Deforestasi di Malang Raya, Bencana Besar Menghantui Masa Depan

Malang, IDN Times - Wilayah Malang Raya yang terdiri dari dataran tinggi menjadikan hutan sebagai pencegah bencana ke kawasan pemukiman penduduk. Namun kini bencana menghantui warga yang bermukim di kawasan hulu Sungai Brantas. Hal ini disebabkan deforestasi di kawasan hutan lindung kaki Gunung Arjuna-Welirang-Kelud.
1. WALHI menyebut ada 300 hektare hutan jadi kebun sayur

Direktur Eksekustif Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Jawa Timur, Wahyu Eka Setyawan menemukan fakta bahwa hutan lindung seluas 300 hektare berubah menjadi kebun sayur. Padahal hutan ini memiliki fungsi agar tidak terjadi longsor atau banjir bandang saat musim penghujan tiba.
"Saat musim hujan bisa banjir dan longsor, kemudian saat kemarau berpotensi kebakaran. Inilah pentingnya hutan tetap ada dan tidak boleh dihilangkan eksistensinya," terangnya pada Jumat (7/6/2024).
Kemudian dari daya yang diperoleh dari pengindraan satelit menggunakan Google Earth dan Global Foresh Watch. Deforestasi terjadi di kawasan hutan lindung meliputi Taman Hutan Raya (Tahura) Raden Soerjo, hutan lindung dan hutan produksi di wilayah Mojokerto, Batu, Pasuruan, dan Malang. Dan Wahyu mengaku kesulitan mendapatkan data terbuka dari otoritas yang bertanggungjawab menjaga kelestarian hutan lindung.
Wahyu membeberkan jika banjir bandang menerjang Kota Batu pada November 2021 menjadipenanda kritisnya kondisihutan, menyebabkan sebanyak tujuh nyawa melayang. Kemudian pada 2023 kawasan hutan lindung seluas 4 ribuan hektare di kaki Gunung Arjuno ludes terbakar, tapi ia memperkirakan deforestas lebih luas dari pengindraan menggunakan satelit. Kemudian deforestasi juga megancam pasokan air ke aliran sungai Brantas yang melintasi 14 Kabupaten/Kota di Jawa Timur.
2. Pemerintah justru jadi antagonis dalam usaha melindungi hutan

Pemerintah yang seharusnya ikut melindungi eksistensi hutan dianggap Wahyu justru berperan seperti antagonis. Ia mencontohkan masyarakat adat dan masyarakat yang mempertahankan hutan untuk kehidupan mereka justru dikriminalisasi. Misalnya 3 petani di Desa Pakel, Kecamatan Licin, Kabupatem Banyuwangi dipenjara akibat mempertahankan ruang hidupnya. Padahal mereka bergantung hidup dari hasil hutan yang menjadi objek sengketa dengan perusahaan swasta. Kemudiam deforestasi hutan juga terjadi di Lumajang dan Banyuwangi, hutan dialihfungsikan menjadi kawasan tambang.
"Tapi berkat kebijakan perhutanan sosial, bisa menjadi berkah bagi masyarakat. Memang awal pengelolaan kawasan hutan, tapi bisa berubah menjadi praktik deforestasi," ucapnya.
Oleh karena itu perlu pendampingan dan pengawasan pada kebijakan ini. Karena dikhawatirkan akan bernasib sama dengan hutan lain yang mengalami deforestasi. Apalagi menurutnya petani memiliki relasi bisnis dengan cukong atau bandar.
Untuk itu, semua elemen harus melakukan refleksi dan melihat kondisi hutan di Jawa Timur. Kemudian dibuatkan kebijakan sesuai kawasan dan tata kelola kehutanan. Deforestasi di Kalimantan juga erat kaitannya dengan kondisi di Jawa dan beberapa daerah lain. Seperti fenomena krisis iklim yang terjadi beberapa tahun belakangan ini.
3. Deforestasi hutan di kaki Gunung Semeru disinyalir banyak sumber mata air di Kota Batu mengering

Pakar hukum lingkungan Universitas Widya Gama Malang, Purnawan D Negara menilai deforestasi hutan lindung di kaki Gunung Semeru juga berkontribusi terhadap menyusutnya sumber mata air. Ia membeberkan bahkan sejumlah mata air di Batu mati dan tidak bisa mengeluarkan air kembali.
"Pulau Jawa mengalami ekologi kritis, setop deforestasi untuk alasan apapun. Sudah puluhan sumber mata air di Kota Batu telah mati," tandasnya.
Pada tahun 2018 Ikatan Mahasiswa Pecinta Alam (Impala) Universitas Brawijaya melakukan penelitian terkait keberadaan sumber mata air di Kota Batu. Hasilnya mengejutkan, mereka mengatakan jika jumlah mata air yang tersisa di Kota Batu hanya tersisa 52 sumber mata air saja.
Padahal, sebelumnya pada periode sebelum 2011 ada sebanyak 111 sumber mata air yang ada di Kota Batu. Belum lagi didapati fakta bahwa 17 dari 52 sumber mata air ini juga terancam keberadaannya karena pembangunan dan pembukaan lahan yang masif.