Menjaga Sisa Hutan Konservasi di Timur Jawa

- Tahura R. Soerjo adalah kawasan konservasi seluas 27.800 hektare di Timur Jawa.
- Pemandian Air Panas Cangar menjadi daya tarik utama dan sumber penghasilan ekonomi.
- Keberadaan sumber mata air, satwa liar, dan blok religi menjadikan Tahura sebagai zona penyangga bencana ekologis.
Batu, IDN Times - Suara satwa bersahut-sahutan seolah saling memanggil satu sama lain di kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Raden Soerjo, Cangar, Kota Batu, Rabu (30/7/2025) pagi itu. Semilir angin menyingkap daun-daun pepohonan yang lebat hingga menggoyangkan buah saninten menambah sejuk suasana.
Suasana alami ini menjadi wajah khas kawasan konservasi yang menyimpan banyak cerita. Mulai dari panorama pegunungan, sumber mata air kehidupan, beraneka ragam flora dan fauna sampai wisata alam nan indah. Semua saling berokestrasi, menjaga hutan terakhir di bumi pertiwi.
Berdiri kokoh di wilayah barat daya Gunung Arjuno dan Welirang, Tahura R. Soerjo membentang seluas 27.800 hektare (ha). Wilayah ini secara administratif masuk dalam lima kabupaten dan satu kota, yakni Kabupaten Malang, Mojokerto, Pasuruan, Jombang, Kediri, serta Kota Batu.
Terletak di ketinggian antara 800 hingga 3.339 meter di atas permukaan laut (mdpl), kawasan ini menyuguhkan hamparan vegetasi hutan tropis pegunungan yang sangat penting bagi ekosistem regional.
Tahura ini dibentuk pada tahun 2002 berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan dan berada di bawah pengelolaan UPT Tahura R. Soerjo, Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur. Kawasan ini bukan hanya sekadar paru-paru hijau bagi masyarakat sekitar, melainkan juga tumpuan keberlanjutan sumber air dan ekonomi masyarakat.
Dari sekian banyak atraksi di Tahura, Pemandian Air Panas Cangar menjadi primadona yang tak pernah sepi. Terletak di wilayah paling atas Kota Batu, tempat ini menyuguhkan air panas alami dari celah bumi yang kaya belerang, dipercaya berkhasiat menyembuhkan berbagai keluhan kulit dan melancarkan sirkulasi darah.
Dengan harga tiket masuk yang sangat terjangkau, kawasan ini dikunjungi oleh sekitar 200.000 orang per tahun, baik dari wisatawan lokal hingga turis mancanegara. Bahkan, PAD dari kawasan ini bisa mencapai Rp 4–5 miliar per tahun.
“Cangar jadi andalan kami. Selain suasananya sejuk dan nyaman, masyarakat bisa healing sambil sehat,” ujar Kepala Seksi Perencanaan Pengembangan dan Pemanfaatan UPT Tahura R. Soerjo, Sadrah Devi ditemui di kawasan Cangar.
Selain itu, keberadaan 153 sumber mata air di dalam kawasan Tahura menjadi bukti nyata betapa pentingnya wilayah ini sebagai benteng ekologis. Mata air ini mengalir ke berbagai desa di sekitarnya dan menjadi penopang kehidupan bagi lebih dari 40.000 kepala keluarga (KK).
Mereka menggunakan air tersebut untuk kebutuhan sehari-hari, pertanian, dan peternakan. Dalam konteks perubahan iklim dan kekeringan yang kian meluas, keberadaan sumber mata air ini menjadi semakin vital. “Data kami menunjukkan, air dari Tahura ini menyuplai kehidupan masyarakat secara langsung. Menjaganya berarti menjaga masa depan,” kata Sadrah.
Bukan hanya pemandian dan mata air, Tahura R. Soerjo juga menjadi destinasi ekowisata yang menawarkan berbagai pengalaman edukatif. Pengunjung bisa menyusuri jalur pendakian, mengenal ragam flora endemik, hingga menyaksikan satwa liar seperti lutung, rusa, elang jawa, hingga kucing hutan.
"Elang jawa ialah satwa endemik yang ada di Tahura R. Soerjo," beber Sadrah.
Elang Jawa merupakan spesies burung pemangsa berukuran sedang dari keluarga Accipitridae yang hanya ditemukan di Pulau Jawa. Burung ini dianggap sakral karena identik dengan makhluk mitologi Hindu-Buddha, yakni Garuda, yang juga dijadikan lambang negara Indonesia.
Sejak tahun 1992, Elang Jawa resmi ditetapkan sebagai maskot satwa langka Indonesia. “Dari data kami, terdapat sekitar 190 jenis burung, dan setidaknya ada 7 ekor Elang Jawa yang masih terpantau di kawasan ini,” ungkap Sadrah.
Daya tarik lain yang tak bisa dilepaskan dari Tahura adalah keberadaan blok religi, wilayah khusus yang digunakan masyarakat untuk kegiatan spiritual seperti berdoa, meditasi (semedi), dan ritual adat.
Di dalam kawasan hutan ini terdapat situs-situs peninggalan masa lalu yang diyakini merupakan bagian dari peradaban Majapahit. Kepercayaan akan kekuatan mistis yang tersimpan di sana menjadi magnet tersendiri, terutama bagi mereka yang mencari ketenangan batin atau melakukan laku spiritual.
“Memang banyak yang datang untuk berdoa dan semedi. Mereka percaya tempat ini menyimpan energi positif dari masa lalu,” ucap Sadrah.
Tahura R. Soerjo juga berfungsi sebagai zona penyangga terhadap bencana ekologis seperti banjir, tanah longsor, dan kekeringan. Dengan vegetasi lebat dan sistem hidrologi alami yang masih terjaga, kawasan ini memainkan peran penting dalam menyerap karbon dan menjaga stabilitas iklim lokal.
Di era pemanasan global, Tahura menjadi garda depan dalam pelestarian ekosistem dan perlindungan keanekaragaman hayati Jawa Timur. Tahura R. Soerjo, contoh sempurna bagaimana kawasan konservasi bisa bertransformasi menjadi ruang wisata yang berdaya ekonomi, ruang edukasi yang mencerdaskan, serta ruang spiritual yang menyentuh batin.
Di tengah tekanan urbanisasi dan degradasi lingkungan, Tahura berdiri sebagai penjaga harmoni antara manusia dan alam. Namun berbagai ancaman masih menghantui. Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) menjadi momok paling nyata. Tahun 2023 lalu, Tahura R. Soerjo kehilangan hutannya seluas 5.000 ha. Perburuan terhadap fauna masih merajalel lantaran hobi. Hingga pembalakan pepohonan juga mengancam setiap hari. Tapi tekat petugas dishut, BPBD dan polisi hutan bahu membahu meminimalisirnya.