Pemkot Surabaya Batasi 1 Rumah Maksimal 3 KK, Kecuali Masih Keluarga

- Pemkot Surabaya membatasi 1 rumah maksimal diisi oleh 3 KK untuk mempermudah pendataan dan pemberian bantuan kepada warga.
- Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, ingin agar bantuan yang diberikan tepat sasaran dengan adanya pembatasan jumlah KK dalam satu rumah.
- Kepala Dispendukcapil Surabaya, Eddy Christijanto, mengatakan bahwa kebijakan ini tidak berlaku bagi orang lain di luar keluarga.
Surabaya, IDN Times - Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya mengeluarkan kebijakan pembatasan 1 rumah maksimal diisi oleh 3 kartu keluarga (KK). Kebijakan ini untuk mempermudah memberi bantuan kepada warga.
Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi mengatakan, kebijakan pembatasan jumlah KK dalam satu rumah ini untuk mempermudah pendataan. Sebab, kerap kali ada warga yang beralamat di rumah tersebut tetapi, tidak tinggal di sana. "Pembatasan (1 alamat 3 KK) itu sebenarnya adalah bahwa rumah itu, adalah rumah yang memang cukup ditempati beberapa orang," ujarnya, Minggu (28/9/2025)
Terlebih saat Pemkot memberi bantuan, warga tersebut ternyata tidak tinggal di rumah itu. Sehingga menurutnya, perlu adanya pembatasan jumlah KK. "Kita akan tahu jumlah warga yang akan kita bantu, kalau 1 rumah lebih dari 3 KK, terus setelah itu orangnya tidak tinggal di situ," ungkap dia.
Ia juga ingin agar bantuan yang diberikan tepat sasaran. Jika dalam satu rumah terdapat banyak KK, dikhawatirkan ada yang tidak mendapat bantuan, padahal ada KK yang berhak menerima bantuan. "Kalau anaknya menikah terus masuk KK-nya, akhirnya gak tepat sasaran," jelas dia.
Sementara itu, Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil) Surabaya, Eddy Christijanto mengatakan, satu rumah 3 KK diperbolehkan asalkan mereka masih dalam satu keluarga. Walau begitu pihaknya akan rutin melakukan pendataan.
"Iya (boleh lebih 33 KK) sepanjang itu hubungannya SHDK (Status Hubungan Dalam Keluarga) adalah keluarga inti. Tapi kan nanti akan kita cek KK-nya apa masih tinggal di situ," terangnya.
Eddy menegaskan, kebijakan ini tidak berlaku bagi orang lain di luar keluarga. Seperti misalnya orang orang lain yang menumpang menunggunakan alamat pemilik rumah.
"Yang penting adalah secara de facto dan de jure mereka juga ada di alamat tersebut. Jangan sampai mereka alamatnya di Jalan Simo Lawang misalnya tapi orangnya berada di alamat yang lain, itu tidak bisa. Itu harus pindah ke alamat yang saat ini domisilinya," pungkasnya.