Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Menjaga Sungai Brantas, Menjaga Kehidupan Jawa Timur dari Pencemaran

Ecoton saat menggelar aksi susur sungai di Kali Surabaya. (Dok. Ecoton Surabaya).
Ecoton saat menggelar aksi susur sungai di Kali Surabaya. (Dok. Ecoton Surabaya).
Intinya sih...
  • Sungai Brantas menjadi sumber kehidupan bagi 46,7% penduduk Jawa Timur
  • Ecoton dan komunitas peduli lingkungan melakukan pemantauan, pengujian kualitas air, pembersihan sungai, dan berdialog dengan pemerintah
  • Pencemaran Sungai Brantas berasal dari limbah industri, rumah tangga, dan kurangnya pelayanan sampah oleh pemerintah
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Surabaya, IDN Times - Sungai Berantas menjadi sungai terpanjang kedua di Jawa Timur yang melewati 13 kabupaten kota, 46,7 persen dari total penduduk Jawa Timut menggantungkan hidupnya pada sungai tersebut. Tetapi, kesehatan Sungai Brantas kian terancam karena pencemaran lingkungan. Organisasi lingkungan Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton) bersama berbagai komunitas peduli lingkungan telah melakukan berbagai hal agar Sungai Brantas tetap terjaga.

Kegiatan yang dilakukan Ecoton dan berbagai komunitas itu meliputi pemantauan Sungai Brantas dari sumber pencemaran, melakukan berbagai pengujian kualitas sungai, pembersihan sungai, hingga berdialog dengan pemerintah.

Pendiri Ecoton, Prigi Arisandi mengatakan, Ecoton telah melakukan pemantauan di 9 Kota/kabupaten bersama komunitas dalam Jaringan AKSI Brantas. Mulai dari Kota Malang, Kabupaten Malang, Tulungagung, Kabupaten Blitar, Kabupaten Kediri, Kabupaten Jombang, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Gresik hingga Kota Surabaya. "Pemantuan dilakukan mewakili hulu, segmen tengah dan segmen hilir terutama di kali Surabaya yang berada di hilir Brantas ditemukan lebih dari 4000 bangunan liar berupa pemukiman, gudang, fasum, bangunan aktivitas bisnis," ujar Prigi, Sabtu (13/9/2025).

Kemudian terkait dengan kualitas air Sungai Brantas, Ecoton melakukan uji kualitas air dengan parameter DO, pH, TDS, Nitrat, nitrit, Phospat, suhu, keanekaragaman serangga, kadar mikroplastik, logam berat, dan identifikasi jenis atau merk sampah plastik melalui kegiatan brand audit untuk mengetahui produsen yang paling banyak ditemukan sampahnya di sungai.

"Hasil kajian Ecoton kondisi Sungai Brantas menunjukkan terjadi penurunan kualitas air, peningkatan kadar mikroplastik dan terjadinya penurunan keanekaragaman spesies ikan di Kali Brantas," kata dia.

Prigi menyebut, ada berbagai macam sumber pencemaran Sungai Brantas, mulai dari limbah industri, limbah rumah tangga seperti limbah cair hingga sampah plastik. Limbah domestik seperti sampah plastik yang dibuang langsung ke sungai menyebabkan kontaminasi mikroplastik.

"Sumber mikroplastik di Brantas berasal dari limbah domestik rumah tangga disepanjang DAS (Daerah Aliran Sungai) Brantas yang masuk ke badan air tanpa pengolahan, kondisi ini diperparah dengan pembiaran ribuan rumah dan tempat usaha beroperasi di bantaran Sungai Brantas dimana limbah cairnya langsung dibuang ke Sungai tanpa diolah," ungkap dia.

"Selain mikroplastik dan bahan kimia pengganggu hormone berasal dari personal care dan produk pembersih rumah tangga seperti pembersih lantai, detergent, pestisida, herbisida dan cucian kendaraan)keberadaan rumah di tepi sungai ini menyumbangkan polusi bakteri E-coli," imbuhnya.

Prigi menyebut, sistem pelayanan sampah hanya mampu melayani kurang dari 60 persen penduduk di DAS Brantas sehingga masih banyak penduduk di DAS brantas yang membuang sampahnya ke sungai. Salah satu sampah rumah tangga yang fenomenal adalah sampah popok bayi yang mencapai 1 juta piece/hari yang dibuang kesungai karena buruknya pelayanan sampah pemerintah daerah di DAS Brantas.

Kemudian, sumber pencemaran limbah pabrik berasal dari industri yang berdiri di sepanjang Sungai Brantas. Industri tersebut mulai dari pabrik kertas, pabrik gula dan pabrik penyedap rasa. Pabrik-pabrik yang membuang limbah ke sungai itu menyebabkan pencemaran lingkungan hingga ikan-ikan mati.

"Pabrik Gula yang beroperasi pada saat kemarau dimana debit air Brantas menurun pada mei-Oktober, industri Gula ini membuang limbahnya, menjadi penyebab bencana ikan mati terbesar di Sungai Brantas. Pabrik penyedap rasa penyebab terjadinya ikan mati massal pertama kali di DAS Brantas pada 1972," terangnya.

Menurut Prigi, pencemaran yang terjadi di Sungai Brantas ini karena pemerintah dalam hal ini, Pemerintah Provinsi, Menteri Lingkungan Hidup, Menteri Pekerjaan Umum abadi terhadap pengendalian pencemaran. Mereka dirasa saling lempar tanggung jawab dan terkesan tidak tegas dalam penegakan aturan .

"Kewenangan pengendalian pencemaran dan pengawasan yang tumpang tindih dan saling lempar tanggungjawab membuat tidak tegasnya upaya penegakan hukum terhadap pelaku pencemaran sehingga pelaku pencemaran tidak jera dan mengulang perbuatan mencemari kali surabaya," kata dia,

Untuk itu, pemerintah harus tegas dalam menerapkan aturan. Pemerintah juga harus melakukan tata ruang di Sungai Brantas. Hal ini mengurangi pemukiman dan membatasi jumlah pabrik di sekitar sungai agar pencemaran tak semakin parah.

"Pemerintah harus melindungi kawasan lindung sempadan sungai, saat ini Balai Besar Wilayah Sungai Brantas (Dirjen sumberdaya air/kementerian PU) membiarkan terjadinya alihfungsi lahan bantaran menjadi kawasan terbangun, ribuan rumah liar berdiri di bantaran sungai tanpa upaya penegakan hukum sehingga jumlah rumah liar di bantaran brantas terus bertambah bahkan industri-industri memanfaatkan kawasan sempadan menjadi kawasan terbangun," pungkas dia.

Share
Topics
Editorial Team
Zumrotul Abidin
EditorZumrotul Abidin
Follow Us

Latest News Jawa Timur

See More

Minim Rambu, Simpang Kletek Magetan Kembali Makan Korban

14 Sep 2025, 07:33 WIBNews