Siswa Kesetrum, Dispendik Surabaya akan Mediasi Sekolah dan Wali Murid

Surabaya, IDN Times - Dinas Pendidikan (Dispendik) Kota Surabaya akan memfasilitasi mediasi antara pihak sekolah dengan orangtua korban terkait dengan insiden siswa kestrum. Korban adalah SSH (15) siswa kelas IX SMP Katolik Angelus Custos Surabaya yang tewas kestrum di sekolah pada 28 Maret 2028 lalu.
Kepala Dispendik Surabaya Yusuf Masruh mengatakan, pekan depan keluarga korban dan yayasan akan bertemu. Pertemuan ini setelah pihaknya menghubungi yayasan dan sekolah.
" Menunggu ketemu yayasan dan orang tua. Semoga terbaik untuk semua. Segera lah, kasihan (korban). Agar sekolah, yayasan, dan orang tua ketemu," kata Yusuf, Senin (12/5/2025).
Ia menyebut, Dispendik Surabaya telah dua kali meminta keluarga korban dan sekolah untuk bertemu. Sayangnya, hasilnya nihil.
"Ya kami bisa apa ya, paham lah. Tapi nampaknya sekolah ini perhatiannya yang diperlukan. Saya harap sekolah juga pro aktif," katanya.
Yusuf berharap yayasan pro aktif menemui keluarga korban. Sayangnya, selama dua kali pertemuan yayasan selalu diwakili kepala sekolah, sebab yayasan ada di Malang.
Ketika dua belah pihak saling bertemu dan duduk bersama. Diharapkan masalah ini akan cepat selesai.
"Harapan saya begitu (bisa diselesaikan), secara kekeluargaan. Untuk kepentingan anak nggak ada benar dan salah. Ini kepentingan anak," pungkasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, SSH (15) siswa kelas IX salah satu SMP Katolik di Surabaya tewas tersengat listrik saat berada di sekolah. Ayah korban pun melaporkan pihak sekolah ke Polrestabes Surabaya, Rabu (7/5/2025).
Laporan itu dilayangkan pada 10 April 2025 dan diterima oleh SPKT dengan nomor laporan STTLPM/549/IV/2025/SPKT/Polrestabes Surabaya.
Ayah korban, Tanu Hariadi, mengatakan, putranya itu tewas pada 28 Marer 2025 lalu. Saat itu, sang anak sedang berada di sekolah untuk tugas kelompok ujian praktik Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan (PJOK) walaupun sekolah sedang libur.
Kejadian itu berawal dari korban dan teman-temannya yang berkumpul di sekolah pada pukul 11.23. Korban dan temannya hendak ke kelas untuk kerja kelompok. Karena tangga kelas ditutup, mereka pun memutuskan untuk kerja kelompok di rooftop SMA Katolik yang berada di dekat gedung sekolah SMP.
Korban saat itu hendak meletakkan ponsel untuk merekam kegiatan mereka. Korban pun berjalan di tepi rooftop tepatnya dekar AC.
Saat berjalan itu, tiba-tiba korban tersengat listrik. Diduga korban tak sengaja menginjak kabel AC yang terkelupas.
"Teman-temannya bersaksi putra saya sempat berteriak aku kesetrum lalu mematung selama sekitar 40 detik sebelum akhirnya terjatuh dan kepalanya terbentur pagar," ujar Tanu, Rabu (7/5/2025).
Korban pun dilarikan ke RS Adi Husada Undaan Wetan Surabaya untuk segera mendapat pertolongan. Sayang, nyawa korban tak bisa diselamatkan. Korban puk dinyatakan meninggal dunia pukul 12.35 WIB.
"Saat memandikan jenazah, saya melihat luka di kakinya, bercak merah di punggung, dan bintik-bintik merah di lengannya. Diduga, urat syarafnya putus," kata dia.
Usai insiden itu, Tanu pun mendatangi sekolah untuk mendapatkan kronologi kejadian. Sayangnya, pihak sekolah tak memberi tanggapan.
"Padahal peristiwa itu terjadi di sekolah. Kalau memang ada empati datang ke rumah jelaskan, maka kami sebagai orang tua maka akan jatuh hatinya," terang dia.
Tanu menyebut, pihaknya merasa perlu melaporkan pihak sekolah ke polisi. Insiden ini merupakan tanggung jawab sekolah. Sebab saat itu, anaknya harusnya mengerjakan tugas di rumah salah satu siswa, namun ada guru yang menyarankan dikerjakan di sekolah.
"Mereka memutuskan mengerjakan tugas di sekolah karena dijanjikan akan disediakan tempat. Tapi saat di sekolah, ternyata kelas terkunci sehingga mereka mengerjakan tugas di rooftop lantai empat," ujarnya.
Sementara itu, Kasi Humas Polrestabes Surabaya, AKP Rina Shanty Dewi, membenarkan laporan tersebut. Pihaknya kini tengah memeriksa sejumlah saksi.
"Sudah dilakukan klarifikasi saksi-saksi sebanyak 5 orang termasuk dari pihak sekolah," kata Rina.