Usaha Perajin Batik Jombang Bertahan di Tengah Badai Pendemik

Dari Rp40 juta, omzetnya merosot jadi Rp6 juta

Jombang, IDN Times - Tak sedikit usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang gulung tikar akibat hantaman badai pandemik COVID-19. Namun, ada pula yang bertahan dan terus berinovasi mengembangkan usahanya meskipun omzetnya merosot drastis.

Salah satunya pengrajin sekaligus pemilik galeri pesona batik Jombang, Nunuk Rahmawati (53). Perempuan asal Dusun Jambu, Desa Jabon, Jombang itu tetap bertahan memproduksi usaha batik yang dirintisnya sejak 2017 silam.

1. Berinovasi ciptakan batik motif besutan khas Jombang

Usaha Perajin Batik Jombang Bertahan di Tengah Badai PendemikBatik motif besut khas Jombang. IDN Times/Zainul Arifin

Hasil batik motif khas Jombang di galeri Nunuk sudah cukup banyak. Di antaranya motif parang durian, daun tembakau, sekar setaman, cengkeh dan lembah kopi. Terbaru, ia menciptakan batik motif besutan.

"Untuk batik motif besutan dan pesona Jombang sudah saya patenkan sebagai ciri khas asli produk lokal Kabupaten Jombang," tutur Nunuk ditemui IDN Times di galerinya, Jumat (18/9/2020).

Batik motif pesona Jombang telah mendapat piagam pencatatan ciptaan karya seni dari Kementerian Hukum dan HAM pada 1 Oktober 2018 lalu. Sedangkan hak paten atas motif besutan baru diperoleh pada 16 Agustus 2020 lalu.

2. Besutan adalah kesenian asli dari Jombang

Usaha Perajin Batik Jombang Bertahan di Tengah Badai PendemikBatik motif besut. IDN Times/Zainul Arifin

Wanita yang pernah menjadi dosen di Universitas Darul Ulum (Undar) Jombang ini menjelaskan, motif batik besutan mempunyai arti dan makna tersendiri. Besut yang berpasangan dengan Rukmini merupakan tokoh peran kesenian asli Jombang yang menjadi cikal bakal kesenian tradisional, ludruk.

"Tokoh besut dengan pakaian bebetan putih, selempang lawe warna merah serta topi merah ada kuncirannya melambangkan kesederhanaan, keberanian, dan ketulusan. Sebuah karakter yang sangat menghibur dan mampu membakar semangat rakyat pada masa penjajahan kala itu," jelas Nunuk.

Baca Juga: Gegara Nurut Google Maps, Pengendara Motor Masuk Tol Mojokerto-Jombang

3. Motif besutan dipadukan dengan gambar komoditas khas Jombang

Usaha Perajin Batik Jombang Bertahan di Tengah Badai PendemikNunuk menunjukkan piaga paten produk batik motif pesona Jombang dan besut. IDN Times/Zainul Arifin

Motif besutan terdapat perpaduan dengan gambar komoditas andalan Jombang. Seperti cengkeh, jeruk nipis, padi, dan lainnya. Selain itu, juga terdapat gambar ringin contong di tengahnya. Motif seperti itu, kata dia, hanya ada di galerinya.

Menurut Nunuk, perpaduan gambar jeruk nipis, daun tembakau, padi, jagung serta bunga cengkeh yang merupakan andalan komoditas pangan kota Jombang dapat menghasilkan corak yang sangat indah, unik, dan bernilai.

"Dengan memakai batik besutan ini, berarti sudah ikut melestarikan warisan budaya bangsa, khususnya kesenian tradisional besutan yang bisa dibilang hampir punah," katanya.

4. Nunuk mematok harga jual Rp300 ribu buah

Usaha Perajin Batik Jombang Bertahan di Tengah Badai PendemikSejumlah batik di galeri pesona Jombang. IDN Times/Zainul Arifin

Dia melanjutkan, harga batik motif besutan lebih mahal dibanding batik motif lainnya. Alasannya, proses pembuatannya cukup sulit. Untuk per lembar kain batik motif besutan, Nunuk mematok harga Rp300 ribu.

"Saya mencetak biasanya harganya murah, karena sangat ruwet jadi agak mahal. Untuk jual kain besut mulai cap itu Rp300 ribu per lembar ukuran 2 meter kali 115. Kalau yang sudah jadi bentuk baju hem, harganya sekitar Rp400 ribu," ujarnya.

5. Masa pandemik, omzet merosot drastis

Usaha Perajin Batik Jombang Bertahan di Tengah Badai PendemikProduksi tas bahan batik. IDN Times/Zainul Arifin

Hingga saat ini, Nunuk menyebut nilai barang hasil produksi di galerinya mencapai Rp250 juta. Terdiri dari batik kulit, batik tulis, dan lainnya. Batik itu ia pasarkan melalui teman, instansi pemerintah, dan media sosial.

"Saya mandiri tidak ada pembinaan. Saya pasarkan lewat teman, instansi, dan di medsos. Promosi juga menggandeng Guk dan Yuk Jombang. Walaupun tidak membeli, tetapi paling tidak orang-orang tahu jika ada batik produk lokal khas Jombang," tuturnya.

Ia mengaku, semenjak pandemik COVID-19, pendapatannya mengalami penurunan drastis. Sebelum ada wabah coronya omzet per bulan mencapai Rp40 juta lebih. Namun, dalam empat bulan, omzetnya hanya kisaran Rp6 juta.

"Saya memahami adanya virus corona ini orang lebih mementingkan pada kebutuhan pokok dan memang ekonomi sulit. Untuk itu saya tidak menargetkan penghasilan tiap bulannya. Yang terpenting, saya akan terus berinovasi mengembangkan batik ini," harapnya.

Baca Juga: Sukardi, Difabel Jombang yang Tekuni Kerajinan Bambu Setelah Lumpuh

Topik:

  • Dida Tenola
  • Faiz Nashrillah

Berita Terkini Lainnya