Antisipasi Kasus Makanan Basi, BGN Kerahkan 1.880 Petugas untuk...

- Badan Gizi Nasional (BGN) kerahkan 1.880 petugas untuk mengatasi kasus makanan basi dan dugaan keracunan di Jawa Timur.
- Konsolidasi besar-besaran melibatkan kepala SPPG, ahli gizi, akuntan program, hingga mitra yayasan pengelola dapur MBG.
- Revisi Juknis Bantuan Pemerintah Program MBG Tahun 2025 disahkan untuk pengetatan standar kebersihan dapur, alur distribusi bahan, dan pengawasan kualitas makanan sebelum dibagikan.
Surabaya, IDN Times - Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Jawa Timur menjadi sorotan dalam beberapa pekan terakhir setelah muncul laporan makanan basi hingga dugaan keracunan di sejumlah daerah. Menyikapi hal tersebut, Badan Gizi Nasional (BGN) langsung menggelar konsolidasi besar-besaran dengan mengumpulkan 1.880 petugas Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) dari 16 kabupaten/kota di Surabaya.
Kegiatan yang berlangsung selama tiga hari di Hotel Shangri-La ini melibatkan kepala SPPG, ahli gizi, akuntan program, hingga mitra yayasan pengelola dapur MBG.
"Kami ingin menyegarkan kembali pedoman, petunjuk teknis, dan SOP yang sejak awal sudah ditetapkan. Ada revisi sistem tata kelola yang wajib dipahami dan diterapkan,” tegas Tenaga Ahli Bidang Sistem dan Tata Kelola BGN, Enny Indarti, Jumat (7/11/2025).
Saat ini, Jawa Timur mengelola 1.343 SPPG dengan 44.735 petugas, melayani 3.517.142 penerima manfaat — salah satu angka tertinggi di Indonesia. Dengan skala sebesar ini, kata Enny, kesalahan kecil saja bisa berdampak luas.
"Ini menyangkut kesehatan anak-anak kita. Maka tata kelola dapur, keamanan pangan, hingga pencatatan keuangan harus semakin ketat,” ujarnya.
Revisi Juknis Bantuan Pemerintah Program MBG Tahun 2025 yang disahkan pada 27 Oktober turut disampaikan dalam pertemuan tersebut, termasuk pengetatan standar kebersihan dapur, alur distribusi bahan, dan pengawasan kualitas makanan sebelum dibagikan.
Dalam kegiatan ini, BGN juga menggandeng BPOM untuk memperkuat pengawasan keamanan pangan, Kementerian Keuangan/KPPN untuk memastikan akuntabilitas laporan keuangan, serta Dinas Kesehatan yang membahas sertifikasi dapur sehat (SRHS).
"Tidak boleh ada dapur yang tidak siap. Tidak boleh ada distribusi yang tidak terkendali. Makanan yang diberikan harus layak, aman, dan bergizi. Itu non-negotiable,” tegas Enny.
Ia menegaskan, fokus utama program ini bukan hanya memenuhi gizi, tetapi memastikan anak-anak tumbuh sehat, cerdas, dan berdaya saing, bukan malah mendapatkan risiko kesehatan.
"Karena itu dapur yang bersih adalah tolak ukur utama keberhasilan program MBG,” pungkasnya.


















