Terdakwa Anak Kasus Kerusuhan di Kediri Divonis Hukuman 1,5 Bulan

- Kuasa hukum pertimbangkan banding atau menerima putusan
- Masa depan keempat anak masih panjang, tetap mengapresiasi keputusan hakim
- Terdakwa tidak terlibat langsung dalam peristiwa kerusuhan, hanya ikut-ikutan setelah melihat situasi di media sosial
Kediri, IDN Times - Empat terdakwa anak di bawah umur, yang terlibat dalam kasus kerusuhan di Kediri, akhir Agustus lalu divonis hukuman penjara selama 1,5 bulan. Putusan untuk DRA, FPP, DAS dan CFF dalam sidang di Pengadilan Negeri Kabupaten Kediri itu lebih ringan dibandingkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), yaitu 2 bulan penjara. Sebelumnya, para terdakwa dituntut atas pelanggaran Pasal 363 KUHP tentang tindak pidana pencurian dengan pemberatan. Mereka diduga mengambil plakat bertuliskan “Aset Milik Pemerintah Kabupaten Kediri” saat malam kerusuhan berlangsung.
1. Lebih rendah dari tuntunan JPU, kuasa hukum nyatakan pikir-pikir

Penasehat hukum para terdakwa, Mohamad Rofian, menyampaikan bahwa pihaknya masih mempertimbangkan apakah akan mengajukan banding atau menerima putusan tersebut. Dalam sidang putusan pihaknya menyampaikan pikir-pikir atas vonis yang diberikan majelis hakim PN Kediri. “Kami sebagai penasehat hukum masih pikir-pikir apakah akan melakukan banding atau tidak. Ada waktu tujuh hari untuk memutuskan langkah selanjutnya,” ujarnya Minggu (5/5/2025).
2. Mengapresiasi putusan majelis hakim PN Kediri

Rofian menambahkan, masa depan keempat anak tersebut masih panjang. Mereka bahkan harus mengikuti ujian tengah semester di lembaga pemasyarakatan. Meski demikian, pihaknya tetap mengapresiasi keputusan hakim yang telah memberikan vonis lebih ringan dari tuntutan JPU. “Kami mengapresiasi pihak hakim. Selanjutnya, kami bersama tim akan berkoordinasi untuk menentukan apakah putusan ini akan diterima atau diajukan banding,” jelasnya.
3. Tegaskan terdakwa tidak terlibat langsung dalam peristiwa kerusuhan

Lebih lanjut, Rofian menegaskan bahwa keempat anak tersebut tidak terlibat langsung dalam aksi unjuk rasa, tindakan anarkis, maupun perusakan kantor pemerintah. Mereka hanya ikut-ikutan setelah melihat situasi di media sosial. “Anak-anak ini tidak ikut aksi unjuk rasa, tidak berbuat anarkis, dan tidak merusak fasilitas pemerintah. Setelah kejadian, mereka datang ke lokasi, melihat papan nama berserakan, lalu membawanya pulang. Mereka masih anak-anak, bisa dibilang hanya ikut-ikutan atau fomo,” pungkasnya.