Pemprov Jatim Merespons Fenomena Ikan Mati di Kali Surabaya

Surabaya, IDN Times - Pemerintah Provinsi Jawa Timur akan menindak lanjuti fenomena ikan mati massal yang terjadi di Kali Surabaya. Hal ini setelah Aliansi Komunitas Penyelamat Bantaran Sungai (AKAMSI) menggelar aksi protes di depan Kantor Gubernur Jawa Timur, Rabu (21/5/2025).
Usai menggelar aksi, AKAMSI yang terdiri dari Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (ECOTON), Aksi Biroe, dan Surabaya River Revolution melakukan audiensi dengan perwakilan Pemprov Jatim. Mereka ditemui oleh Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Jawa Timur, Nurkholis.
Nurkholis mengatakan, pihaknya sudah menurunkan tim untuk melalukan investigasi sumber pencemaran penyebab ikan mati massal di Kali Surabaya. Pihaknya juga telah menelusuri penyebab penyemaran yang diduga berasa dari pabrik gula.
"Berdasarkan verifikasi di lapangan untuk laporan warga terhadap dugaan pabrik gula masih belum ditemukan jika berasal dari pabrik gula. Karena kondisinya masih belum beroperasi. Informasi dari warga terhadap dugaan ikan mati massal yang disebabkan oleh tetes tebu, ini akan kami telusuri lagi karena kalau tetes tebu dugaan bisa berasal dari pabrik penyedap rasa, pabrik gula," ujarnya, Rabu (21/5/2025).
Kedepannya pihaknya akan memastikan apa dan siapa penyebab pencemaran Kali Surabaya. Nantinya bila kedapatan, pelaku akan diberi sanski tegas.
"Tentunya untuk sekarang sanksinya tegas, dendanya tinggi. Bahkan bisa masuk pidana. Maka perlu partisipasi masyarakat untuk memberikan informasi jika ada kejadian ikan mati massal" ungkapnya.
Selain itu, DLH Jatim akan mengumpulkan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) termasuk Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS), Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), PU Pengairan, hingga Perusahaan Jasa Tirta PJT untuk bertemu dan menindaklanjuti kasus ikan mati massal di Kali Surabaya.
"Kami akan panggil semua termasuk OPD, pelaku usaha, dan pegiat lingkungan untuk saling bahu-membahu menjaga sungai, terutama pelaku usaha harus benar-benar mengelola limbahnya dengan baik, dan masyarakat menjadi garda terdepan untuk ikut serta dalam melaporkan jika ada dugaan pencemaran supaya kami bisa memberikan sanksi yang tegas," terangnya.
Kemudian, terkait tuntutan penyediaan Tempat Pembuangan Sampah Reduce Reuse dan Recycle (TPS 3R) dan fasilitas persampahan di desa-desa akan segera ditindaklanjuti. Pihaknya akan menyampaikan ke setiap Pemerintah Daerah (Pemda) untuk menyediakan TPS 3R.
"Terkait bangunan liar memang menjadi masalah dan sekarang semakin banyak yang berdiri di bantaran sungai. Kami akan koordinasikan dengan BBWS untuk melakukan penertiban," pungkas dia.
Sebelumnya, Aliansi Komunitas Penyelamat Bantaran Sungai (AKAMSI) yang terdiri dari Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (ECOTON), Aksi Biroe, dan Surabaya River Revolution menggelar aksi protes kepada Gubernur Jawa Timur terkait ikan mati massal di Sungai Surabaya yang terjadi di Kali Surabaya. Aksi itu digelar di depan Kantor Gubernur Jawa Timur, Rabu (21/5/2025).
Aksi bukan sekadar orasi dan pertunjukkan teatrikal, melainkan dilandasi oleh hasil riset, observai langsung, dan data ilmiah yang menunjukkan bahwa Kali Surabaya berada dalam tahap darurat ekologis.
Setelah menggelar aksi damai di depan Kantor Gubernur Jawa Timur pada 21 Mei 2025, AKAMSI menyerahkan laporan resmi hasil temuan lapangan dan kajian ilmiah mengenai kondisi kritis Kali Surabaya kepada Gubernur Jatim.
Adapun laporan temuan lapangan yang diserahkan ke Gubernur Jawa Timur itu yakni terkait bangunan ilegal dan perampasan sempadan sungai, terkait kondisi mikroplastik dalam plankton, kepiting, dan udang di dalam sungai, penurunan kualitas air dari hulu ke Hilir, limbah dimestik dan sistem sampah desa yang gagal.
Koordinator AKAMSI, Manuel Togi Marsahata menyebut, sebelum menggelar aksi hari ini, pihaknya telah melakukan investigasi mengenai kondisi Kali Surabaya. Hasilnya, ditemukan 4.641 bangunan liar di Bantaran Sungai dari perubahan 2015 sampai 2025 begitu.
"Dan kami juga memetakan daerah-daerah mana yang tidak tidak memiliki TPS, dan cukup banyak 33,3 persen dari Kali Surabaya tidak punya TPS Desa di Kali Surabaya dan lebih dari 60 persen TPS itu masih membakar. Nah, di situ kami juga fokus di situ," sebutnya.
Kemudian pihaknya juga melakukan penelitian uji mikroplastik pada organisme. Hasilnya, organisme di Kali Surabaya telah terkonfirmasi dengan mikroplastik.
"Oganisme-organisme perairan apa aja yang sudah terkontaminan. Oh, ini mikroplastik. Ya, ada ikan, ada yuyu, ada plankton bahkan produsen pertama plankton begitu. Jadi, dari rantai makanan aja udah hancur di situ," jelasnya
Dalam aksi tersebut pihakknya menuntut Gubernur Jawa Timur untuk menertibkan seluruh bangunan liar uang ada di bantaran Kali Surabaya. Kedua, meminta pemerintah merestorasi atau memperbaiki fungsi-fungsi ekologis terutama di bantaran sungai yang selayaknya digunakan.
"Yang ketiga, penerapan sistem pengelolaan sampah di tiap-tiap desa karena masih banyak yang belum ada TPS di tiap desa," kata dia.
Kemudian keempat, meminta pemerintah melakukan monitoring kualitas air secara rutin dan pastinya transparansi itu jelas. Monitoring dilakukan setiap harinya atau mungkin setiap minggu.
"Kelima, kami ingin pemerintah karena sampai pada saat ini belum ada pemberitahuan. Kami ingin pemerintah mulai menelusuri, mencari tahu apa yang menyebabkan ikan mati massal kemarin. Kebetulan kami juga tidak tinggal diam dan kami juga ingin pemerintah juga bergerak begitu ya" sebut Manuel.
Dan keenam, meminta pemerintah Gubernur Jawa Timur itu menerbitkan penertiban atau perlindungan penataan sempadan sungai supaya tidak dialihkan.