Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IMG-20250614-WA0048.jpg
Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi ditemui di ruang kerja, Sabtu (14/6/2025). (IDN Times/Khusnul Hasana)

Intinya sih...

  • Pemerintah Kota Surabaya menerapkan jam malam bagi anak-anak di bawah 18 tahun, mereka yang keluar rumah lebih dari pukul 22.00 WIB akan kena sweeping.

  • Satgas di setiap RT/RW akan mengawasi dan memberikan edukasi, dengan melibatkan berbagai LSM dan komunitas untuk membentuk satuan tugas.

  • Kebijakan jam malam difokuskan pada sweeping di ruang publik terbuka, anak-anak yang ditemukan berkeliaran tanpa pengawasan akan dijemput dan diantar pulang serta menjalani pembinaan selama 7 hari.

Surabaya, IDN Times - Pemerintah Kota Surabaya telah menerapkan jam malam bagi anak-anak di bawah 18 tahun. Mulai pekan depan, anak-anak yang keluar rumah lebih dari pukul 22.00 WIB, akan kena sweeping.

Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi, mengatakan pihaknya menggandeng berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan komunitas untuk membentuk satuan tugas (satgas) di setiap RT/RW. Satgas ini akan menjadi garda terdepan dalam mengawasi dan memberikan edukasi di lingkungan masing-masing.

"Jam malam ini adalah upaya kita menggerakkan semua komunitas dan LSM untuk mengawasi di setiap RT dan RW. Di sana akan ada satgas yang diisi perwakilan RT, RW, komunitas, dan pemerintah kota," ujar Eri, Jumat (27/6/2025).

Tanpa peran orang tua, upaya pemerintah akan sia-sia. Ia menyoroti maraknya anak-anak yang berkeliaran di malam hari tanpa pengawasan, seperti berkumpul di taman atau berkendara tidak aman.

"Tanpa peran orang tua, apa yang dilakukan pemerintah itu tidak ada artinya. Kita sering melihat anak-anak di taman atau di jalan saat jam 10 atau 11 malam tanpa pengawasan. Inilah yang harus kita benahi," ujar dia.

Kebijakan jam malam ini akan difokuskan pada sweeping di ruang publik terbuka, seperti taman dan jembatan. Anak-anak yang ditemukan berkeliaran tanpa pengawasan akan dijemput dan diantar pulang. Orang tua mereka juga akan didokumentasikan sebagai bentuk peringatan dan edukasi.

"Jika ada anak-anak di kafe atau tempat nongkrong lewat dari jam 10 malam tanpa orang tuanya, apakah orang tua mereka tidak mencari, nah ini tidak masuk akal. Kecuali anak tersebut sedang belajar atau les,” tuturnya.

Oleh sebab itu, pendekatan yang diambil bukan semata-mata kekerasan, melainkan upaya penyadaran melalui pendekatan psikologis. Pemkot Surabaya juga akan melibatkan psikolog dari perguruan tinggi untuk membina anak-anak yang terjaring sweeping.

“Bagi anak-anak yang terjaring sweeping, Pemkot Surabaya telah menyiapkan program pembinaan. Kalau sudah ditangkap, kita tanya sama orang tuanya, mau diapakan anak ini? Apakah butuh pembinaan psikologi?,” jelasnya.

Anak-anak yang terjaring sweeping akan menjalani pembinaan selama 7 hari di Rumah Perubahan, lengkap dengan pendampingan psikolog. Selain itu, Pemkot Surabaya juga menyediakan fasilitas pendidikan melalui Rumah Ilmu Arek Surabaya (RIAS) bagi anak-anak dari keluarga yang kurang mampu dan menghadapi kendala biaya pendidikan formal. Program RIAS ini memang dirancang khusus untuk memastikan setiap anak Surabaya memiliki kesempatan yang sama untuk belajar.

"Saya ingin mengubah Surabaya dengan budaya areknya, dan itu bisa. Kita tidak akan menyelesaikan masalah dengan kekerasan, tapi dengan menyentuh akarnya," pungkasnya.

Editorial Team