Gapasdap Minta Tak Ada Tambahan Kapal Baru di Lintas Merak–Bakauheni

- Gapasdap menolak penambahan izin kapal baru di lintas Merak–Bakauheni
- Keterbatasan dermaga menjadi masalah utama, bukan kekurangan jumlah kapal
- DPP Gapasdap mendorong pemerintah untuk menambah jumlah dermaga pada lintas-lintas strategis
Surabaya, IDN Times - Dewan Pimpinan Pusat Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (DPP Gapasdap) menegaskan bahwa permasalahan utama di lintas penyeberangan Merak–Bakauheni bukan terletak pada kekurangan jumlah kapal, melainkan pada keterbatasan jumlah dermaga yang tersedia.
Ketua Bidang Usaha dan Pentarifan DPP Gapasdap, Rakhmatika Ardianto, menjelaskan bahwa saat ini jumlah kapal yang telah memiliki izin operasi di lintas Merak–Bakauheni sebenarnya sudah berlebih.
Namun, karena keterbatasan jumlah dermaga, dalam praktiknya kapal-kapal tersebut tidak dapat beroperasi secara optimal.
“Dari total kapal yang memiliki izin operasi di lintas Merak–Bakauheni, dalam satu bulan rata-rata kapal hanya dapat beroperasi kurang dari 30%. Selebihnya harus menunggu giliran untuk mendapatkan jadwal,” ujar Rakhmatika, Jumat (21/11/2025).
Pernyataan ini disampaikan DPP Gapasdap sebagai respons atas penambahan izin operasi kapal baru di lintas Merak–Bakauheni akhir-akhir ini.
Gapasdap menilai kebijakan penambahan izin kapal pada kondisi dermaga yang terbatas perlu dikaji ulang secara menyeluruh, agar tidak menimbulkan distorsi iklim usaha, penurunan kualitas pelayanan, serta risiko terhadap keselamatan pelayaran.
Dengan kondisi dermaga yang terbatas, DPP Gapasdap menilai bahwa penambahan kapal baru justru tidak akan menambah kapasitas angkut.
Sebaliknya, hal tersebut akan mengurangi kapasitas angkut atau kesempatan beroperasi kapal-kapal eksisting yang sudah memiliki izin.
“Jika izin operasi kapal terus ditambah tanpa penambahan dermaga, maka waktu operasi setiap kapal akan semakin berkurang," lanjut Rakhmatika.
Ia menambahkan, secara perhitungan usaha, setiap penambahan satu izin operasi kapal baru di lintas seperti Merak-Bakauheni, seolah-olah menuntut adanya kenaikan tarif sekitar 3%.
Hal ini terjadi karena operator kapal tetap menanggung biaya tetap (fixed cost) seperti gaji awak, perawatan kapal, asuransi, dan lain-lain, walaupun kapal sering tidak beroperasi akibat menunggu giliran operasi.
Mencermati kondisi tersebut, DPP Gapasdap mendorong pemerintah untuk konsisten melaksanakan moratorium perizinan di beberapa lintas penyeberangan yang sebelumnya sudah pernah disampaikan, terutama pada lintas yang jumlah dermaganya sangat kurang.
“Gapasdap meminta agar tidak ada penambahan izin kapal baru. Pemerintah terlebih dahulu harus menambah jumlah dermaga pada lintas-lintas strategis. Tujuannya agar kapal-kapal yang saat ini banyak menunggu giliran bisa dioptimalkan operasinya,” tegas Rakhmatika.
Secara lebih rinci, Gapasdap mengusulkan kebutuhan penambahan dermaga sebagai berikut:
* Lintas Merak–Bakauheni: penambahan 3 pasang dermaga,
* Lintas Ketapang–Gilimanuk: penambahan 3 pasang dermaga,
* Lintas Padangbai–Lembar: penambahan 2 pasang dermaga,
* Lintas Tanjung Api-Api–Tanjung Kelian: penambahan 1 pasang dermaga.
"Untuk lintas Merak–Bakauheni secara khusus, setiap penambahan 1 pasang dermaga diperkirakan akan menambah kapasitas angkut sekitar 15%," ungkap Rakhmatika.
Di sisi lain, lanjutnya, operator kapal tetap diharuskan memenuhi standar pelayanan minimum yang diatur dalam PM 62 Tahun 2019 tentang standar pelayanan minimum.
"Artinya, pengusaha wajib menjaga standar keselamatan, kenyamanan, dan kualitas pelayanan sesuai ketentuan pemerintah," ujar Rakhmatika.
Namun, kata dia, bahwa berdasarkan perhitungan formulasi tarif sesuai PM 66 Tahun 2019, tarif yang berlaku saat ini masih tertinggal sekitar 31,8% dari perhitungan HPP.
“Dengan adanya gap tarif sekitar 31,8% tersebut, operator berada dalam posisi yang semakin sulit. Di satu sisi wajib memenuhi standar keselamatan dan kenyamanan, di sisi lain pendapatan tidak sebanding dengan biaya yang harus dikeluarkan,” jelas Rakhmatika.
Dalam jangka panjang, kondisi ini dikhawatirkan berpotensi mendorong terjadinya pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 17 tentang Pelayaran, apabila operator tidak mampu lagi memenuhi seluruh ketentuan keselamatan dan pelayanan karena keterbatasan finansial.
Sehingga, Gapasdap juga kembali mendorong pemerintah untuk segera melakukan penyesuaian tarif angkutan penyeberangan yang saat ini masih tertinggal dari kebutuhan biaya operasional.
“Jika penyesuaian tarif tidak segera dilakukan, akan semakin banyak perusahaan operator yang kesulitan, bahkan berpotensi bangkrut karena tidak mampu lagi mengoperasikan kapalnya. Pada akhirnya, yang dirugikan bukan hanya pengusaha, tetapi juga masyarakat dan dunia usaha yang membutuhkan layanan penyeberangan yang andal dan selamat,” kata Rakhmatika



















