Sudah Bayar Lunas Beli Rumah, Warga Surabaya Ini Malah Kena Tipu

- Warga Surabaya, Maulana Alhafizh (28), kena tipu perumahan bodong di Sidoarjo setelah membeli rumah seharga Rp299 juta pada 2021 silam.
- Maulana merasa curiga dengan progres pembangunan rumahnya yang lambat dan legalitas yang tidak jelas, termasuk tidak diberikannya Akta Jual Beli (AJB) melainkan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB).
- Maulana bersama 15 orang korban membuat gugatan perdata pemilik PT Mandiri Land Prosperous dan berharap uangnya kembali 100 persen setelah hanya mendapatkan pengembalian 10 persen dari total uang yang telah dibayarkan.
Surabaya, IDN Times - Maulana Alhafizh (28) warga Medokan Ayu Surabaya menjadi salah satu korban perumahan bodong yang berada di Kecamatan Cemandi, Sidoarjo. Ia telah membeli rumah tersebut secara lunas seharga Rp299 juta pada 2021 silam, tetapi legalitas yang dia terima ternyata tak sesuai.
Maulana mengatakan, waktu itu ia tertarik dengan rumah di perumahan Greeng Garden Residence Cemandi tersebut karena menawarkan berbagai promo menarik. Mulai dari one gate system, dekat Outer East Ring Road (OERR), mendapatkan furniture, hingga hadiah umrah. "Harganya awalnya sih Rp389 juta , promo di akhir tahun itu kenanya Rp299 juta. Jadi enggak sampai Rp300 juta," ujarnya, Rabu (17/9/2025).
Tak lantas langsung membeli, Maulana mencoba untuk melihat legalitas dari perusahaan properti di bawah naungan PT Mandiri Land Prosperous itu.
"Saya cek sudah masuk di REI (Real Estat Indonesia), Tapi nyatanya ya cuman terdaftar tapi gak ada kayak keaktifan di REI, sudah cek juga perusahaannya di Kemenkumham, ada," ungkap dia.
Waktu itu, Maulana sempat maju mundur untuk membeli rumah. Terapi, niatnya ia kuatkan setelah mengetahui bahwa PT Mandiri Land Prosperous memiliki kantor resmi.
Melalui berbagai pertimbangan, Maulana membeli rumah di perumahan tersebut. Apalagi hadiahnya lebih miring jika dibandingkan dengan perumahan lain di sekitarnya. "Saya beli cash, saya ambil yang ukuran rumah 6 kali 12 meter persegi," kata dia.
Rumah yang dibeli Maulana sudah terbangun. Sebab, saat itu, ia meneruskan dari customer yang tidak jadi membeli di tahun 2017.
"Sudah (ada bangunannya). Aslinya sih 2017 orang sebelum saya itu sudah lama dijanjiin. Jadi saya itu beli rumah yang sudah cabut orangnya, gak nerusin gitu," ungkap dia.
Rumah yang dibeli itu, dalam tahap penyelesaian. Dia juga kerap datang ke proyek perumahan dan melihat progres pembangunan rumahnya. Di proyek itu, Maulana merasa curiga. Sebab, progres pembangunan rumah tersebut seperti jalan di tempat.
"Dibangun, masih ada progres. Ya, cuman lima tukang, tiga tukang, 10 tukang gitu, cuman buat rea reo dalam artian, ibaratnya itu wis tercium sih dari awal (ada yang tidak beres)," kata dia.
Benar saja dugaannya, hingga tahun 2022, rumahnya belum juga selesai dan legalitasnya tidak jelas. Perusahaan tidak memberikan Akta Jual Beli (AJB) melainkan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB)
"Itu kan aneh gitu loh. Alasannya mereka itu bilang karena belum dipecah, masih atas nama A A masih nama A yang lama, bukan nama PT gitu loh," kata dia. "Baru kagetnya itu ketika ya itu tadi itu 6 bulan apa tuh setelah tanda tangan tak tanyain bilangnya sih nunggu 6 bulan selesai rumah sama notarisnya. Notarisnya juga nakal enggak terbuka,"
Pihak pengembang, bukannya menyelesaikan masalah ini, mereka justru menjual ke perusahaan pengembang lainnya. "Di tahun 2023 dijual ke Alana. Alana Grup," kata dia.
Semakin tidak jelas, Maulana bersama 15 orang korban membuat gugatan perdata pemilik PT Mandiri Land Prosperous. Namun, ia merasa bahwa kasus ini jalan di tempat.
Ia berharap, uangnya kembali 100 persen. Sebab, sejak tahun 2022, perusahaan hanya mengembalikan 10 persen dari total uang Maulana. "Sejak saya ke kantor ke 2022 itu minta untuk pengembalian itu ya cuman dikasih ya 10 persen dari uang yang masuk. Itu pun ya enggak langsung bleng gitu ya berangsur gitu," pungkasnya.
Wakil Wali Kota Surabaya, Armuji pun telah turun tangan menangani kasus ini. Sejumlah korban dan Direktur PT Mandiri Land Prosperous, Yusuf Efendi telah ditemukan untuk dimediasi pada 4 Juli 2025 lalu.
Sayangnya mediasi tak menemukan titik terang. Yusuf mengaku tak sanggup memenuhi tuntutan korban untuk mengembalikan uang pembelian. Di akhir mediasi, Yusuf kemudian ditangkap oleh pihak kepolisian. Kini, Yusuf telah menjalani proses hukum.