253 Difabel Mental di Jatim Masih Dalam Jeratan Pasung

Surabaya, IDN Times - Sebanyak 253 Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) atau difabel mental per Desember 2024 masih mengalami pemasungan oleh keluarganya. Jumlah itu tersebar di di 33 kabupaten/kota di Jawa Timur (Jatim).
Kepala Dinas Sosial Jatim, Restu Novi Widiani mengatakan ada beberapa daerah yang memiliki angka korban pasung tertinggi. Di antaranya Kabupaten Sampang dengan 27 kasus, diikuti oleh Kabupaten Madiun 24 kasus, Probolinggo 19 kasus, dan Pamekasan 18 kasus.
"Dua kabupaten (Sampang dan Madiun) ini menjadi perhatian serius kami karena angkanya masih cukup tinggi," ujarnya.
Novi membeberkan, pemasungan ini dilakukan oleh keluarganya sendiri. Kebanyakan dari mereka memilih langkah memasuh anggota keluarganya yang difabel mental itu karena faktor ekonomi.
Banyak keluarga korban pasung berasal dari kalangan tidak mampu sehingga kesulitan memenuhi kebutuhan perawatan ODGJ. "Kemiskinan menjadi akar masalah utama," katanya.
"Selain itu, minimnya pengetahuan keluarga tentang kesehatan jiwa sering kali memicu tindakan pasung ulang meskipun sebelumnya korban telah dibebaskan," jelas Novi menambahkan.
Faktor lain yang menghambat adalah lingkungan masyarakat yang apatis terhadap program bebas pasung yang dicanangkan Dinsos Jatim. Keluarga merasa ketakutan terhadap ODGJ yang dianggap mengganggu keamanan.
"Banyak keluarga dan masyarakat merasa resah, sehingga mereka menolak program ini," ungkap Novi.
Sementara dalam program bebas pasung, Novi mengungkap bahwa program ini sudah ada sejak 2014. Selama 10 tahun berjalan ada sebanyak 1.594 difabel mental korban pasung yang dibebaskan.
Khusus tahun 2024 saja, tercatat sebanyak 33 korban pasung telah dibebaskan di tiga daerah. Antara lain, Kabupaten Blitar sebanyak delapan orang, Tulungagung sebanyak 19 orang dan Kota Kediri sebanyak enam orang.
"Proses pembebasan dilakukan melalui pendekatan terintegrasi yang melibatkan pendamping pasung, edukasi kepada keluarga korban, serta dukungan operator dari fasilitas kesehatan tingkat pertama," kata Novi.
"Namun, keterbatasan infrastruktur seperti shelter penanganan ODGJ dan minimnya Posyandu Jiwa masih menjadi kendala serius," beber Novi menambahkan
Melalui program bebas Pasung ini, Novi menyebutkan bahwa Dinsos Jatim terus berupaya menciptakan sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan keluarga korban.
"Upayanya seperti edukasi, pelibatan keluarga, maupun tenaga pendamping, serta penyediaan layanan kesehatan yang lebih merata diharapkan dapat mempercepat pembebasan pasung di Jatim," paparnya.
Selain itu, menurut Novi, dukungan lintas sektor sangat diperlukan, mulai dari peningkatan ketersediaan obat ODGJ, penguatan Posyandu Jiwa, hingga keterlibatan aktif masyarakat dalam menjaga kesehatan jiwa di lingkungannya.
"Ini bukan hanya soal membebaskan ODGJ dari pasung, tapi juga memulihkan harkat dan martabat mereka sebagai manusia," pungkas Novi.