Ecoton Minta Pemprov Tindak Tegas Sumber Pencemar Sungai Brantas

Surabaya, IDN Times - Yayasan Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (Ecoton Foundation) meminta Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Pemprov Jatim) menindak tegas pelaku yang menyebabkan sumber pencemaran lingkungan di Sungai Brantas. Sebab, berdasarkan temuan Ecoton, pada 2024 ini marak ditemukan industri yang membuang limbah tanpa diolah ke Sungai Brantas.
Pencemaran tersebut menyebabkan ikan-ikan di Sungai Brantas mabuk dan mati. Hal ini bahkan menjadikan Indonesia menjadi negara di dunia yang memiliki laju kepunahan ikan tercepat kedua setelah Filipina.
Permintaan tersebut mereka sampaikan saat menggelar aksi teaterikal di depan Gedung Negara Grahadi, Jumat (13/9/2024) kemarin. 30 orang ikut dalam aksi tersebut mendesak Pemerintah Provinsi Jawa Timur agar segera melakukan pengawasan ketat dan penertiban terhadap sumber-sumber pencemaran Sungai Brantas, serta memulai proses rehabilitasi ekosistem yang telah rusak akibat polusi.
"Aksi ini diperkuat dengan temuan terbaru mengenai ikan-ikan yang “munggut” atau mabuk akibat pencemaran terbaru pada 2 September 2024 di Wonokromo Surabaya, ini semakin memperburuk kondisi Sungai Brantas” ungkap koordinator aksi, Alaika Rahmatullah.
Menurut Alaika, Pemerintah dinilai abai dalam melakukan pengawasan terhadap pencemaran di Sungai Brantas. Temuan Ecoton pada tahun 2024 menemukan terdapat 10 industri berkontribusi terhadap pencemaran Sungai Brantas yang membuang limbahnya tanpa diolah. Kondisi ini mencerminkan kurangnya komitmen pemerintah dalam menjaga lingkungan dan melaksanakan penegakan hukum terhadap pihak-pihak yang mencemari sungai.
" Dalam beberapa hari terakhir ini, kami telah melakukan identifikasi sumber-sumber pencemaran di Sungai Brantas, faktanya banyak industri yang belum mengelola limbahnya sehingga mencemari ekosistem sungai. Hari Rabu (11/9/2024) kami menemukan kandungan besi (Fe) sebesar 88,25 ppm dan TDS mencapai 28.500 ppm yang mengalir ke Kali Surabaya, anak dari Sungai Brantas," jelasnya.
Ia menuturkan air yang dikonsumsi dengan kadar Fe yang tinggi bisa berdampak buruk bagi kesehatan manusia dan biota lainnya. Hal ini bisa mengakibatkan kerusakan organ seperti hati atau jantung.
"Sementara, mengkonsumsi air dengan TDS tinggi dalam jangka panjang bisa meningkatkan resiko gangguan ginjal dan penyakit kardiovaskular, karena banyak mineral atau polutan berbahaya seperti logam berat yang terkandung dalam air” tegas Alaika yang juga aktif sebagai peneliti ekologi akuatik.
Di samping itu, Indonesia menghadapi masalah serius terkait kepunahan ikan air tawar. Indonesia menjadi negara di dunia yang memiliki laju kepunahan ikan tercepat kedua setelah Filipina. Berdasarkan laporan dari International Union for Conservation of Nature (IUCN) pada 2023, sekitar 35 persen spesies ikan air tawar di Indonesia terancam punah.
"Faktor utama penyebabnya berdasarkan data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menunjukkan bahwa sekitar 60 persen sungai di Indonesai mengalami pencemaran berat akibat limbah industri dan domestik yang berdampak pada kualitas air dan kesehatan ikan. Data sensus ikan Ecoton 2023 di Kali Surabaya, menemukan 7 jenis ikan lokal dan ini sangat menurun drastis dibandingkan dengan data 10 tahun terakhir," terang dia.
Ecoton mengungkap kondisi Sungai Brantas banjir sampah plastik, terutama oleh plastik sekali pakai dan popok. Sebanyak 1,5 juta popok dibuang setiap harinya ke Sungai Brantas dan anak-anak sungainya. 90 persen ikan yang hidup di Sungai Brantas telah terkontaminasi mikroplastik. Terdapat 117 timbulan sampah plastik berserakan di berbagai titik mulai dari Mlirip Mojokerto sampai Bambe Kabupaten Gresik. Timbulan sampah ini berasal bangunan illegal lebih dari 368 bangunan liar yang berdiri illegal di bantaran sungai.
“Tingginya jumlah mikroplastik di sungai Brantas berasal dari limbah cair pabrik kertas, limbah cair pabrik daur ulang plastik, limbah cair domestik yang tidak diolah dan sampah plastik," kata dia.
Padahal Sungai Brantas digunakan sebagai bahan baku air PDAM. Air sungai yang terkontaminasi mikroplastik dan limbah pabrik berpotensi masuk dalam rantai makanan manusia, kemudian mengganggu metabolisme tubuh serta mengganggu sistem kerja hormone.
"Dampak jangka panjang nya adalah menimbulkan penyakit yang serius misalnya kanker, diabetes melitus, dan lain sebagainya. Senyawa kimia racun plastik dan senyawa kimia dari limbah cair pabrik juga dapat mengganggu kesehatan biota sungai, misalnya ikan. Menyebabkan kan intersex dan berpotensi penurunan populasi ikan di Sungai Brantas” ujar Rafika Aprilianti, Kepala Laboratorium Ecoton.
Untuk itu, CEO Ecoton, Prigi Arisandi mendesak Pemerintah Provinsi dan Menteri PUPR segera memulihkan Sungai Brantas. Serta mendesak pemerintah segera merealisasikan pemulihan ekosistem Sungai Brantas.
“pengawasan dan rehabilitasi ekosistem sungai harus segera dilakukan, masyarakat berharap Sungai Brantas dapat kembali menjadi sumber kehidupan yang bersih dan ikan-ikan tetap lestari. Ini bukan tanggung jawab pemerintah saja, tapi juga seluruh elemen masyarakat dan dunia usaha untuk menjaga keberlanjutan ekosistem sungai," tuturnya.
Prigi menuturkan, Mahkamah Agung (MA) telah menolak kasasi atas kasus ikan mati yang diajukan Gubernur Jawa Timur dan Menteri PUPR melalui putusan Nomor 1990K/PDT/2024 tertanggal 30 April 2024 oleh Ecoton. Dalam putusan tersebut, MA mewajibkan kedua tergugat melaksanakan 10 putusan Hakim Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 8/Pdt.G/2019/PN.Sby yang telah dikuatkan oleh Hakim Pengadilan Tinggi Jawa Timur Nomor 117/PDT/2023/PT/SBY.
Diantara putusan tersebut yaitu, Gubernur Jawa Timur wajib memasang CCTV dan alat pemantau kualitas air (real time) di setiap outlet pembuangan limbah cair di sepanjang Sungai Brantas, agar memudahkan pemerintah untuk mengawasi dan memantau ketertiban industri.
Gubernur Jawa Timur wajib melakukan tindakan hukum berupa sanksi administrasi bagi industri yang melanggar atau membuang limbah cair melebihi baku mutu berdasarkan PP 82/2001.
Serta, pemerintah harus membentuk tim Satgas yang beroperasi untuk memantau dan mengawasi pembuangan limbah cair di Jawa Timur.