7 Ribu Ton Gula Menumpuk di Pabrik, Petani Tebu Madiun Terpuruk

- Petani tebu di Madiun belum menerima pembayaran selama 13 minggu sejak Juli 2025
- Program penyerapan gula pemerintah tak kunjung dijalankan, menyebabkan stok gula lokal melimpah
- 7.200 ton gula hasil panen petani menumpuk di gudang pabrik tanpa kepastian penjualan
Madiun, IDN Times – Ratusan petani tebu di Kabupaten Madiun, Jawa Timur, kini terpuruk di tengah panen raya. Sudah 13 minggu mereka tak menerima pembayaran dari hasil panen, sementara 7 ribu ton gula yang diproduksi masih menumpuk di gudang pabrik.
1. Petani belum terima uang 13 Minggu

Sejak Juli 2025, gula produksi petani tak terserap pasar akibat stok yang melimpah. Program penyerapan pemerintah yang dijanjikan sejak awal musim giling pun tak kunjung dijalankan.
"Petani tebu setengah mati karena gula tidak laku. Sudah 13 minggu kami tidak terima uang,” ujar Ketua Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Kabupaten Madiun, Mujiono, Rabu (27/8/2025).
2. Janji penyerapan gula tak terwujud

Mujiono menyebut, kelebihan pasokan gula lokal makin parah karena masuknya gula rafinasi impor lewat skema dropping pemerintah. Di sisi lain, program penyerapan gula rakyat melalui Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) yang digagas DPR RI dan Kementerian Pertanian, tak kunjung terealisasi.
"Sudah hampir dua bulan Danantara belum jalan. Menteri Pertanian juga janji siap menyerap, tapi sampai sekarang tidak ada aksi. Petani butuh tindakan, bukan janji," tegasnya.
Ia menambahkan, pemerintah seharusnya meniru langkah Bulog dalam menyerap beras petani. "Kalau padi tidak laku, Bulog beli. Kalau gula, dibiarkan begitu saja," lanjutnya.
3. Ribuan ton gula menumpuk di gudang

Data yang dihimpun menyebut, pemerintah sebenarnya berencana menggandeng pihak ketiga untuk membeli gula petani lewat Danantara. Namun hingga kini, kebijakan itu belum dirasakan di lapangan.
Di Pabrik Gula (PG) Pagotan, Madiun, sekitar 7.200 ton gula hasil panen petani masih menumpuk di gudang tanpa kepastian. Kondisi ini membuat petani semakin terjepit karena tak bisa menutup biaya produksi maupun kebutuhan hidup sehari-hari.