Curhatan Tijah: Saya Tak Mau Jual Sawah, Kenang-kenangan Salim Kancil

Tijah, Ike dan Thoriq kompak memberikan keterangan kepada penyidik selama 5,5 jam. Mereka bertiga menekankan, penyerobotan itu bukan pencemaran nama baik. Tapi memang nyata adanya. Karena Tijah tidak pernah mau meskipun 'dipaksa' menjual sawah warisan milik sang suamu.

"Aku itu meskipun orang gak punya, daripada aku nerima uang jual sawah, daripada aku cari sendiri nguli, aku bisa usaha, aku bisa makan meski gak jual sawah itu," ujarnya usai diperiksa.

Tijah berjanji tidak akan menjual enam petak sawah warisan Salim Kancil. Sebab, itulah satu-satunya kenangan paling berharga dari suaminya. Karena sawah itu juga, Salim harus merelakan nyawanya melayang.

"Karena sawah itu kenang-kenangan yang indah buat ku, di hati saya, soalnya meskipun Pak Salim sudah wafat, itu tiap hari datang ke mimpi saya," ungkapnya dengan nada bergetar.

"Jadi meskipun Pak Salim ngga ada di dunia ini, tiap malam, kalau keadaan aku susah dia datang di mimpi. Ya itu jadi sawah itu jadi kenang-kenangan bagi kami," dia menambahkan.

Soal penyerobotan, Tijah menyerukan sumpah serapah kalau tidak rela sawahnya diuruk oleh pengusaha tambak udang. Maka, dia dan putrinya nekad lapor ke Bupati Lumajang, Thoriqul Haq. "Aku sendiri sama anakku datang ke kantornya Pak Bupati (Thoriq)," ucapnya.

"Kepolisian belum. Cuma ke Pak Bupati, nanti dipertimbangkan (lapor polisi)," dia melanjutkan.

Saat ini, lanjut Tijah, dirinya hanya bisa memanfaatkan empat petak sawah untuk bercocok tanam. Sementara dua petak lainnya terdampak pengurukan milik pengusaha tambak udang. "Sebagian yang empat petak, yang dua petak tidak bisa karena sudah keuruk," katanya.

Menerima laporan itu, Bupati Lumajang langsung menindaklanjutinya. Hal itu terekam dalam video yang diunggah di YouTube Lumajang Tv. Pernyatan-pernyataan di dalam video itulah yang kemudian dianggap oleh pelapor sebagai pencemaran nama baik. Namun, semua itu dibantah oleh Thoriq. Dia mengaku hanya berniat membela warganya.