Bupati vs Wabup Berkonflik, Gen Z: Sidoarjo Ben Diurus Arek-arek!

- Konflik politik antara Bupati Sidoarjo dan Wakil Bupati Sidoarjo ramai diperbincangkan publik.
- Generasi Z Sidoarjo anggap konflik elit tidak penting, lebih memilih memikirkan masalah nyata seperti banjir, macet, sampah di jalan, dan suasana kota yang panas.
- Kinerja pemerintahan Kabupaten Sidoarjo dinilai belum signifikan dalam menyelesaikan masalah tata kota dan penurunan kemiskinan.
Sidoarjo, IDN Times - Konflik politik antara Bupati Sidoarjo Subandi dan Wakil Bupati Sidoarjo Mimik Idayana belakangan ramai diperbincangkan publik. Isu dua 'matahari kembar' di kantor bupati, perseteruan antara pejabat yang saling menjauh, bahkan disebut reshuffle diam-diam, menjadi bahan gosip politik yang menyita perhatian.
Namun, bagi generasi Z Sidoarjo, kisruh elite ini justru dianggap tidak penting. Mereka lebih memilih memikirkan masalah nyata yang mereka hadapi sehari-hari.
Sifa (21), mahasiswa asal Sidoarjo, menilai drama politik itu hanya tampilan luar. "Menurut saya klise, drama politik ini kesannya cuma dibuat-buat biar kelihatan kerja aja pimpinannya. Padahal saya sebagai Gen Z lebih resah soal macet, banjir, sampah di jalan, suasana kota yang panas dan gersang,” katanya, Selasa (24/9/2025).
Wajar jika ia menggerutu, Sifa mengakui bahwa tiap tahun rumahnya disambangi banjir. "Setahun bisa 3–5 kali banjir. Surutnya 2–3 hari, tapi selokan tetap penuh. Kalau hujan lagi ya banjir lagi," keluhnya.
Pendapat senada datang dari Putra (22), mahasiswa Unesa asal Sidoarjo. Ia menyebut konflik politik menunjukkan buruknya komunikasi pimpinan daerah.
"Ini menandakan komunikasi yang buruk antar pimpinan. Butuh sosok yang bisa menjembatani. Karena kalau dilihat, Sidoarjo ini selalu ada aja gebrakan pimpinannya, kalau nggak korupsi ya konflik kepentingan politik," ujar Putra.
Putra juga melontarkan kritik keras."Sudahlah pemimpinnya nggak akur, programnya titipan, eksekusinya kacau. Sesekali coba memimpin Sidoarjo dengan baik dan elegan. Turunkan ego pribadi, beri kesempatan rakyat merasakan program yang benar-benar berdampak, terutama bagi warga di pelosok dan perbatasan," ujarnya.
Menurut Putra, masalah terbesar Sidoarjo bukan konflik elit, melainkan buruknya tata kota. "Yang bikin muak itu tata kelola kota buruk, arsitekturnya kacau, transportasi publik tidak terstruktur, perbatasan gak sejahtera, dan selalu saja bupati dari partai politik," tegasnya.
Ketimbang beradu ego, menurut dia para elit mending mengurusi masalah Sidoarjo yang tak kunjung rampung seperti banjir dan macet. “Macet di Gedangan masih konsisten, belum ada penyelesaian. Kalau begitu terus, Sidoarjo ben diurus arek-arek ae (biar diurus teman-teman),” katanya.
Zefanya (20) seorang mahasiswi tingkat akhir asal Sidoarjo juga lebih memilih memberikan kritik pedas kepada kinerja pemerintahan Kabupaten Sidoarjo. Menurutnya, perubahannya tidak signifikan. "Kalo gimana Sidoarjo? Menurut saya perkembangan kecil, yang ngasih harapan akhir-akhir ini sih renovasi alun-alunnya hehe," katanya.
Soal terobosan kinerja dari pemerintahan era Bupati Subandi dan Wakil Bupati Mimik Idayana - yang belum setahun ini- menurutnya belum ada yang berubah dari pemerintahan sebelum-sebelumnya.
"Kalau pemerintahannya saya gak bisa kasih pendapat soalnya saya gak merasakan perbedaan apa-apa," katanya.

Seorang influencer Pepeng, juga mengomentari isu ini. Sebagai seorang warga Sidoarjo, dia berharap perseteruan antara bupati dan wabup Sidoarjo, ini hanya isu dan berita miring saja. Tapi, kalau pun benar terjadi ada perseteruan, dia berharap tak berlarut-larut.
"Karena pekerjaan rumah pemimpin Sidoarjo iki akeh (banyak). Jalan banyak yang harus diperbaiki, Flyover Gedangan apa kabar? Belum kapan hari lalu juga rame pungli di sekolah, banyak pokok'e. Hal itu akan sulit teratasi kalau pemimpinnya sibuk berseteru, harus kompak dan kerja sama untuk bisa handling perkara se-Sidoarjo," kata Pepeng kepada IDN Times.
Pepeng juga berseloroh, sungguhpun selama ini warga Sidoarjo sering melontarkan humor satire bahwa Sidoarjo berjalan secara autopilot. Tapi, sejatinya pemimpin yang solid tetap dibutuhkan untuk menyelesaikan program yang itu adalah hak rakyat.
"Meskipun selama ini banyak guyonan, Sidoarjo autopilot lah, Sidoarjo dicekel arek-arek lah, tapi tetap keberadaan pemimpin yang solid dan kompak sangat dibutuhkan," katanya.
Pepeng juga mengakhawatirkan nasib penyelesaian kemacetan perempatan Gedangan yang tak kunjung menuai solusi. Mengingat dulu memang ada wacana pembangunan Flyover dan informasi terakhir masih dalam proses pengkajian.
"Terus, Gedangan akan tetap menjadi ikon 'Tuwek Nang Dalan'. Apalagi dengan isu konflik bupati dan wabup, progress ini kok terasa makin suram. Lebih realistis Lionel Messi join Deltras Sidoarjo, koyoke," kata Pepeng melontarkan satire.
Permasalahan mendesak Kabupaten Sidoarjo memang sangat banyak yang butuh segera dibereskan. Selain infrastruktur jalan dan penanggulangan banjir, penurunan kemiskinan di Sidoarjo juga berjalan lambat.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), kinerja pemerintah Kabupaten Sidoarjo terutama dalam menurunkan kemiskinan masih sangat rendah. Dalam kurun waktu tahun 2023 ke 2024 indeks kemiskinan cuma turun 0,47 persen atau hanya sekitar 9.500 orang dari total warga Sidoarjo 2.027.874 orang.
Sekadar diketahu, APBD Perubahan tahun 2025 ditetapkan dalam rapat paripurna di DPRD Sidoarjo pada 11 September 2025 lalu, sebesar Rp6,066 triliun. Hal itu meningkat Rp119 miliar dari sebelumnya Rp5,947 triliun. Dari nilai itu, pos belanja pegawai kurang lebih dianggarkan sebesar Rp1,985 triliun.
Sekarang kendali kapal bernama Sidoarjo ada pada Bupati Subandi dan Wabup Mimik Idayana. Mau dibawa kemana?