Terperangkap Candu Judi Online

Surabaya, IDN Times – Kenny, bukan nama sebenarnya, memainkan sebatang rokok di antara jari-jarinya. Sambil duduk bersila di antara persimpangan siang menuju sore, ia mengawali cerita. Sebuah kisah yang menurutnya berat. Yang baru saja dilewatinya penuh keterpurukan.
Remaja berusia 21 tahun ini masih tak menyangka kalau dirinya terjerumus di dunia perjudian. Sialnya, judi itu tak tampak nyata. Semua serba maya. Di dunia daring yang hanya butuh jari-jemari yang memainkannya.
Warga salah satu kabupaten di Jawa Timur (Jatim) ini mengenal dunia ‘hitam’ itu di tengah pandemik COVID-19. Kala itu, Kenny sedang bingung mencari pekerjaan setelah lulus dari bangku putih abu-abu. Lantaran wabah yang merebak itulah, pekerjaan susah didapatkan. Lowongan kosong melompong.
Ketika itu pula, Kenny mendapatkan bisikan-bisikan harapan dari teman-temannya di warung kopi. Teman-temannya yang sedang menganggur karena menjadi korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) berdalih efesiensi perusahaan. Dari bisikan itu, ia tergerak mempelajari. Sejumlah artikel hingga video yang didapatkannya secara daring pun diselaminya.
Merasa sudah paham, remaja yang waktu itu menginjak usia 19 tahun ini mulai membikin akun secara daring. Ia mencoba dua judi online sekaligus. Yakni judi pragmatic atau yang dikenal judi slot dan judi bola online. "Daftarnya gampang kok, cukup buat akun terus isi depo (deposit) biar bisa main," ujarnya, Senin (22/7/2024).
Ketagihan dapat untung hingga akhirnya buntung

Dasarnya memang judi. Awal main, Kenny merasa jemawa. Ia diberi kemenangan berlimpah. Uang yang depositnya jadi berlipat ganda. Tak butuh waktu lama. Ia pun mulai ketagihan. Mencari uang dengan mudah. Instan istihalnya.
"Deposit cuman Rp100 ribu terus jadi jutaan. Kadang ya kalah sedikit, saya deposit lagi. Sampai punya untung paling besar itu Rp2 juta," ungkapnya.
Uang Rp2 juta itu hanya penghibur belaka. Bak fatamorgana di tengah raya yang disorot sang surya. Segera mungkin uang itu raib menguap entah ke mana. Kenny pun panas. Ia ingin uangnya itu kembali seperti sedia kala. Sampai akhirnya dia menambah depositnya.
Kenny sadar kalau deposit yang dilakukannya itu menggerus tabungannya. Ia pun panik, resah dan gelisah karena tak memegang uang. Rasa dendam menyelimuti dirinya. Tak kehabisan akal, ia berkonsultasi ke para pembisiknya di warung kopi.
"Terus ada yang ngomong kalau pinjol (pinjol) solusinya," katanya. Kenny pun mencari tahu seputar pinjol. Teknis dapat uangnya dirasa mudah. Cukup isi data diri dan foto dengan kartu identitas, uang pun berdatangan mengisi rekening miliknya.
Bukannya taubat, uang yang didapat dari pinjol itu malah dipakai deposit lagi di judi online. Kenny kembali menyelam, mencari pundi rupiah di tengah kefanaan. Lagi-lagi, ia boncos. Niat cari uang buat nyicil utang, malah dia terus menambah pinjaman untuk bisa main judi.
"Kekalahan sudah gak terhitung, sampai terkena lilit pinjol," ungkapnya. Karena beban itulah, Kenny tidak tenang. Kecelakaan pun menimpanya, setelah tidak fokus berkendara. Kenny sempat menjalani perawatan intensif di rumah sakit. Selama berbulan-bulan ia harus menepi untuk memulihkan diri.
Di tengah itu semua, Kenny tersadar. Judi online membuatnya sesat. Menjadikan kehidupannya semakin terpuruk. Seperti lirik lagu Rhoma Irama, "Judi meracuni kehidupan,". Kini, Kenny tak mau lagi berurusan dengan perjudian. Baik itu online atau offline.
"Sekarang tidak main, sudah kapok. Semoga yang lain bisa belajar dari cerita saya," ungkap Kenny.
Usaha bangkrut hingga di ujung perceraian

Setali tiga uang dengan Kenny, Joni, nama samaran, juga kelimpungan sewaktu pagebluk COVID-19 meluas seantero dunia. Kebijakan demi kebijakan pembatasan hingga penutupan tempat nongkrong pun diambil pemerintah. Dampaknya, ia terkena PHK juga. Tak sampai di situ, usaha warung kopi yang dirintisnya turut terdampak. Sepi.
Joni kebingungan. Apalagi istrinya sedang hamil. Isi kepalanya pun penuh. Ia lantas mencari tahu, cara mencari uang dengan cepat. Buat menutup kebutuhan calon jabang bayi yang mau lahir di muka bumi. Secara tak sengaja, ia bertemu seorang laki-laki paruh baya yang tengah senyum-senyum sendiri menatap layar ponselnya.
"Saya tanya, kenapa pak kok senang begitu? Terus dijawab, jackpot mas. Cair. Gitu," beber Joni saat ditemui di sebuah warkop Surabaya, Minggu (30/6/2024). Ia pun menyeruput kopi kemudian melanjutkan obrolan dengan laki-laki tersebut. Ternyata sedang main slot alias judi online.
Sisa uang yang dipegang Joni langsung digunakan deposit di situs judi slot tersebut. Awal main, ia merasa dapat untung. Sampai akhirnya kekalahan hingga kerugian menghampirinya. Joni mulai memakai uang modal warkopnya. Uang itu pun turut ludes dimakan slot. Bingung tak pegang uang, ia cari utangan. Tapi kembali lagi, uang itu juga habis.
Joni kian kebingungan. Ia gelisah. Istrinya sudah masuk hamil tua. Trimester tiga tepatnya. Saat bersamaan, kontrakan warkop harus diperpanjang. Joni pun di antara persimpangan. Ia memilih menutup warkopnya. Menjual barang berharga untuk biaya lahiran istrinya. Meredam amarah yang sudah membumbung tinggi di dalam rumah.
"Saya sampai jual barang berharga termasuk kendaraan saya hasil nabung," ungkapnya. "Saya juga minta maaf ke istri saya karena mau ditinggalkan karena ketahuan judi, tapi saya memohon dan berjanji nggak ngulangin lagi," ungkap Joni.
Pemerintah akui judol marak di Jatim

Fenomena judi online di Jatim terbilang marak. Bahkan provinsi paling timur di Pulau Jawa ini menduduki peringkat empat nasional dalam transaksi judi. Berdasarkan data Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Jatim, peringkat pertama diduduki Jawa Barat, disusul Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Banten.
Secara rinci nilai transaksi Jawa Barat Rp3,8 triliun dengan jumlah pemain 535.644 orang, Jakarta sebanyak Rp2,3 triliun dengan jumlah pemain 238.568 orang, Jawa Tengah sebesar Rp1,3 triliun dengan pemain sebanyak 201.963 orang, Jawa Timur sebesar Rp1,05 triliun dengan jumlah pemain sebanyak 135.227 orang, dan Banten Rp1,02 triliun dengan pemain sebanyak 150.302 orang.
"Nah, ini yang menjadi atensi kami di Pemprov Jatim karena ada lima besar tepatnya peringkat keempat," kata Kepala Diskominfo Jatim, Sherlita Ratna Dewi Agustin saat pembukaan pelatihan jurnalisme inklusif di Surabaya, Selasa (16/7/2024).
Para pelaku judi online ini pun hampir di semua kelompok usia. Mereka memainkan beragam jenis judi online. Mulai dari slot, domino, poker, kasino, bola, e-games, permainan kartu, olahraga virtual hingga permainan angka. Nilai transaksi tiap pemainnya ternyata tidak besar.
"Mereka ini sebenarnya main dengan nilai transaksi kecil, tapi rutin," bebernya.
Maka dari itu, Sherlita menegaskan sangat penting memberikan atensi terhadap fenomena ini. Mengingat dampak judi online ini meluas ke masalah sosial masyarakat. Data Badan Pusat Statistik (BPS), Jawa Timur menjadi provinsi yang angka perceraiannya tertinggi yang dipicu judi dari kurun waktu 2020 – 2023.
Pada tahun 2020, perceraian akibat dari judi sebanyak 116 kasus, kemudian tahun 2021 sebanyak 230 kasus, selanjutnya tahun 2022 sebanyak 307 kasus dan tahun 2023 sebanyak 415 kasus. "Jadi, dampak judi ini sangat besar, ke hubungan rumah tangga," ungkap Sherlita.
Terkait upaya yang dilakukan pemerintah, Sherlita mengaku pihaknya terus berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) hingga kepolisian. Jika ada temuan situs judi online maka dilaporkan ke Kemenkominfo dan BSSN untuk segera dilakukan pemblokiran.
"Sedangkan dengan kepolisian dalam hal ini Tim Siber Polda Jatim untuk melacak sekaligus menangkap pelakunya," kata Sherlita.
Tak sampai di situ, Sherlita juga mengajak orangtua untuk mengawasi anaknya dalam bermain ponsel. Karena data menunjukkan judi online itu sudah merambah ke anak-anak. "Usia di bawah 10 tahun juga sudah ada yang main judi online ini," ungkapnya. "Maka dari itu pentingnya pengawasan orangtua terhadap anak-anaknya," pesan Sherlita.
Akademisi menilai judi online seperti narkoba, harus ada upaya menyeluruh

Dosen Departemen Sosiologi Universitas Airlangga (Unair) Ratna Aziz Prasetya bilang, maraknya fenomena judi online beberapa tahun terakhir ini dipengaruhi berbagai faktor. Tekanan kemiskinan dan gaya hidup dapat menjadikan seseorang mendapatkan tujuan tertentu secara instan.
Selain kemiskinan, faktor sosial juga menjadi faktor pendukung maraknya judi online. "Seseorang yang berada di lingkungan atau pergaulan yang dekat dengan kejahatan, maka potensi untuk mengembangkan perilaku kejahatan juga dapat terjadi," ujarnya.
Faktor yang ketiga adalah faktor budaya yang menganggap judi online adalah lumrah. Faktor ini dapat menyebabkan seseorang tertarik untuk menggunakannya.
Lebih lanjut lagi, permainan ini ibaratnya seperti narkoba. Jika seseorang sudah kecanduan judi online, mereka tidak bisa berhenti. Hal ini membawa kerugian secara ekonomi apabila tidak sesuai ekspektasi mereka. "Secara mental, seseorang juga bisa terdorong untuk melakukan hal-hal yang negatif, seperti mencuri, membantah, dan lainnya," tambahnya.
Ratna juga menambahkan, saat ini permainan tersebut sudah sering diblokir pemerintah. Namun, cara pemblokiran tersebut dirasa belum efektif karena mereka dapat membuat situs baru lagi.
"Kalau kita lihat, jika ada satu situs dihapus, maka mereka akan membuat situs baru lagi. Begitu seterusnya. Menurut saya, memblokir situs itu penting tetapi harus dilihat juga dari sisi korban judi online untuk memberikan edukasi. Artinya, kita harus menyadarkan anak-anak muda agar tidak terjerumus ke dalam permainan judi online," pungkas Ratna.