Sisa Sampah MBG di Surabaya Disorot Aktivis Lingkungan

Surabaya, IDN Times - Sisa sampah program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Surabaya mendapat sorotan dari aktivis lingkungan. Aktivis lingkungan khawatir, jumlah sampah dari program tersebut kian meningkat.
Koordinator Komunitas Nol Sampah Surabaya, Wawan Some menyoroti program MBG di Surabaya yang menggunakan kemasan plastik. Ia khawatir, kemasan plastik akan menambah beban lingkungan di Kota Surabaya.
"Pemkot Surabaya harus (membayar) ke pengolah TPA, sekitar Rp100 ribuan per ton. Ini kan beban," tutur Wawan, Rabu (15/1/2025).
Bukan cuma sampah anorganik, sampah organik seperti sisa makanan program MBG juga menjadi beban. Sebab, pastinya ada siswa yang tidak menghabiskan makanan tersebut.
Walaupun sampah sisa makanan mudah terurai, akan tetapi tetap saja sampah organik memiliki permasalahan. Salah satunya, menghasilkan gas metana. Gas metana diserbut sebagai salah satu menyumbang pemanasan global.
"Saya berpikir sampah ini bisa diolah di sekolah, tetapi ternyata gak. Sampah akan dibawa kembali ke dapur, lalu dapur kerja sama dengan DLH," tutur dia.
Wawan pun berharap agar permasalahan ini bisa menjadi perhatian khusus masyarakat. Bukan hanya Pemerintah Kota (Pemkot) saja yang ikut mikirkan hal ini, tetapi semua pihak.
Salah satunya, Wawan pun menyarankan agar sampah organik sisa MBG bisa untuk makanan magot. Sehingga, lebih bermanfaat dan menghasilkan uang.
"Permintaan maggot juga tinggi. Ada yang minta 30 ton per hari, berarti kan sudah olah sampah 300 ribu ton, karena 10 persen dari itu. Ini bisa jadi program menarik," terangnya.
Selain itu, fasilitas pengolahan sampah milik Pemerintah juga bisa difungsikan secara maksimal agar sisa sampah MBG tak semakin membebani lingkungan. Kota Pahlawan sudah memiliki Tempat Pengolahan Sampah Reuse, Reduce, Recycle (TPS3R) dan 12 Rumah Kompos.
"Jadi sekali lagi program (MBG) ini sangat menarik, kami support, tetapi jangan sampai jadi beban pemerintah kota karena akan banyak sampah," pungkas Wawan.