Aktivis Lingkungan ini Bongkar Penyebab Banjir di Kota Malang

- Bukan deforestasi, gorong-gorong dan drainase jadi penyebab banjir di Kota Malang
- Pemerintah Kota (Pemkot) Malang harus berkaca dari fenomena banjir tahun ini
- Gorong-gorong dan drainase jadi satu-satunya solusi banjir Kota Malang
Malang, IDN Times - Banjir di Kota Malang kini kian sering terjadi setiap hujan deras mengguyur. Kondisi ini bikin khawatir para aktivis lingkungan karena Kota Malang yang berada di dataran tinggi justru sering terjadi banjir. Founder Profauna Indonesia, Rosek Nursahid, membeberkan penyebab kian seringnya banjir merendam Kota Malang.
1. Bukan deforestasi, gorong-gorong dan drainase yang jadi penyebab banjir di Kota Malang

Rosek berpendapat yang menyebabkan banjir di Kota Malang saat ini bukan deforestasi, karena sudah tidak ada hutan lagi di Kota Malang. Sementara hutan di Malang Raya yang tersisa ada di Kota Batu dan Kabupaten Malang. Sehingga deforestasi bukan jadi penyebab utama banjir di Kota Malang, tapi gorong-gorong dan sistem drainase yang buruk jadi penyebab utama banjir.
"Misalnya di Jalan Soekarno-Hatta (Suhat), dulu Suhat itu persawahan dan tidak ada ceritanya Suhat itu kebanjiran. Tapi sekarang pembangunan begitu masif tanpa memperhitungkan drainase, sehingga ketika curah hujan tinggi maka akan terjadi banjir. Jadi saya melihat pada tata kota yang belum ramah lingkungan," terangnya saat dikonfirmasi pada Senin (8/12/2025).
Rosek menegaskan jika minimal suatu kota memiliki 25 persen lahan terbuka hijau dari luas kawasan untuk sumber resapan air. Sementara di Kota Malang, jumlahnya kurang dari 25 persen, hanya ada di beberapa titik saja sehingga tidak efektif menyerap air saat banjir. Apalagi kini pembangunan yang masof terjadi di pinggiran kota, sehingga yang dulunya persawahan kini jadi bangunan ruko, kampus, atau perumahan.
"Seperti di Suhat malah baru sekarang dibangun gorong-gorong, yang malah bikin macet sekarang. Yang saya kritisi kenapa baru dibangun saat musim hujan, bukan saat musim kemarau kemarin. Sehingga ini memperparah sistem aliran air yang terganggu," tegasnya.
2. Pemerintah Kota (Pemkot) Malang harus berkaca dari fenomena banjir tahun ini

Rosek menilai jika pemerintah sudah terlambat untuk menangkal banjir di tahun 2025 ini, apalagi musim hujan diperkirakan sampai bulan Februari atau Maret 2025. Tapi setidaknya Pemkot Malang harus mulai berkaca dan betul-betul merancang tata kota kebih baik, terutama gorong-gorong dan sistem drainase.
"Kalau drainase dan aliran air, seharusnya di atasnya tidak ada bangunan fisik. Sehingga harus dicek peta tata kota apakah ada bangunan di atas drainase atau aliran air. Karena dari dulu tidak ada ceritanya Kota Malang kebanjiran, karena Malang itu dataran tinggi," ujarnya.
3. Gorong-gorong dan drainase jadi satu-satunya solusi banjir Kota Malang

Rosek menilai jika pembuatan sumur resapan atau biopori di tengah kota akan sulit dilakukan karena banyaknya beton dan bangunan. Sehingga satu-satunya solusi banjir saat ini adalah pembangunan drainase dan gorong-gorong bebas hambatan.
"Persoalannya itu harus di tanah, sedangkan di Kota Malang sudah banyak beton, sehingga mau buat resapan di mana? Sehingga satu-satunya solusi adalah buat gorong-gorong bebas hambatan yang besar untuk menampung air. Karena sudah tidak ada ruang buat sumber resapan, penuh beton dan bangunan semua di sana," paparnya.
Terakhir, ia berharap pemerintah mengkaji ulang terkait tata kota, kemudian hasil kajian ini melibatkan para ahli. Sehingga ada rekomendasi yang ditindaklanjuti untuk masalah banjir di Kota Malang.
"Karena penyakit lama kita adalah baru ingat banjir saat musim hujan, tapi begitu musim kemarau kita lupa lagi. Nanti bulan November datang, baru teriak lagi. Sehingga harus kita kawal bersama-sama," pungkasnya.


















