Geruduk DPRD Kota Malang, Aliansi Cipayung Plus Sampaikan 10 Tuntutan

- Mahasiswa Aliansi Cipayung Plus geruduk DPRD Kota Malang
- Tuntut revisi tunjangan DPR RI, audit kinerja lembaga legislatif, dan reformasi Polri
- Kritik kesenjangan gaji guru, pajak Bumi dan Bangunan, serta pencopotan Kapolri
Malang, IDN Times - Sekitar 80 mahasiswa dari berbagai organisasi yang tergabung dalam Aliansi Cipayung Plus di Kota Malang menyambangi Kantor DPRD Kota Malang pada Kamis (4/9/2025) siang. Mereka bertemu dengan anggota DPRD Kota Malang untuk menyampaikan 10 tuntutan agar disampaikan ke tingkat DPR RI.
1. Mahasiswa tuntut hapus tunjangan DPR RI sampai pengesahan UU Perampasan Aset

Muhammad Ariz Pratama selaku Ketua Daerah Pengurus Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indinesia (KAMMI) Malang menyampaikan kalau mereka menyampaikan 10 tuntutan, di antaranya yang pertama agar para anggota DPRD Kota Malang bersama-sama memperjuangkan revisi tunjangan DPR RI yang dinilai belum memiliki legitimasi yang kuat di masyarakat. Menurutnya hari ini masih banyak masyarakat yang menolak hal tersebut karena dianggap memiliki kesenjangan yang jauh dengan rakyat.
Kedua, mereka menuntut audit kinerja dan keuangan lembaga legislatif baik di nasional maupun Kota Malang. Ketiga Aliansi Cipayung Plus meminta tindakan represif aparat selama demonstrasi dapat ditindak lebih lanjut oleh DPRD Kota Malang baik di tingkat kota maupun nasional untuk menyampaikan aspirasi mereka.
"Keempat, UU Perampasan Aset, kami mendorong DPRD Kota Malang untuk memperjuangkan bersama-sama sampai ke DPR RI. Kelima, reformasi Polri dan secara khusus Polresta Malang Kota," ujarnya.
2. Para mahasiswa menuntut agar gaji guru dinaikkan

Aziz juga menyampaikan tuntutan keenam mereka adalah hukum dan adili anggota Polri yang melakukan tindakan kekerasan, karena menurutnya ada berbagai persoalan di tubuh Polri. Ketujuh, mereka menuntut kenaikan gaji guru, khususnya di Kota Malang, karena mereka menilai ada memiliki kesenjangan yang cukup jauh antara gaji pejabat publik dan gaji guru.
"Kedelapan, tentu Pajak Bumi dan Bangunan yang belakangan jadi keresahan masyarakat. Kesembilan kami mendesak pemerintah untuk membentuk satuan kerja PHK. Kesempuh adalah memperjuangkan guru yang tidak terdaftar di Dapodik (Data Pokok Pendidikan) atau belum diangkat PNS/PPPK," ujarnya.
3. Mahasiswa menilai pencopotan Kapolri belum jadi konsern utama saat ini

Lebih lanjut, ia menyampaikan kalau reformasi Polri yang mereka sampaikan lebih kepada reformasi birokrasi, sistem, tupoksi, dan kinerja. Kemudian harus ada KPI atau Key Performance Indicator di tubuh Polri. Sementara untuk pencopotan Kapolri, Listyo Sigit, mereka belum menjadikan isu ini sebagai konsern utama.
"Kita melihat apa yang terjadi hari ini sangat nyata, bukan dalam artian kami mendukung secara penuh agar Kapolri dicopot, tapi kami ingin sama-sama mereformasi dari segi sistem. Kalau pilihannya hanya mencopot Kapolri, kita kembalikan lagi ke proses hukum," pungkasnya.