Cerita Relawan Magetan Antar Bantuan Bencana ke Titik Terujung Sumbar

- Menjadi yang pertama tiba di ujung bencanaSetibanya di Malalak, kendaraan double cabin menjadi kunci untuk sampai ke lokasi terparah.
- Dari sembako hingga tas sekolahBantuan berupa sembako, perlengkapan sekolah, dan uang tunai disalurkan langsung ke warga terdampak.
- Amanah donatur yang dijagaTotal bantuan lebih dari Rp100 juta disalurkan dengan efisien dan menjaga amanah donatur.
Magetan, IDN Times – Empat hari perjalanan darat, ribuan kilometer jarak tempuh, dan jalan rusak yang nyaris tak bisa dilalui. Namun semua itu tak menyurutkan langkah relawan asal Kabupaten Magetan, Jawa Timur, untuk mengantarkan bantuan kemanusiaan ke wilayah terdampak banjir dan tanah longsor di Sumatra Barat.
Sejak 17 Desember 2025, enam relawan dari Relawan 24 Jam Magetan bersama dua personel BPBD Magetan memulai perjalanan panjang menuju Pulau Sumatra. Dengan kendaraan lapangan, mereka menembus jalan berlubang, longsor, hingga wilayah yang sempat terisolasi. Tujuannya satu, yaitu memastikan bantuan benar-benar sampai ke tangan warga yang membutuhkan.
Perjalanan lebih dari 2.000 kilometer itu membawa mereka ke tiga lokasi terdampak bencana, yakni Batu Busuak di Kota Padang, Malalak di Kabupaten Agam, serta Malolo di Kabupaten Tanah Datar. Di sejumlah titik, kendaraan harus melaju perlahan karena akses jalan rusak parah akibat banjir dan longsor.
1. Menjadi yang pertama tiba di ujung bencana

Setibanya di Malalak, tantangan kian terasa. Kendaraan biasa tak mampu melintas. Di sinilah mobil double cabin berpenggerak ganda menjadi kunci. Kendaraan itu bahkan tercatat sebagai armada relawan pertama yang berhasil menjangkau titik paling ujung lokasi bencana.
“Jalannya rusak berat. Banyak rumah warga hancur. Di Malalak, mobil kami menjadi kendaraan relawan pertama yang bisa sampai ke lokasi terparah,” tutur Setyo Budi Hariyanto, salah satu relawan, melalui sambungan telepon, Senin (22/12/2025).
Menariknya, kendaraan lapangan tersebut berasal dari seorang donatur yang membelinya hanya dua hari sebelum keberangkatan. Tanpa armada itu, bantuan kemungkinan besar hanya berhenti di titik aman, tak sampai ke warga yang benar-benar terisolasi.
2. Dari sembako hingga tas sekolah

Bantuan yang dibawa relawan tak sekadar logistik dasar. Hampir 100 paket sembako berisi beras, gula, minyak goreng, dan obat-obatan disalurkan langsung ke warga. Nilai tiap paket berkisar Rp100 ribu hingga Rp125 ribu.
Selain itu, sekitar 60 paket perlengkapan sekolah berupa tas dan alat tulis dibagikan kepada anak-anak. Bagi relawan, bantuan ini penting agar anak-anak tetap punya semangat belajar di tengah situasi sulit pascabencana.
Tak hanya itu, relawan juga menyalurkan bantuan uang tunai kepada warga. Bantuan ini dimaksudkan untuk memberi keleluasaan bagi warga memenuhi kebutuhan mendesak yang tak selalu tercakup dalam paket sembako. Air mineral, telur, dan bahan pokok lainnya pun diantar langsung ke titik-titik terdampak tanpa perantara.
3. Amanah donatur yang dijaga

Penasihat Hukum Relawan 24 Jam Magetan, Gunadi yang juga turut serta menyebut seluruh bantuan merupakan hasil gotong royong berbagai pihak. Donasi datang dari masyarakat, instansi, hingga donatur pribadi. Bahkan, donasi masih terus mengalir saat relawan sudah berada di lokasi bencana.
Total bantuan yang disalurkan mencapai lebih dari Rp100 juta. Sekitar Rp20 juta hingga Rp24 juta berupa sembako dibawa langsung dari Magetan, sementara sisanya digunakan untuk belanja logistik di lokasi dan bantuan tunai.
Gunadi menegaskan, relawan berusaha menjaga amanah donatur sebaik mungkin. Selama perjalanan, mereka menggunakan dana secara efisien, bahkan sempat membatalkan makan di salah satu tempat karena harga dinilai terlalu mahal.
“Itu uang donatur. Kami jaga betul agar manfaatnya bisa sebesar-besarnya dirasakan warga,” ujarnya.
Setelah dua hari menyalurkan bantuan, para relawan kembali ke Magetan melalui jalur darat yang sama. Lelah tentu, namun semua itu terbayar saat melihat bantuan tiba dan diterima langsung oleh warga terdampak.
Bagi para relawan, kenyamanan pribadi bukan prioritas. Selama bantuan sampai dan bermanfaat, perjalanan panjang dan medan berat bukanlah alasan untuk berhenti.
“Yang penting bantuan sampai ke warga. Itu sudah cukup,” pungkas Gunadi.


















