Kebo-Keboan Boyolangu, Wujud Syukur dan Ruang Silaturahim Suku Using

Banyuwangi, IDN Times - Jika biasanya tradisi Kebo-keboan banyak diketahui ada di Desa Alasmalang, Singojuruh dan Desa Aliyan, Rogojampi, ternyata juga ada di Boyolangu, Kecamatan Giri, Kabupaten Banyuwangi. Di Boyolangu, masyarakat tercatat aktif menggelar tradisi Kebo-keboan tiap bulan syawal sejak tahun 1950-an. Tradisi Kebo-keboan di Boyolangu berlangsung setiap tanggal 9 di bulan Syawal, yakni sehari sebelum Tradisi Puter Kayun.
1. Tradisi jadi ruang silaturahim

Berbeda dengan Kebo-keboan di Alasmalang dan Aliyan yang menggunakan peran manusia langsung yang didandani seperti kerbau, di Boyolangu, pemeran menggunakan kepala kerbau buatan. Kebo-keboan juga dilengkapi dengan alat bajak dan pecut di belakangnya.
"Kebo-keboan ini sebagai bentuk rasa syukur atas kelimpahan rezeki. Juga menjadi ajang silaturahim masyarakat adat Using di Boyolangu," ujar pelestari tradisi Kebo-keboan, Dharma Kamis (12/5/2022).
2. Berbagi hasil panen

Tradisi ini berlangsung dengan mengarak Kebo-keboan keliling kelurahan sambil disiram air oleh para pengantar arak-arakan. Tidak hanya pengantar, masyarakat yang menonton juga turut membawa air untuk disiramkan ke Kebo-keboan. Air sebagai simbol kehidupan dan penyemangat jalannya acara.
"Air di sini sebagai simbol kehidupan, ada juga yang membawa hasil panen untuk dibagi-bagikan kepada masyarakat yang menonton di jalanan." kata Dharma.
Pada malam sebelum acara, kata dia, sejumlah properti harus disiapkan. Peralatan itu meliputi singkal (alat bajak), pecut, kepala kerbau buatan, serta takir, dan beberapa sesaji ditaruh dimakam Buyut Kapluk.
"Buyut Kapluk merupakan tokoh yang juga memiliki peran di Boyolangu. Buyut Kapluk menurut cerita masyarakat merupakan anak angkat dari Buyut Jaksa," katanya.
3. Sudah dijalankan secara turun temurun

Dharma menceritakan, tradisi ini sudah dijalankan secara turun-temurun. Setiap generasi pun memiliki tokoh pelestari. Pada tahun 1990-an misalnya ada seorang bernama Mbah Talhak yang menjadi tokoh di sana.
"Tahun 1985-an dipegang oleh Mbah Salwak. Di atasnya lagi ada Mbah Jub yakni bapak kandung dari mbah Talhak yang aktif pada tahun 1970-an. Sebelumnya lagi ada Mbah Buyut Sunar aktif sekitar tahun 1960-an atau mungkin 1950-an," ujarnya.
Dharma sendiri mengaku baru aktif memegang Kebo-keboan sekitar 7 tahun. Ia memiliki garis keturunan dari pelaku aktif Kebo-keboan terdahulu.
"Intinya yang paling penting adalah upaya melestarikannya ke depan supaya tetap terjaga," jelasnya.
Dharma mengatakan, yang membedakan Kebo-keboan Boyolangu dengan daerah lain yakni ada prosesi ritual sebelum diarak keliling kampung. Ritual itu dilakukan dengan tujuan mengirim doa kepada leluhur serta keselamatan kepada Tuhan.
Selain itu, prosesi Kebo-keboan Boyolangu dulu diadakan setiap setahun sekali setiap mendapat isyarat dari leluhur, tanpa harus di tanggal 9 Syawal. Menurut dia, tradisi Kebo-keboan hanya keliling biasa tidak ada adegan kerasukan.
"Setiap dapat isyarat dari leluhur, maka tradisi ini segera dilaksanakan. Mulai tahun 1990-an diagendakan setiap 9 Syawal sekaligus meramaikan sebelum tradisi Puter Kayun pada 10 Syawal dan juga mulai ada adegan kerasukan dan banyak yang turut meramaikan dengan mainan air. Ini murni euforia masyarakat dalam kegembiraan," terangnya.