Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Cahaya dari Huruf Tanpa Tinta: Kisah Santri Difabel Netra

IMG-20251026-WA0029.jpg
Suasana pembukaan lomba baca al quran braille. Dok. Istimewa.
Intinya sih...
  • 48 santri difabel netra dari Jawa Timur ikuti lomba hafalan dan baca Al-Qur’an Braille di Surabaya.
  • Ketua TPQ Inklusi Roudlotu Ulum, Ahmad Budianto, menyemangati peserta bahwa keterbatasan bukan alasan untuk berhenti belajar dan beribadah.
  • Prof KH Mukhrojin menegaskan bahwa perjuangan para santri tuna netra adalah wujud nyata dari semangat keislaman yang sejati.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Surabaya, IDN Times - Suara lantunan ayat suci Al-Qur’an menggema lembut dari ruang utama Gedung BKKKS Surabaya, Minggu (26/10/2025). Namun ada yang istimewa. Para pembacanya bukan santri biasa, mereka adalah para santri difabel netra yang dengan penuh khusyuk melantunkan hafalan dan membaca ayat-ayat Al-Qur’an melalui huruf braille.

Lomba hafalan dan baca Al-Qur’an Braille ini digelar untuk memperingati Hari Santri Nasional. Sebanyak 48 peserta difabel netra dari berbagai daerah di Jawa Timur hadir dengan semangat luar biasa. Mereka datang dari Surabaya, Sidoarjo, Banyuwangi, dan sejumlah kota lain. Di antara wajah-wajah mereka tersirat kebanggaan dan keteguhan hati, bahwa keterbatasan bukanlah alasan untuk berhenti belajar dan beribadah.

Ketua TPQ Inklusi Roudlotu Ulum, Ahmad Budianto, menjadi salah satu sosok yang menyemangati para peserta. Dengan suara bergetar tapi penuh keyakinan, ia menyampaikan pesan yang menyentuh hati.

“Tidak ada ciptaan Tuhan yang gagal. Kami tuna netra adalah makhluk ciptaan-Nya yang patut disyukuri dengan terus belajar mengaji Al-Qur’an,” ujarnya.

Budianto menegaskan bahwa semangat belajar agama adalah kewajiban setiap Muslim, tanpa terkecuali. “Meskipun dalam keterbatasan, kami ingin membuktikan bahwa semangat menghafal dan memahami Al-Qur’an tidak pernah padam,” tambahnya.

Suasana haru dan khidmat semakin terasa ketika Prof KH Mukhrojin, Pembina Sekolah Alam Insan Qurani Braille sekaligus Penyuluh Agama Islam Kota Surabaya, memberikan wejangan kepada peserta lomba.

“Jihad para santri netra adalah belajar dan memahami Al-Qur’an dengan menggunakan Braille. Sejatinya, setiap santri harus belajar Al-Qur’an dan mengamalkannya, baik dalam keadaan sehat maupun dengan keterbatasan fisik,” katanya dengan nada hangat.

Menurut Mukhrojin, perjuangan para santri tuna netra adalah wujud nyata dari semangat keislaman yang sejati, berusaha memahami dan mengamalkan wahyu Tuhan dengan segala kemampuan yang dimiliki. Ia menambahkan, kegiatan ini menjadi bukti bahwa pendidikan agama harus inklusif, memberi ruang yang sama bagi semua kalangan untuk belajar dan beribadah.

Sementara itu, Gus Khozin, salah satu panitia pelaksana, menjelaskan bahwa kegiatan ini dirancang bukan hanya sebagai lomba, tetapi juga sebagai ajang penghargaan bagi santri-santri istimewa yang terus berjuang mengatasi keterbatasan.

"Tujuan utama kami adalah memberikan wadah bagi santri tuna netra untuk menunjukkan kemampuan mereka. Keterbatasan fisik tidak boleh menjadi penghalang untuk belajar dan mencintai Al-Qur’an,” ungkapnya.

Suasana di ruang lomba begitu penuh semangat dan haru. Setiap santri tampil dengan ketenangan dan keyakinan tinggi, jari-jari mereka menyentuh lembaran Braille dengan lembut, seolah setiap huruf adalah cahaya yang menerangi hati. Beberapa peserta bahkan menitikkan air mata saat menyelesaikan hafalannya, disambut tepuk tangan meriah dari para hadirin.

Lomba ini menjadi momentum penting untuk menegaskan nilai inklusivitas dalam pendidikan agama. Melalui kegiatan ini, publik diajak melihat bahwa akses terhadap pendidikan dan pemahaman Al-Qur’an tidak boleh dibatasi oleh kondisi fisik. Di mata Allah, setiap usaha dan niat untuk belajar adalah ibadah.

"Dengan dilaksanakannya acara ini, kami berharap masyarakat lebih menghargai potensi luar biasa para santri tuna netra,” ujar Gus Khozin menutup kegiatan. “Mereka adalah inspirasi bagi kita semua bahwa cahaya Al-Qur’an tidak membutuhkan penglihatan, tapi ketulusan hati," tambahnya.

Hari itu, di tengah suasana khusyuk peringatan Hari Santri Nasional, semangat para santri tuna netra menjadi simbol nyata bahwa cahaya ilmu dan iman tak mengenal batas pandangan. Dari jemari yang membaca braille, mengalir ayat-ayat suci yang membimbing menuju cahaya yang lebih terang. Cahaya yang hanya bisa dilihat oleh mata hati.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Zumrotul Abidin
EditorZumrotul Abidin
Follow Us

Latest News Jawa Timur

See More

Cahaya dari Huruf Tanpa Tinta: Kisah Santri Difabel Netra

27 Okt 2025, 05:37 WIBNews