Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Kisah Diyem, dari Jamu Gendong ke Gerobak Hingga Tanah Suci

Penjual jamu yang juga CJH Embarkasi Surabaya, Diyem saat di Asrama Haji Surabaya. Dok. PPIH Kota Surabaya.
Penjual jamu yang juga CJH Embarkasi Surabaya, Diyem saat di Asrama Haji Surabaya. Dok. PPIH Kota Surabaya.

Surabaya, IDN Times - Kisah perjuangan untuk bisa ke Tanah Suci selalu ada tiap tahunnya. Mereka punya cara sendiri bisa mewujudkan impiannya pergi berhaji. Salah satunya dilakukan penjual jamu asal Gedongan, Kota Mojokerto, Diyem Wiryo Rejo (65).

Diyem yang kini merupakan Calon Jemaah Haji (CJH) Embarkasi Surabaya kloter 47 dari Gedongan, Kota Mojokerto ini pertama kali mendaftar haji pada tahun 2012. Perlahan tapi pasti Diyem mengumpulkan uang dari hasil jualan jamu. “Alhamdulillah, setelah mendaftar haji pada tahun 2012, tahun 2025 ini saya dapat berangkat ke Tanah Suci. Senang dan bersyukur sekali rasanya,” ujarnya saat di Asrama Haji Surabaya.

Sebelum dapat mendaftar haji pada tahun 2012, Diyem rutin menabung sedikit demi sedikit di rumah. Setelah terkumpul sejumlah satu juta rupiah, uang tabungannya ia simpan di bank. “Saya kumpulkan uang sedikit demi sedikit di rumah untuk ditabung. Kalau lagi ada rezeki, satu bulan sudah dapat terkumpul uang satu juta. Kalau belum ada, ya bisa berbulan-bulan baru bisa terkumpul satu juta. Kalau sudah satu juta, saya tabung ke bank,” cerita ibu tiga anak ini.

Lanjutnya, setelah menabung kurang lebih sepuluh tahun, dia dapat mengumpulkan uang Rp25 juta. Dia pun mendaftar haji. “Saya mendaftar haji bersama suami. Kebetulan beliau pun ada tabungan untuk mendaftar haji dari hasil pekerjaanya sebagai penjual nasi goreng,” terangnya. 

Diyem menceritakan sejatinya dia sudah memiliki keinginan berhaji sejak lama namun belum menjadi keinginan kuat. “Ketika saya menabung itu, teman saya bilang kalau kamu ada tabungan, buat daftar haji saja. Dari situ saya timbul keinginan kuat untuk mendaftar haji,” tuturnya.

Dari hasil mendorong gerobak jamunya, Diyem dapat memperoleh keuntungan sekitar 100 ribu hingga 200 ribu per hari. “Namanya juga jualan, kalau waktu sepi ya tidak segitu. Penting balik modal,” ungkap perempuan kelahiran Kota Solo ini.

Diyem bersyukur dengan keuntungan yang diperolehnya sekarang dia dapat menabung untuk melunasi biaya haji. “Saya sangat bersyukur dengan apa yang sudah saya raih. Ingat waktu saya awal-awal jualan jamu pada usia sebelas tahun, sekitar tahun 1970," katanya. "Saya lebih susah saat itu karena jualan jamu gendong. Anak-anak seusia saya masih senang main, saya sudah jualan jamu gendong keliling. Kalau lama tidak ada yang beli, saya duduk dulu. Berat kan,” kenangnya.

Kini, setelah 55 tahun menjual jamu,Diyem mendapat karunia tak ternilai yakni menjadi tamu Allah ke Tanah Suci. Kamis (15/5/2025) ini Diyem dijadwalkan terbang. Ia berharap dapat kemudahan selama menjalankan ibadah haji. “Sampai sekarang masih jualan. Ini libur karena naik haji. Kalau tidak jualan badan rasanya pegal semua. Anak-anak sudah melarang tetapi Alhamdulillah badan saya masih sehat dan bisa mandiri. Semoga di Tanah Suci nanti saya dan suami juga diberikan kemudahan dalam beribadah,” harapnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Faiz Nashrillah
EditorFaiz Nashrillah
Follow Us