Moeldoko yang juga merupakan purnawirawan ini mengatakan bahwa kecolongan yang dialami TNI ini merupakan hal yang memang memungkinkan terjadi. Pasalnya tes-tes untuk menjadi seorang taruna tidak dapat mendeteksi sisi psikologi calon taruna secara mendalam.
"Karena psikologi itu sulit melihat orang yang contohnya biasa nyuri. Itu sulit gak bisa dilihat dari psikologi biasa kita di taruna sering ada begitu," ujarnya di Universitas Airlangga, Sabtu (10/8).
Ia pun membenarkan tudingan Mahfud MD bahwa TNI kecolongan dalam meloloskan Enzo menjadi seorang taruna. Ia berdalih dari banyaknya calon peserta, kelalaian seperti itu dapat terjadi.
"Dalam arti di dalam tes itu, sangat memungkinkan itu terjadi. Jadi bukan sesuatu yang tidak mungkin. Pastilah dari sekian banyak yang kita periksa dan seterusnya," jelasnya.
Moeldoko menambahkan bahwa selama pendidikan di Akademi Militer, para peserta akan tetap berada di bawah pengawasan dan penilaian berkala. Jika Enzo memang terbukti terpapar ajaran HTI maka Moeldoko memastikan ia akan dicoret dari taruna.
"Begita dia melakukan sesuatu di kampus, di Akmil maka saat itu juga akan dikeluarkan. Jadi makanya adalah penilitian personel itu berjalan terus menerus di lingkungan TNI," tegasnya.
Mesmi demikian, Moeldoko optimis bahwa Enzo tidak dapat menyebarkan ajaran-ajaran HTI selama di Akmil apabila ia terbukti terpapar. Menurutnya pendidikan di Akmil begitu ketat sehingga tidak memungkinkan bagi Enzo untuk melakukan gerakan bawah tanah.
"Saya baru sadar setelah lulus filenya saya baca. Jadi gak bakalan lolos itu selama pendidikan sangat-sangat ketat ya. Gak usah terlalu khawatir," tegasnya.