TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

UNESCO dan TCRPI Latih 50 Anak Muda Indonesia untuk Jadi Pejuang Iklim

Para pemuda harus jadi pionir untuk menjaga lingkungan

Senior Program Specialist UNESCO, Hans Dencker Thulstrup (tengah) sedang menjelaskan tentang perubahan iklim di Banyuwangi. IDN TImes/Mohamad Ulil Albab

Banyuwangi, IDN Times - UNESCO Jakarta bekerja sama dengan The Climate Reality Project Indonesia (TCRPI) mengadakan “Youth Leadership Camp for Climate Crisis 2020” di Banyuwangi dan Taman Nasional Baluran, Situbondo. Pelatihan ini akan berlangsung selama 3 hari, mulai 24 hingga 26 Januari 2020.

Dalam pelatihan tersebut, sebanyak 50 pemuda terpilih dari 1.360 peserta yang mendaftar se-Indonesia. Mereka akan mendapat bekal seputar informasi perubahan iklim, gaya hidup yang harus dilakukan agar lebih rendah karbon, dan melatih keterampilan komunikasi untuk mendukung aksi pengendalian perubahan iklim.

1. Perubahan iklim jadi ancaman nyata

Puluhan peserta “Youth Leadership Camp for Climate Crisis 2020” di Banyuwangi. IDN TImes/Mohamad Ulil Albab

Senior Program Specialist UNESCO Hans Dencker Thulstrup mengatakan, perubahan iklim adalah ancaman nyata bagi manusia. Namun, tingkat kesadaran tentang perubahan tersebut masih sangat terbatas. Maka dari itu, perlu adanya upaya bersama meningkatkan kesadaran agar muncul inisiatif mitigasi dan adaptasi.

"Jika kita ingin mengatasi krisis iklim dan mengamankan masa depan yang berkelanjutan untuk semua, kita harus memastikan bahwa suara pemuda terdengar. Selama acara, kaum muda akan bertukar gagasan, memperkuat keterampilan komunikasi mereka," ujar Hans di Banyuwangi, Jumat (24/1).

Setelah mendapat pelatihan, para peserta bakal berkunjung ke kawasan Cagar Biosfer UNESCO Belambangan Antara lain ke Taman Nasional Alas Purwo, Merubetiri, dan Cagar Alam Kawah Ijen.

"Kami menantikan untuk melihat bagaimana membuat perbedaan di komunitas mereka, di seluruh negeri, dan juga untuk dunia," kata Hans.

Baca Juga: Canggih, Kapal Selam Buatan Indonesia Tuntas Uji Coba di Banyuwangi

2. Pemuda harus berada di garis depan

“Youth Leadership Camp for Climate Crisis 2020” di Banyuwangi. IDN TImes/Mohamad Ulil Albab

Sementara itu, perwakilan The Climate Reality Project Indonesia Lia Zakiyyah memaparkan, anak-anak muda saat ini menghadapi risiko yang lebih besar terhadap dampak perubahan iklim. Maka dari itu, anak muda harus berada di garis depan untuk menyelesaikan masalah perubahan iklim. Caranya dengan mendapatkan pengetahuan yang komprehensif dan menyebarkannya ke generasi sebaya mereka.

“Ilmuwan menyatakan bahwa ancaman perubahan iklim atau krisis akan semakin nyata dirasakan di berbagai bidang, makin banyak bencana. Masa depan pemuda pun terancam. Mereka harus melakukan sesuatu untuk menyelamatkan masa depan mereka. Oleh karena itu, acara peningkatan kapasitas pemuda seperti ini penting untuk membekali mereka dengan pengetahuan, informasi dan keahlian untuk menghadapi dampak negatif," papar Lia.

Setelah pelatihan, peserta bakal dikukuhkan menjadi Pejuang Iklim dan diwajibkan untuk menerapkan aksi pengendalian perubahan iklim secara langsung di lingkungan sekitarnya. Terutama lewat kampanye di akun media sosial mereka. Peserta terbaik dengan tingkat komitmen dan mampu membuat dampak tertinggi akan berkesempatan untuk mengikuti International’s Youth Forum tahun ini.

3. Menjadi penggerak peduli lingkungan

Senior Program Specialist UNESCO, Hans Dencker Thulstrup (tengah) saat menghadiri “Youth Leadership Camp for Climate Crisis 2020” di Banyuwangi . IDN Times/Mohamad Ulil Albab

Salah satu peserta asal Kabupaten Jember, Fefi Eka Wardiani mengaku turut merasakan dampak dari perubahan iklim. Menurutnya, kampanye melalui media sosial sangat efektif untuk menjangkau pemuda pemudi lain di selurih pelosok negeri. Dia berharap, dapat menyerap pengalaman dan materi mengenai perubahan iklim lebih dalam di acara YLCCC 2020 kali ini.

“Kami sebagai anak muda lebih peduli terhadap lingkungan, karena ternyata perubahan iklim itu gak hanya terjadi setahun dua tahun. Tapi dekadenya bisa 10 sampai 30 tahun baru kita bisa ngerasain,” ungkap mahasiswa jurusan Aquatic Bioscience, Life Sciences Faculty National Chiayi University, Taiwan tersebut.

Baca Juga: Al Gore Puji Aksi Pencegahan Perubahan Iklim Indonesia 

Berita Terkini Lainnya