Cerita FAR, Mengubur Mimpi Jadi Santri Ponpes di Lamongan karena Bullying

- FAR (14) pulang dari pondok pesantren karena sering di-bully dan dianiaya teman sekamar.
 - Pasca perkelahian dengan RR (14) dan AA (14), tubuh FAR babak belur dan masih sakit hingga sekarang.
 - Orang tua FAR melaporkan kasus ini ke Polres Lamongan, sedangkan pihak berwenang masih melakukan penyelidikan.
 
Surabaya, IDN Times - FAR (14) baru saja pulang dari salat Isya berjamaah di masjid kampungnya yang berada di Kecamatan Tegalsari, Kota Surabaya, Senin (3/11/2025) malam. Dengan senyum tipisnya, ia lalu menyalami IDN Times dan awak media lainnya yang tengah duduk wawancara dengan ibunda di ruang tamu rumahnya.
Bocah itu lantas ikut nimbrung dengan kopiah dan sarung yang masih melekat di tubuhnya. Wajahnya teduh tapi terpancar rasa trauma mendalam dari sorot matanya. "Gak kepengin lagi (mondok), gak mau," ujarnya menggeleng lalu menundukkan kepala.
Masih jelas diingatan FAR, 8 Oktober 2025 lalu ia memilih minta dijemput dari pondok pesantrennya di Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan usai tubuhnya meringkuh kesakitan di kamar asrama. Badannya babak belur dihajar teman sekamar bernama RR (14).
Sebelum memilih pulang dan enggan kembali ke pondok, FAR mengaku sering mendapat perundungan dari RR. Kata-kata hinaan hingga kekerasan fisik terus-terusan menghujani tubuh dan mental FAR. "Sering diolok-olok dan di-bully. (Mulai di-bully) sekitar 2 bulanan (setelah masuk), sama satu orang (RR)," ujar FAR.
Pada 7 Oktober 2025 lalu, amarah RAF memuncak. Kala itu, ia menegur RR yang kerap meminjam baju-bajunya tanpa izin. Alih-alih minta maaf, RR justru menghujani RAF dengan olok-olakan. RAF yang sudah tak bisa meredam emosinya berujung pada perkelahian.
"Saya negur dengan baik-baik, dia kayak gak enak gitu, terus marah-marah, terus nantang jelek-jelekin saya. (Bilang) gak berani apa-apa," kata FAR.
Di kamar itu, ada beberapa bocah lainnya yang tak peduli dengan perkelahian mereka. Tetapi, ada satu anak berinisial AA (14) yang justru ikut-ikutan menghajar RAF. Tak lama kemudian seorang santri datang bak pahlawan untuk menghentikan pertikaian.
Pasca kejadian tersebut, tubuh RAF babak belur. Sekujur badannya sakit semua hingga ia harus berjalan sendiri berobat ke klinik pondok. Pihak klinik sempat mencegah RAF untuk pulang dulu sebelum lukanya membaik. Tapi ia sudah tak kuat, hingga akhirnya menghubungi orang tuanya minta pulang.
Meski sudah hampir satu bulan peristiwa kekerasan itu berlalu, RAF merasa tubuhnya masih sakit semua. Darah juga terlihat masih membekas di bola matanya. "Yang paling utama itu kepala sama mata (yang sakit), saya dipukulin sama dicekik," kata RAF.
Bocah itu kini memilih untuk pulang ke Surabaya dan tak meneruskan mimpinya menjadi santri. Ia bahkan telah pindah sekolah di sebuah sekolah Islam dekat rumahnya agar cita-cita menjadi ustaz tetap bisa ia capai.
Walau begitu, RAF belum bisa memaafkan temannya bernama RR. Ia ingin agar bocah itu juga dihukum dengan hukuman yang setimpal, salah satunya keluar dari pondok. "(Minta kasus) diusut, (pelaku) dikeluarkan dari pondok," pungkas dia.
Orang tua RAF telah melaporkan RR ke Poles Lamongan. Laporan itu sudah diterima dengan nomor STTLP/B/313/ VIII/2025/SPKT POLRES LAMONGAN POLDA JAWA TIMUR.
Kasi Humas Polres Lamongan, IPDA Hamzaid membenarkan kejadian tersebut. Saat ini pihaknya tengah melakukan pemeriksaan terkait peristiwa dugaan perundungan ini.
"Benar mbak saat ini masih dalam Proses Penyelidikan dari Unit PPA Sat Reskrim Polres Lamongan, ada perkembangan akan kami sampaikan ke teman media," ujarnya.

















