet," katanya.
Selain Rama, Wildan Pratama yang merupakan Jurnalis Suara Surabaya juga mengalami intervensi dari aparat. Aparat tersebut meminta Wildan menghapus foto dokumentasi massa aksi yang ditangkap.
"Saat itu saya masuk ke Grahadi setelah aparat kepolisian memukul mundur massa di jalan Gubernur Suryo hingga ke jalan pemuda kemudian mengamankan sejumlah orang," sebutnya.
Wildan memotret massa aksi yang diamankan untuk memastikan berapa jumlahnya. Massa aksi yang diamankan posisinya berada di deret belakang pos satpam grahadi. Namun, saat memotret ada aparat mengenakan kaos hijau meminta Wildan menghapus foto.
"Dia menjelaskan bahwa massa aksi yang diamankan masih diperiksa. Kemudian polisi itu meminta saya menghapus dokumen foto itu sampai ke folder dokumen sampah. Sehingga dokumen foto saya soal massa aksi diamankan hilang," pungkas dia.