Akamsi: Stop Bakar Sampah Plastik di Industri Tahu Tropodo

Sidoarjo, IDN Times - Sejumlah aktivis lingkungan yang tergabung dalam Aliansi Komunitas Penyelamat Bantaran Sungai (Akamsi), Aksi Biroe dan Surabaya River Revolution menggelar aksi demonstrasi terkait produksi pabrik tahu Desa Tropodo yang menggunakan bahan bakar sampah plastik. Aksi ini digelar di Alun-alun Sidoarjo pada Senin (19/5/2205).
Para massa aksi membawa poster bertuliskan, "Stop Sampah Impor", "Stop Bakar Sampah Plastik", dan karikatur ancaman dioksin dan mikroplastik terhadap ayam-ayam di Tropodo.
Mereka juga menyuarakan kepada masyarakat untuk berhenti menjadikan plastik sebagai bahan bakar karena telah ditemukannya mikroplastik di udara serta Particulate Matter 2.5 dan 10 yang telah melebihi baku mutu.
“Plastik memang susah sekali untuk diuraikan, namun membakarnya malah menjadi false solution yang menimbulkan masalah baru, berupa Dioksin dan mikroplastik yang bertebaran di udara dan bisa masuk ke dalam pernafasan kita, sehingga perlu dilakukan kolaborasi semua pihak untuk mengatasi permasalahan plastik ini” ujar mahasiswi Universitas Brawijaya, Kaka Calista.
Lebih lanjut, Kaka menyampaikan kalau Tim Akamsi mendapati enam daerah di Sidoarjo yakni Desa Tropodo, Kecamatan Wonoayu, Kecamatan Waru, Kecamatan Sepanjang, Kecamatan Sukodono, dan Alun-alun Sidoarjo positif terdapat mikroplastik di udara dengan jenis fiber, fragmen dan filamen.
Total sebanyak 172 partikel mikroplastik ditemukan di keenam daerah tersebut. Pada area pabrik tahu Desa Tropodo sendiri ditemukan 13 fiber dan 12 filamen. Sementara itu kelimpahan tertinggi berada di Kecamatan Wonoayu yang berjarak +- 3 km dari Desa Tropodo dengan jumlah 65 partikel/3 jam.
Para aktivis menilai, sampah plastik digunakan sebagai bahan bakar utama proses pembuatan tahu di pabrik tahu Desa Tropodo. Hal tersebut dikarenakan harga sampah plastik yang murah dibandingkan kayu, sehingga produksi dapat mencapai keuntungan lebih besar.
Komposisi jenis sampah plastik yang digunakan didominasi 40 persen scrap plastik sampah impor, 20 persen karet, sol sepatu, styrofoam 10 persen adalah plastik saset, 20 persen kayu dan 20 persen batok kelapa. Sampah plastik impor ini berasal dari limbah pabrik daur ulang kertas di Mojokerto dan pasuruan.
"Dari sampah plastik yang dipakai untuk bahan bakar diketahui sampah plastiknya berasal dari Amerika serikat, Korea Selatan, Perancis, Italia, Australia dan Belanda. Penggunaan sampah plastik impor ini sebelumnya uda dilarang oleh pemerintah sejak tahun 2019. Namun faktanya sampah plastik impor hingga 2025 ini masih digunakan sebagai bahan bakar proses produksi tahu," ungkapnya.
Berdasarkan hasil pengukuran PM 2.5 dan PM 10 didapatkan PM 2.5 senilai 690 μg/m³ dan PM 10 senilai 820 μg/m³ yang melebihi baku mutu kualitas udara. Adapun kadar tersebut menunjukkan warna hitam yang berarti berbahaya.
"Maka kami menuntut Pemkab Sidoarjo dan Pemerintah Republik Indonesia serta 51 produsen Tahu Tropodo untuk menghentikan praktik pembakaran plastik sebagai bahan bakar dalam semua bentuk Di Wilayah Kabupaten Sidoarjo, terutama Desa Tropodo," tegasnya.
"Menetapkan Tropodo sebagai daerah darurat pencemaran udara, pasang alat pantau udara sebagai bagian pengawasan ketat dan penegakan hukum terhadap industri produsen tahu Tropodo pengguna bahan bakar plastik, dorong pengelolaan sampah terpilah tanpa proses pembakaran, insentif tungku pembakaran dengan bahan bakan kayu. Perlu tindakan Segera! demi masa depan yang lebih sehat dan lingkungan yang lebih bersih," pungkasnya.