Banyuwangi Berkebun Ajak Warga Sekitar Hutan Optimalkan Lahan Kosong

Sawo kecik jadi salah satu tanaman yang jarang dibudidaya

Banyuwangi, IDN Times - Komunitas Banyuwangi Berkebun mengajak masyarakat Lingkungan Papring, Kecamatan Kalipuro, Kabupaten Banyuwangi yang tinggal di sekitar hutan untuk mengoptimalkan lahan kosong di pekarangan rumahnya. Sebanyak 1000 bibit sawo kecik dibagikan kepada warga Papring agar lahan-lahan yang kosong, bisa kembali dihijaukan dan memberi manfaat secara ekonomi.

Tidak hanya membagikan bibit, komunitas Banyuwangi Berkebun juga memberikan materi manfaat memanfaatkan lahan kosong untuk misi menghijaukan Banyuwangi.

1. Mengajak manfaatkan lahan kosong untuk berkebun

Banyuwangi Berkebun Ajak Warga Sekitar Hutan Optimalkan Lahan KosongPenanaman Pohon sawo kecik dilakukan secara gotong royong. Pohon sawo kecik memiliki buah yang enak dan manis, bisa berusia ratusan tahun. IDN TImes/Mohamad Ulil Albab

Ketua Komunitas Banyuwangi Berkebun, Bayu Hadianto menjelaskan, sudah lima tahun terakhir komunitasnya rutin melakukan aksi tanam dan mengajak masyarakat mandiri dengan berkebun.

"Banyuwangi berkebun sudah berusia 5 tahun, misi kami menghijaukan Banyuwangi. Bila di perkotaan kami mendorong penanaman urban farming dengan metode hidroponik, aquaponik, vertikultur, tanam dalam pot dan lainnya," ujar Budi kepada masyarakat sekitar hutan, Papring, Jumat sore (29/11).

Menurutnya, gerakan menanam pohon dan menghijaukan Banyuwangi perlu terus dilakukan. Apalagi masyarakat masih banyak yang belum memanfaatkan lahan kosong di pekarangan rumahnya untuk budidaya tanaman. Persoalan di kawasan Papring yang sulit dengan air, bukan menjadi alasan untuk tidak menanam. Sawo kecik yang bisa berusia ratusan tahun, cocok dengan kondisi geografis demikian.

Agar masyarakat semangat menanam, pihaknya mengundang pakar pertanian Nusantara, Dr Umi Salamah M.Pd untuk memberi pemahaman kepada masyarakat pentingnya mempertahankan budaya pertanian Nusantara hingga manfaat tanaman sawo kecik.

"Dengan berkebun selain bisa mengurangi emisi karbon dan menambah suplai oksigen, kita juga mendapatkan keuntungan dari hasil berkebun, kalau nanam cabe ya tidak perlu khawatir saat harganya mahal di pasaran," jelasnya.

2. Sulitnya pengairan membuat banyak lahan kosong di Papring

Banyuwangi Berkebun Ajak Warga Sekitar Hutan Optimalkan Lahan KosongKetua Komunitas Banyuwangi Berkebun, Bayu Hadianto menjelaskan manfaat berkebun kepada masyarakat sekitar hutan. IDN Times/Mohamad Ulil Albab

Penanaman sawo kecik di kawasan pinggir hutan, melibatkan pendidikan alternatif Kampung Baca Taman Rimba (Kampoeng Batara). Pendiri Kampoeng Batara, Widie Nurmahmudy mengatakan, banyak lahan pribadi masyarakat Papring yang tidak dimanfaatkan optimal, dan hanya ditanami pohon rasidi untuk pakan ternak. Belakangan, baru banyak ditanami pohon sengon, namun mengganggu produktivitas pohon kelapa.

"Karena warga sini mindsetnya sekarang kerja langsung dapat hasil, sementara kendala berkebun di sini adalah sulitnya sumber mata air, sehingga banyak lahan yang kosong, sehingga banyak warga yang kerjanya jadi buruh saja," kata Widie.

Edukasi penanaman sawo kecik, juga melibatkan Anak-anak didik Kampoeng Batara, harapannya Anak-anak bisa menjadi saksi bagaimana awal mula 1000 pohon kecik ditanam di desanya saat besar nanti.

"Bibit ini dibagikan ke kelompok masyarakat sini, jadi bisa ditanam di pekarangannya masing-masing," ujarnya.

3. Menguatkan budaya menanam secara gotong royong

Banyuwangi Berkebun Ajak Warga Sekitar Hutan Optimalkan Lahan KosongDosen Universitas Brawijaya, sekaligus pendiri Nusantara Culture Academy (Nica), Dr Umi Salamah, M.Pd (tengah) sedang menjelaskan manfaat berkebun kepada masyarakat sekitar hutan KPH Banyuwangi Utara. IDN TImes/Mohamad Ulil Albab

Dosen Universitas Brawijaya, sekaligus pendiri Nusantara Culture Academy (Nica), Dr Umi Salamah, M.Pd menjelaskan kepada masyarakat bagaimana model pertanian di Indonesia mulai banyak bergeser sejak era Pendudukan Belanda dan periode Orde Baru.

Menurutnya, budaya bercocok tanam yang dilakukan secara kolektif, gotong-royong mulai ditinggalkan dengan kepentingan pemilik modal. Sehingga petani hanya menjadi pekerja, bukan menanam untuk dirinya sendiri.

"Petani jadi objek, bukan jadi subjek, sehingga hanya jadi buruh, petani akhirnya cuek dengan petani. Kalau moda sosio budaya dilakukan dengan gotong royong, jadi yang menanam penduduk, dan itu milik penduduk yang akan dirawat setiap hari," terangnya.

Pohon sawo kecik sendiri, kata Umi, memiliki banyak manfaat. Selain buahnya yang enak dan manis, pohon sawo kecik bisa berusia hingga ratusan tahun, serta memiliki akar dan batang yang kuat sehingga cocok menjadi bahan kerajinan souvenir. Pohon tersebut juga masih tergolong jarang ditemui dan dibudidayakan di masyarakat.

"Usia pohon bisa sampai ratusan tahun, kalau digunakan reboisasi bisa bertahan. Batang kuat, akar kuat dan bagus buat bahan souvernir, karena awet tidak mudah rusak. Buah mengandung fosfor yang baik untuk tubuh, bisa menghilangkan bau mulut, putri raja sejak era Majapahit sudah suka mengkonsumsi itu. Jadi sawo kecik waktu era kerajaan banyak ditanam," katanya.

 

 

Baca Juga: Kunjungi Banyuwangi, Risma Singgah di Pendopo Berusia 250 Tahun

Topik:

  • Faiz Nashrillah

Berita Terkini Lainnya