Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Rumus Kimia Fisika Mengejutkan Peserta UTBK 2025

Unsplash.com/David Ballew
Unsplash.com/David Ballew

Surabaya, IDN Times – Cuaca di pelataran kampus Universitas Brawijaya (UB) Malang sedang cukup cerah, Sabtu 26 April 2025 pagi. Namun, suasana di dalam ruang Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) 2025 berubah meredup. Para peserta yang awalnya merasa siap dengan ujian Literasi Bahasa Indonesia (LBI) mulai tercengang. Mereka menghadapi tantangan yang tak mereka duga sebelumnya.

Di balik layar komputer, barisan soal yang menguji kemampuan membaca dan memahami teks ini malah muncul istilah Kimia dan Fisika. Bukan karena mata pelajaran itu tidak pernah mereka temui, tetapi karena LBI adalah subtes yang tidak secara khusus diajarkan di sekolah. Para peserta harus mempersiapkan diri secara mandiri, dan kali ini, mereka terkejut karena soal-soalnya menuntut pemahaman lintas disiplin ilmu yang rumit dan tidak terprediksi.

Bagi banyak peserta, ini adalah tantangan yang rumit. Pasalnya, LBI sendiri adalah subtes yang tidak diajarkan di sekolah pada umumnya, sehingga mereka harus belajar secara mandiri. Begitu pun yang tak terduga adalah masuknya elemen lintas disiplin dalam soal-soal tersebut, yang membuat peserta dari latar belakang tertentu merasa kesulitan.

"Ketemu soal yang ada istilah Kimia-nya, dan itu gak satu atau dua soal aja tapi hampir sepuluh soal," kata Sherly (18), peserta UTBK di UB menceritakan pengalamannya kepada IDN Times, Jumat (2/5/2025).

Sebelum ujian, Sherly mengaku sudah siap dengan soal LBI karena ia mempelajarinya secara mandiri melalui buku latihan soal dan video Youtube.

"Jawabannya ada yang terdapat di bacaan, tapi ada juga yang soalnya ngetes pengetahuan umum dari Kimia itu sendiri apa. Jadi yang ada unsur Kimia-nya aku otomatis nge-blok karena gak ada jawaban di bacaannya,” tambahnya.

Hal yang sama juga dirasakan oleh Lya (19), peserta gap year yang mengikuti UTBK di UB. Lya sendiri yang dari jurusan IPS merasa agak kesulitan. Meskipun Lya mengikuti bimbingan belajar, ia mengaku tetap merasa kesulitan karena soal LBI yang melompat ke disiplin ilmu lain.

"Meskipun gak harus paham betul fisika/kimia, tapi harus tahu apa yang dimaksud di soal itu,” ucap Lya pada IDN Times, Jumat (2/5/2025).

Cerita kerumitan di hari tes UTBK juga dialami Dova (18), peserta UTBK dari SMK yang mengikuti UTBK di ITS. Ia mengungkapkan kesulitannya lebih dalam. Ia menceritakan bahwa ada soal LBI membahas tentang kandungan senyawa dan kimia yang tidak diajarkan di SMK dan tidak ada di pembahasan UTBK website manapun.

"Jadi, menuntut untuk belajar sendiri. Gimana mau ngerti kalau gak pernah belajar?" kata Dova pada IDN Times, Sabtu (3/5/2025). Meskipun beberapa soal masih bisa dijawab dengan logika, Dova merasa soal LBI tahun ini tidak mencerminkan kemampuan literasi seperti yang ia pahami di sekolah.

Tazqiyatul Fithriya, seorang mentor bimbingan belajar UTBK di Pare, mengungkapkan bahwa materi seperti ini sebenarnya sudah dipersiapkan dalam bimbel. "Kami di bimbel sudah nyiapin anak-anak untuk belajar materi interdisipliner di LBI. Tapi tetap aja, sebenarnya ini adalah pengetahuan umum yang tidak diajarkan khusus di setiap mapel," ujarnya pada IDN Times, Jumat (2/5/2025).

Menurut Tazqiya, soal LBI memang membutuhkan lebih dari sekadar kemampuan membaca cepat. "Kunci utama tetap kemampuan dan terlatih memahami bacaan dalam waktu singkat," tambahnya.

Jadi, meskipun bimbel sudah mencoba mengantisipasi model soal seperti ini, tetap saja tidak semua peserta punya kesempatan atau akses ke latihan yang serupa. Nah, untuk peserta yang belajar secara mandiri, tantangannya tentu lebih besar.

Pertanyaan ini menjadi pembicaraan hangat setelah ujian selesai. Dalam konferensi pers yang digelar Panitia Seleksi Nasional Penerimaan Mahasiswa Baru (SNPMB) pada 29 April 2025, Ketua Umum Tim Penanggungjawab SNPMB 2025, Eduart Wolok menjelaskan bahwa terdapat kesalahpahaman di kalangan peserta UTBK mengenai materi yang diujikan dalam subtes LBI. Banyak peserta yang menganggap bahwa LBI hanya menguji materi pelajaran Bahasa Indonesia.

Padahal, menurut Eduart, subtes LBI sebenarnya menguji literasi atau pemahaman peserta terhadap teks dalam Bahasa Indonesia. "Banyak pemahaman yang salah di masyarakat menganggap tes Literasi Bahasa Indonesia seolah-olah harus tes Bahasa Indonesia," kata Eduart dikutip dari akun Youtube SNPMB, Selasa (29/4/2025).

Dengan demikian, Eduart menegaskan bahwa tidak ada kesalahan dalam penyusunan soal LBI, dan peserta diharapkan memiliki kemampuan memahami teks dalam berbagai konteks, termasuk yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan alam.

"Jadi bisa saja ada soal Saintek (sains dan teknologi) karena yang kita nilai itu literasi pemahamannya," ujarnya.

Pernyataan ini menimbulkan pertanyaan lebih lanjut: "Bukankah di SMA siswa tidak diajarkan literasi lintas disiplin secara eksplisit? Mengapa soal ujian masuk perguruan tinggi malah menyisipkan konsep-konsep seperti ini, padahal subjeknya adalah LBI?" Ini bukan masalah tidak bisa menjawab—tapi lebih kepada relevansi dan arah dari soal tersebut.

Ketika soal ujian mengandung materi yang tidak semua siswa punya akses untuk mempelajarinya, siapa yang diuntungkan?

Subtes Literasi Bahasa Indonesia dalam UTBK bertujuan untuk mengukur kemampuan peserta dalam membaca dan memahami teks tertulis, menemukan ide pokok, serta menarik kesimpulan logis. Namun, seperti yang terjadi tahun ini, LBI juga bisa mengandung wacana dari disiplin ilmu lain—sains, ekonomi, bahkan hukum. Masalahnya, tidak semua peserta memiliki latar belakang atau kesiapan untuk menghadapi teks yang kompleks dan melibatkan berbagai konsep dari bidang yang berbeda.

Dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Negeri Surabaya (UNESA), Dr. Prima Vidya Asteria, S.Pd., M.Pd memberikan penjelasan mengenai literasi dalam konteks pendidikan. Literasi itu dalam bahasa Indonesia, adalah kompetensi, kemampuan individu untuk memahami, menggunakan, mengevaluasi, dan merefleksi berbagai jenis teks.

"Literasi diarahkan pada analisis wacana, berpikir kritis, dan produksi akademik," ujar Prima pada IDN Times, Sabtu (3/5/2025).

Namun, Prima juga menekankan bahwa literasi di tingkat SMA biasanya lebih fokus pada pemahaman teks dasar dan produksi teks. "Di SMA, literasi lebih kepada struktur teks dan fungsi teks, sementara di perguruan tinggi literasi berkembang menjadi kemampuan berpikir kritis, analisis wacana, dan sintesis akademik," jelasnya.

Prima mengakui bahwa materi literasi yang diajarkan di SMA sudah cukup memadai untuk menghadapi soal UTBK, meskipun belum sempurna. Soal UTBK sering menguji pemahaman bacaan lintas disiplin, penalaran logis, dan kemampuan kritis terhadap teks, sementara di SMA, konsep tersebut belumlah sepenuhnya ada.

Peserta UTBK seperti Sherly, Lya, dan Dova tidak menuntut soal yang lebih mudah. Mereka hanya ingin soal LBI tetap sesuai dengan subtesnya, yakni soal yang menguji literasi. Jika memang mengandung unsur sains atau bidang lain, setidaknya jawabannya tetap bisa ditemukan dalam teks yang disediakan.

"Biasanya kalau LBI itu kan jawabannya sudah pasti ada di bacaannya. Jadi ya kalau bisa disesuaikan sama subtesnya aja," kata Sherly. Lya menambahkan, kalau pun harus ada konteks kimia atau fisika, setidaknya jawabannya sudah ada di teks, supaya yang tidak sepenuhnya menguasai fisika atau kimia bisa paham.

Sementara Dova, yang merasa soal tidak sesuai dengan kurikulum SMK, berharap standar soal bisa menjadi lebih jelas ke depannya.

Ujian tahun ini membuka diskusi besar: apakah soal LBI UTBK sudah terlalu jauh dari apa yang diajarkan di sekolah? Dan kalau iya, apakah sekolah harus mengejar, atau soal yang disesuaikan?

Menurut Prima, sebenarnya perlu ada perbaikan yang dilakukan dari sisi kurikulum dengan literasi yang lebih reflektif dan menambah konten literasi interdisipliner di kurikulum SMA.

"Untuk mengatasi kesenjangan antara materi yang diajarkan di SMA dan soal UTBK, penting adanya penambahan kurikulum terkait literasi interdisipliner," ujarnya. Hal ini, menurutnya, akan membantu siswa memahami dan menganalisis teks yang mengandung berbagai konsep dari berbagai bidang ilmu.

Namun, selain perbaikan kurikulum, Prima juga menekankan pentingnya kolaborasi lintas mata pelajaran, seperti bahasa Indonesia dan IPA, untuk membantu siswa menganalisis teks-tematik lintas bidang.

"Meskipun materi literasi di SMA sudah cukup memadai, soal UTBK sering kali menguji pemahaman bacaan lintas disiplin, penalaran logis, dan kemampuan kritis terhadap teks. Kolaborasi lintas mata pelajaran sangat penting agar mereka terbiasa mengatasi teks yang melibatkan berbagai disiplin ilmu,” tambahnya.

Tapi, lebih dari itu, tantangan ini menyadarkan kita semua bahwa ujian adalah cermin dari sistem pendidikan yang lebih luas. Bukan hanya soal menguji pengetahuan, tetapi soal menyiapkan generasi yang mampu berpikir kritis dan lintas disiplin. Jika literasi yang dimaksud adalah tentang pemahaman terhadap dunia, maka pendidikan kita harus mampu menyambut itu dengan cara yang lebih inklusif dan adaptif.

Pada akhirnya, ujian seperti UTBK tidak hanya menjadi ajang seleksi, tetapi juga ruang bagi pendidikan yang mampu mempersiapkan generasi dengan kemampuan lebih dari sekadar membaca—tapi juga untuk menganalisis, menghubungkan, dan beradaptasi dengan segala perubahan yang ada.

Sudah siapkah teman-teman SMA sederajat?

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Zumrotul Abidin
EditorZumrotul Abidin
Follow Us