Duit Belum Cair, SPPG di Ngawi Stop Distribusi MBG

- Dana mandek, operasional lumpuhKepala SPPG Dahlia, Erfanto Hani Setyo, mengungkapkan bahwa ketiadaan dana operasional membuat pihaknya tak memiliki ruang gerak. Produksi dan distribusi makanan mustahil dijalankan tanpa kepastian anggaran.
- Relawan jadi korban kebijakanMandeknya anggaran tak hanya berdampak pada siswa, tetapi juga para relawan di garis depan pelaksanaan program. Sebanyak 47 relawan terpaksa dirumahkan tanpa kepastian kapan bisa kembali bekerja.
- Program nasional, risiko ditanggung daerah Kondisi ini menyoroti rapuhnya tata kelola pendanaan program nasional di tingkat daerah.
Ngawi, IDN Times – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digadang-gadang menjadi solusi pemenuhan gizi siswa justru tersendat di lapangan. Di Kabupaten Ngawi, satu Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) terpaksa menghentikan seluruh distribusi menu MBG karena dana bantuan pemerintah dari pusat belum juga cair.
Penghentian operasional dilakukan oleh SPPG Dahlia di Desa Kandangan, Kecamatan Ngawi, sejak Senin (15/12/2025). Imbasnya, sebanyak 16 lembaga sekolah harus menerima kenyataan pahit: ratusan siswa tak lagi mendapatkan asupan makanan bergizi yang selama ini dijanjikan negara.
1. Dana mandek, operasional lumpuh

Kepala SPPG Dahlia, Erfanto Hani Setyo, mengungkapkan bahwa ketiadaan dana operasional membuat pihaknya tak memiliki ruang gerak. Produksi dan distribusi makanan mustahil dijalankan tanpa kepastian anggaran.
"Dana dari pusat belum turun. Kami tidak punya pilihan selain menghentikan operasional,” ujar Erfanto.
SPPG Dahlia melayani 2.443 penerima manfaat setiap hari. Dengan jumlah sebesar itu, kebutuhan anggaran harian sangat tinggi dan tak realistis jika harus ditutup dengan dana talangan. Ironisnya, di saat kebutuhan pangan meningkat, satuan pelayanan justru dibatasi untuk mengambil inisiatif penyelamatan layanan.
2. Relawan jadi korban kebijakan

Mandeknya anggaran tak hanya berdampak pada siswa, tetapi juga para relawan di garis depan pelaksanaan program. Sebanyak 47 relawan terpaksa dirumahkan tanpa kepastian kapan bisa kembali bekerja.
"Kami sementara meliburkan semua relawan. Sampai kapan, belum ada kejelasan,” katanya.
Erfanto menyebut, Badan Gizi Nasional (BGN) pusat melarang penggunaan dana talangan, terutama menjelang akhir tahun dan masa libur panjang. Kebijakan ini praktis mematikan operasional di daerah yang sepenuhnya bergantung pada dana pusat.
3. Program nasional, risiko ditanggung daerah

Kondisi ini menyoroti rapuhnya tata kelola pendanaan program nasional di tingkat daerah. Di satu sisi, MBG digembar-gemborkan sebagai program prioritas negara. Namun di sisi lain, keterlambatan pencairan anggaran justru membuat pelaksana di lapangan menanggung risiko operasional dan sosial.
Erfanto berharap pemerintah pusat segera mencairkan dana agar layanan MBG kembali berjalan. Tanpa kepastian anggaran, keberlanjutan program dinilai hanya menjadi jargon kebijakan.
"Kalau dananya tidak jelas, yang dirugikan bukan hanya kami, tapi ribuan siswa yang menggantungkan kebutuhan gizi dari program ini,” pungkasnya.


















