Ratusan Penganut Thariqah Sathoriyah di Magetan Baru Gelar Salat Idul Adha Hari Ini

- Kurban sebagai wujud iman dan kebersamaan
- Tata cara sesuai syariat, hanya waktu yang berbeda
- Menjaga tradisi, merawat spiritualitas
Magetan, IDN Times – Suasana khidmat dan penuh kekhusyukan menyelimuti Dukuh Bendo, Desa Kuwonharjo, Kecamatan Takeran, Kabupaten Magetan, Jawa Timur, Minggu (8/6/2025). Ratusan penganut Thariqah Sathoriyah di wilayah ini baru melaksanakan salat Idul Adha hari ini, dua hari setelah ketetapan pemerintah. Bukan tanpa alasan, mereka mengikuti perhitungan hisab dan rukyat warisan leluhur yang sudah diterapkan secara turun-temurun.
1. Kurban jadi wujud iman dan kebersamaan

Usai salat, warga dengan penuh kekhidmatan menyembelih 20 ekor kambing dan 3 ekor sapi sebagai hewan kurban. Dagingnya kemudian dibagikan kepada masyarakat sekitar, mempererat ikatan sosial dan nilai gotong royong yang telah menjadi bagian dari kehidupan mereka.
Jamiran, tokoh spiritual sekaligus imam masjid komunitas ini, menegaskan bahwa metode penentuan hari besar berlandaskan hisab dan rukyat tradisional, namun tetap dalam koridor syariat Islam.
"Hisab dan rukyat itu sudah dikenal sejak zaman Rasulullah. Di sini, kami mengamalkan yang diwariskan para leluhur. Dasarnya tetap Islam," jelasnya.
2. Tata cara sesuai syariat, hanya waktu yang berbeda

Meski waktu pelaksanaan berbeda, tata cara salat dan penyembelihan kurban tetap mengikuti ajaran Islam pada umumnya. Bagi komunitas Tariqah Satariyah, perbedaan ini bukanlah bentuk penyimpangan, melainkan ekspresi keberagaman dalam bingkai keimanan.
“Yang paling penting dari semuanya adalah iman. Ilmu agama penting, tapi iman adalah dasar. Tradisi harus memperkuat itu, bukan melalaikan,” pesan Jamiran.
3. Menjaga tradisi, merawat dpiritualitas

Komunitas ini tak hanya merayakan Idul Adha, tetapi juga Idul Fitri dengan pendekatan serupa. Ini menjadi bukti bahwa kearifan lokal dan spiritualitas tradisional dapat hidup berdampingan dengan ajaran Islam secara harmonis.
Tradisi yang dijaga erat oleh masyarakat Dukuh Bendo menjadi potret indah keberagaman praktik keagamaan di Indonesia. Perbedaan penentuan waktu ibadah bukanlah penghalang, melainkan jembatan yang memperkaya semangat persatuan dalam keberagamaan.