Riuh Sambat Peternak Sapi Terpukul PMK
Wabah PMK menyebar di 22 Provinsi
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Surabaya, IDN Times - Mata Mbah Kemis menatap nanar ke arah kandang sapi di belakang rumahnya, Jumat (8/7/2022) lalu. "Tabunganku ilang Rp22 yuta (tabungan saya hilang Rp22 juta), Mas," ujar salah seorang peternak sapi di Padukuhan Pentung, Kalurahan Seloharjo, Kapanewon Pundong, Kabupaten Bantul ini.
Pria paruh baya bernama lengkap Adi Kemis itu mengaku sapi betinanya yang tengah menyusui pedetnya berusia empat bulan mati, akibat terpapar Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang merebak di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Juni 2022 lalu.
Mbah Kemis terheran-heran sapinya bisa tertular PMK. Padahal, sapinya tidak pernah dibawa keluar kandang, kecuali saat dimandikan di sungai yang tak jauh dari kandang.
"Ya tiba-tiba sapi saya mulutnya mengeluarkan liur terus menerus, kemudian nafsu makan sama sekali hilang. Bahkan hampir empat hari sama sekali tidak makan dan minum," ucapnya.
Saat kondisi sehat, sapi betina Mbah Kemis sempat ditawar Rp22 juta tapi roboh terkena PMK, kemudian disembelihnya sapi itu dan dijual hanya Rp4 juta.
Mbah Kemis mengaku masih bersyukur karena anak sapi miliknya masih bisa bertahan dari paparan PMK. Dia juga beriniatif mengundang mantri hewan beberapa kali untuk mengatasi Kesehatan sapinya ini. Tapi, tetap saja satu ekor sapi miliknya roboh.
"Saya pelihara empat ekor sapi, dua indukan dan dua anakan sapi. Yang mati satu sapi indukan akibat PMK. Saya ndak tahu sapi milik saya ketularan PMK dari mana, wong ndak pernah keluar kandang. Mungkin virus dibawa angin karena beberapa sapi milik tetangga juga kena PMK," tambahnya.
"Ya tabungan Rp22 juta hilang, Mas, tapi saya masih bersyukur anaknya masih hidup," ungkapnya.
Nasib sama juga dialami peternak sapi perah dari Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Muhamad Jodi Hardiansyah (23). Jodi bilang, dari 14 sapi perah dewasa dan kecil yang dimilikinya, dua di antaranya mati dan satu terpaksa dipotong karena terinfeksi PMK. Saat ini, dia hanya memiliki sebelas ekor sapi perah.
Jodi menceritakan awal mula hewan ternak miliknya terjangkiti PMK, tepatnya pada 6 Juni 2022, saat itu Jodi mendatangkan dokter hewan ke pertnakannya untuk diberikan suntikan vitamin agar sapi perahnya memiliki nafsu maka tinggi.
Namun, alih-alih meningkatkan nafsu makan, sapi perah miliknya justru menunjukkan sikap tidak biasa pada malam hari usai pemberian suntikan vitamin dari dokter hewan yang didatangkannya.
"Malam hari sapi pada berdiri semua, pagi pas mau ke kandang tiba-tiba kaki sakit, sehari dari itu mulai ke mulut. Susah makan, badan panas demam, terus ke sela kaki kayak ada lecet nanah gitu," ujar Jodi pada IDN Times.
Wabah PMK tidak hanya mendera peternak sapi rumahan. Tapi juga memukul para peternak skala menengah. Seperti yang dialami peternak di Palembang, Sumatra Selatan Idil Fitriansyah ini. Pengelola Dwikarya Farm ini harus berjuang ekstra untuk meyakinkan konsumen jika hewan ternak yang dikelolanya terbebas dari PMK.
"Banyak konsumen yang takut untuk membeli. Mereka jadi berpikir untuk pesan (hewan ternak), padahal hewan kami sudah sehat," ujarnya, Rabu (6/7/2022).
Padahal, kata Idil, kebanyakan para peternak di Sumsel telah sadar mengurus Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH) yang menjadi bukti bahwa hewan mereka sehat. “Tapi masih saja harus meyakinkan konsumen dengan perlahan,” katanya.
Nasib serupa juga dialami peternak di Tangerang Selatan. Muksin seroang peternak yang sudah tergabung asosiasi misalnya, juga merasakan masa-masa kelabu dunia persapian. Asa untuk perbaikan kondisi ekonomi di tengah pandemik COVID-19, ambyar karena wabah PMK ini.
Muksin dan para peternak lainnya sempat menggantungkan harapan dan bisa meraup berkah di momen Idul Adha 2022-- usai tiga tahun menjalani masa kelam krisis ekonomi akibat pandemik COVID-19. Ternyata, semua tak sesuai harapan.
Angka penjualan sapi tentu menurun, karena daya beli terhadap hewan yang harganya lebih mahal pun berkurang. “Harga sapi sehat lebih mahal karena biaya perawatan di tengah wabah PMK tidak berlipat ganda,” katanya.
Baca Juga: Aturan BTT Wabah PMK Ada Sejak Juni, Tapi Belum Bisa Mencairkan
Baca Juga: Wabah PMK, Pemerintah Siapkan Ganti Rugi Peternak Rp10 Juta Per Sapi
Para Peternak yang berjuang sendiri
Karena wabah PMK sangat cepat meluas, hanya sebagian kecil peternak yang mendapatkan pendampingan kesehatan hewan dari pemerintah. Seperti di Tangerang Selatan yang ada Puskeswan yang mudah diakses oleh peternak. Nah, bagi peternak di daerah lain harus merogoh kocek sendiri. Mereka hanya bisa mengandalkan insting untuk menangani pagebluk ini.
Misalnya, salah seorang peternak asal Desa Teratak Kecamatan Batukliang Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB) Suhaibul Fahmi (28), yang harus berjuang mandiri mengobati sapi yang terjangkit virus PMK. Hampir semua sapi di kandang kolektif yang ada di sana beberapa waktu lalu terpapar virus PMK.
Para peternak yang berjumlah 15 orang itu berupaya menyembuhkan sapinya dengan obat herbal dan obat-obat yang dijual di toko. Untuk mengobati sapi yang sakit, peternak harus membeli obat dengan harga ratusan ribu.
Fahmi mengatakan tidak ada petugas kesehatan hewan yang datang mengunjungi kandang kolektif peternak. Mereka berjuang sendiri menyembuhkan sapi-sapi yang terjangkit PMK hingga sembuh. Beruntung, berkat upaya yang dilakukan para peternak, tidak ada sapi yang mati akibat PMK.
Namun, tetap saja kepanikan atas wabah PMK ini tak sedikit peternak di NTB yang harus menjual sapi ternaknya dengan harga murah saat PMK mengganas pada Juni lalu.
"Ada peternak yang panik. Sehingga daripada rugi, dan lambat penanganan dari pemerintah. Daripada rugi sekali lebih baik jual saja, yang penting dapat sedikit. Padahal modalnya gak akan balik," tutur Fahmi.
Gerakan kedaruratan wabah secara mandiri ini, juga dilakukan para peternak di beberapa daerah di Jawa Timur. Heri misalnya, salah seorang peternak asal Desa Bajang, Kecamatan Talun, Kabupaten Blitar yang mengaku menemukan resep ramuan herbal ini secara tidak sengaja.
Ramuan jamu ini terbuat dari 13 macam bahan alami. Di antaranya kunyit, jahe, temulawak, temu ireng, bawang putih, mengkudu, serai, daun sirih, daun kelor, gula merah, garam, prebiotik dan air kelapa.
"Seluruh bahan ditimbang sesuai takaran formula yang ada, kemudian dihaluskan dengan mesin penggiling lalu dicampur dengan prebiotik bisa EM4, Yakult atau lainnya. Serta air kelapa secukupnya, sampai terendam semua," ujarnya.
Heri mengaku ramuan itu diminumkan ke sapi yang sakit dengan dosis 1,5 liter per hari. Hasilnya lumayan, dia mengklaim dalam 3 hari sapi yang terjangkit PMK sembuh.
Meramu jamu ini juga dilakukan peternak di Bandung Barat Muhamad Jodi Hardiansyah (23 tahun). Dengan berbekal berbagai informasi yang didapatkannya, Jodi meracik ramuan herbal untuk mengobati hewan ternaknya.
"Pakai jamu jamu kunyit, komposisinya: gula merah, jeruk lemon. Itu disatukan dalam tempat, setelah itu langsung dicekokin ke sapi. Ramuan ini saya berikan setiap hari," ungkap Jodi.
Jodi sendiri akhirnya mengetahui bahwa ada obat untuk penanganan PMK. Obat ini bernama Lomoxin Spray, meski obat itu hanya untuk menutupi luka luar di kaki.
"Untuk obat tetap juga gunakan ramuan jamu, kemudian kadang dengan larutan supaya dingin perutnya. Ya sebisanya saja di tangani sendiri, kalo dari dokter hewan dapat suntikan penguat penurun panas sama menambah nafsu makan," jelasnya.
Baca Juga: Penjualan Sapi Anjlok Diterpa Wabah PMK
Baca Juga: Serangan Wabah PMK di Tulungagung Sebabkan Produksi Susu Menurun
Baca Juga: Cegah Wabah PMK, Pemerintah Sudah Vaksin 402.696 Ekor Sapi