Ini Dampak Adanya Caleg Mantan Koruptor Bagi Pemilih Muda

Surabaya, IDN Times - Hari pemungutan suara Pemilu 2019 sebentar lagi tiba. Para pemilih harus mulai menentukan pilihannya baik untuk calon presiden-wakil presiden maupun calon anggota legislatif. Namun, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menyesalkan adanya para caleg mantan narapidana korupsi yang dapat mendistraksi pilihan para pemilih muda.
1. Caleg mantan napi korupsi dapat membuat pemilih muda skeptis

Menurut Titi, tersebarnya para caleg mantan napi korupsi di 11 provinsi di Indonesia ini dapat membuat para pemilih muda memandang sebelah mata atas jalannya pesta demokrasi di Indonesia.
"Kondisi yang seperti ini, yang memaksakan mantan napi korupsi untuk jadi caleg lagi, malah membuat anak muda ini menjadi skeptis mereka berpikiran, politik kok gini amat sih?" ujar Titi dalam program Millennials Memilih di Kantor IDN Times Surabaya, Jumat (8/2).
2. Sikap skeptis seharusnya dapat diarahkan

Namun Titi menilai bahwa sikap skeptis yang dimiliki anak muda seharusnya dapat diarahkan sehingga para caleg mantan napi korupsi tersebut tidak terpilih.
"Tapi seharusnya dengan sikap skeptis itu bukan membuat anak muda menjadi malas untuk ke TPS. Tetapi malah semangat untuk melakukan perubahan karena sebentar lagi kita akan mendapatkan bonus demografi," tuturnya.
3. Suara anak muda akan banyak berpengaruh

Pasalnya, lanjut Titi, berdasarkan data yang ia miliki, pemilih yang berusia 35 tahun ke bawah mencapai angka 80 juta orang. Angka tersebut tentu sangat mempengaruhi pemilihan yang ada.
"Anak muda inilah yang akan menjadi pengendali dan penentu masa depan. Kalau 80 juta orang ini malah tidak ke TPS malah akan berpotensi para caleg napi korupsi inilah yang akan terpilih," lanjutnya.
4. Caleg mantan napi korupsi memiliki pemilih loyalis

Hal tersebut dapat terjadi apabila para pemilih muda tidak mencurahkan hak suaranya pada caleg yang bukan mantan napi korupsi. "Karena para mantan napi korupsi ini memiliki para pemilih yang Loyalis dan mereka dengan harta yang masih banyak juga masih dapat menjadi modal untuk berkampanye," pungkas Titi.